Entah kau akan ku sebut siapa.
Entah kau akan ku posisikan dimana.
Karena hadirmu tidak menetap, pulang dan pergi pun sesuka hati.
Di setiap pertemuan yang tak ku duga, kau berusaha mengubah waktu. Sebelumnya kau pernah melakukan ini. Kecewa, patah, terluka, pernah ku alami bersamamu.
Aku sadar, berharap darimu adalah sebuah kekecewaan yang ku rangkai sendiri. Karena menjadi bagian darimu bukanlah hal yang mudah.
Aku sendiri tak paham, kenapa aku berani untuk kembali menulis cerita bersamamu lagi. Memang aku tak akan pernah tau seperti apa akhirnya, tapi yang ku tau, sebelumnya adalah sama.
Hingga akhirnya aku jatuh dan terperangkap jauh dalam duniamu. Dan aku mulai menanam angan disana, bahkan tak lupa ini semua seringkali ku 'semogakan'. Namun lagi dan lagi, aku kembali merasakan kecewa dengan angan yang ku tanam sendiri.
Dan janjiku pada diriku sendiri adalah tidak akan menyebut ini sebagai kehadiran. Sebab kau selalu pergi tanpa pamit.
Caramu sangat sederhana memang, hanya diam, dan mengabaikan kepanikan ku saat ku sadari kau tak lagi ada disini.
Harapku selalu ingin pergi. Menjauh dari apa yang menjadi harummu. Menghilang, melupakan, ingin sekali ku lakukan, namun itu tidaklah mudah. Tak semudah saat kau datang.
Seperti lukisan abstrak yang sulit untuk dapat ku artikan. Angan ku bisa saja memudar dan hilang.
Lantas apa aku harus tetap bertahan? Ah, aku tak yakin akan melakukan itu.
Berhenti? Mungkin memang sudah seharusnya aku menghentikan langkah ini. Karena jikapun aku pergi, kau tetap tak akan mencariku.
Meski sakit, logika dan hati harus tetap saling mengerti.
No comments:
Post a Comment