Monday, June 13, 2016

Regulasi Kosmetik di Indonesia

REGULASI KOSMETIK DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kosmetologi
Akhir Semester Ganjil 2016/2017



Oleh
Wilda Dian Sari
066115075
3B - FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2016

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Terselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Adapun tujuan penyusunan Makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kosmetologi pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017.
Do’a penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan terimakasih.

Bogor, Desember 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I: PENDAHULUAN
 Latar Belakang 1
 Tujuan 1
Tujuan Penulisan 1
1.2.2 Tujuan Pembahasan 1
1.3 Rumusan Masalah 2
1.4 Sistematika Penulisan 2
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Kosmetik 3
2.2 Regulasi Kosmetik di Indonesia 5
2.3 Regulasi Kosmetik di ASEAN 9
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13


BAB I
PENDAHULUAN
Latar  Belakang
Sekarang ini telah banyak produk kosmetika yang beredar di pasaran dengan berbagai macam merk dan bentuk. Kosmetika tersebut memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-beda, seperti halnya kosmetika penghilang bau badan yang kini dibuat dengan berbagai bentuk, misalnya parfum berbentuk spray yang penggunaannya dengan cara disemprotkan, splash cologne dengan bentuk cair uang penggunaanya dengan cara dipercikkan dan deodorant berbentuk rollon yang penggunaannya dengan cara dioleskan,dll.
Kosmetik terbagi atas kosmetik tradisional dan kosmetik modern. Kosmetika Tradisional adalah kosmetika alamiah atau kosmetika asli yang dapat dibuat sendiri langsung dari bahan-bahan segar atau yang telah dikeringkan, buah-buahan dan tanam-tanaman disekitar kita. Kosmetika Modern adalah kosmetika yang diproduksi secarapabrik (laboratorium), dimana telah dicampur dengan zat-zat kimia untuk mengawetkan kosmetika tersebut agar tahan lama, sehingga tidak cepat rusak.

Tujuan
Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kosmetologi pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017.
Tujuan Pembahasan
Pembahasan ini bagi kami berguna sebagai wahana latihan dalam pembuatan Makalah.
Dengan adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang kosmetik.
Pembahasan ini digunakan untuk mengetahui tentang regulasi kosmetik di Indonesia.

 Rumusan Masalah
Bagaimana sejarah dan pengertian kosmetik?
Bagaimana regulasi kosmetik di Indonesia?

Sistematika Penulisan
Agar sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
 Latar Belakang
 Tujuan
 Tujuan Penulisan
1.2.2 Tujuan Pembahasan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah Kosmetik
2.2 Regulasi Kosmetik di Indonesia
2.3 Regulasi Kosmetik di ASEAN
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA







BAB II
DASAR TEORI

Sejarah Kosmetik
Kosmetik sendiri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani “kosmetikos“  yang berarti ketrampilan menghias, mengatur, namun pada perkembanganya istilah kosmetik telah dipakai oleh banyak kalangan dan profesi yang brbeda, sehingga pengertian kosmetik menjadi begitu luas dan tidak jelas, istilah kosmetologi telah dipakai sejak tahun 1940 di Inggris, Perancis, Jerman. Istilah ini tidak sama bagi tiap profesi yang menggunakanya.
Berdasarkan Permenkes RI No.445/MenKes/Per/V/1998 yang dimaksud dengan Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Sejak berabad abad yang lalu, kosmetik telah digunakan dan di kenal masyarakat, Hasil riset serta penyelidikan antropologi, arkiologi, dan etnologi di mesir dan india membuktikan adanya pemakaian ramuan seperti bahan pengawet mayat dan salep salep aromatik, yang dianggap sebagai bentuk awal kosmetik yang kita kenal sekarang ini.  Hal ini menunjukkan perkembangan kosmetik dimasa itu, Bukti lain, misalnya, 200 tahun yang lalu, Cleopatra menggunakan susu sebagai rendaman saat mandi, Dia begitu senang karena mendapat manfaat dari laktosa susu untuk kemulusan kulitnya, Sejak saat itu susu digunakan semacam kosmetik dan obat.
Alam yang kaya akan tanaman obat, rempah-rempah, dan lain sebagainya, oleh masyarakat dahulu digunakan sebagai kosmetik tradisional yang mereka olah secara tradisional pula, Misalnya rempah-rempah, ginseng dan lain sebagainya, biasanya digunakan sebagai campuran mandi  para putri-putri raja dahulu, hingga sekarang, kosmetik tradisional tersebut juga masih diminati oleh kebanyakan masyarakat karena dipercaya lebih alami dan memberikan efek yang lebih sehat.
Hippocrates (460 – 370 SM) dan kawan-kawanya mempunyai peran yang penting dalam sejarah  awal pengembangan kosmetik dan kosmetologi modern melalui dasar-dasar dermatologi, diet, dan olahraga sebagai sarana yang baik untuk kesehatan dan kecantikan, Beberapa ahli yang berperan aktif dalam pengembangan kosmetik, antara lain, adalah Comelius Celcus, Discorides, dan Galen, mereka adalah para ahli yang memajukan ilmu kesehatan gigi, bedah plastek, dermitologi, kimia, dan farmasi.
Pada jaman Renaissance (1300 – 1600), Banyak universitas didirikan di Inggris, Eropa Utara, Eropa Barat, dan Eropa Timur  kemudian pada masa itu ilmu kedokteran semakin bertambah luas, hingga kemudian ilmu kosmeti dan kosmetikologi di pisahkan dari ilmu kedokteran (Henri De Medovile, 1260 – 1325).
Kemudian dikenal ilmu kosmetik untuk merias atau decoration yang dipakai untuk pengobatan  kelainan patologi kulit, Hingga pada tahun 1700 – 1900, pembagian tersebut dipertegas lagi dengan Cosmetic  treatment  yang berhubungan dengan ilmu kedokteran dan ilmu pengetahuan lainya. Misalnya dermatologi, farmakologi, kesehatan gigi, ophthal –mology, diet, dan sebagainya. Disinilah konsep kosmetologi mulai diletakkan, yang kemudian dikembangkan di Perancis, Jerman, Belanda, dan Italia.
Pada tahun 1970 oleh Jellinek, kosmetologi diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-hukum fisika, Biologi, maupun mikrobiologi tentang pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan (aplikasi) kosmetik, Selanjutnya di tahun 1997 Mitsui menyebut kosmetologi sebagai ilmu kosmetik yang baru, yang lebih mendalam dan menyeluruh.
Dari mulai abad ke 19, kosmetik mulai mendapat perhatian, yaitu kosmetik tidak hanya untuk kencantikan saja, melainkan juga untuk kesehatan, Perkembangan ilmu kosmetik serta industri secara besar-besaran baru dimaulai pada abad ke-20 (Wall, Jellinek, 1970). Kosmetik menjadi sebuah alat usaha, Bahkan sekarang dengan kemajuan teknologi , kosmetik menjadi sebuah perpaduan antara kosmetik dan obat (Pharmaceutical), atau yang sering desebut kosmetik medis (cosmeticals).
Sejak 40 tahun terakhir, industri kosmetik semakin meningkat, Industri kimia memberi  banyak bahan dasar dan bahan aktif kosmetik, Kualitas dan kuantitas bahan biologis untuk digunakan pada kulit terus meningkat, Banyak para dokter yang terjun langsung dan meningkatkan perhatian terhadap ilmu kecantikan kulit (cosmetodermatology), serta membangun kerja sama yang saling menguntungkan dengan para ahli kosmetik dan ahli kecanikan, Misalnya dalam hal pengetesan bahan baku atau bahan jadi, dan penyusunan formula berdasarkan konsepsi dermatologi atau kesehatan.

Regulasi Kosmetik di Indonesia
Di Indonesia, regulasi produk pangan, obat dan kosmetik dilakukan oleh BPOM ( Badan Pengawasan Obat dan Makakan ) RI. Untuk produk kosmetik, BPOM secara berkala selalu melakukan update terhadap beraneka jenis kosmetik di pasaran dan menggolongkannya menjadi produk aman atau berbahaya bagi konsumen. Semua produk kosmetik yang beredar di Indonesia baik produk impor maupun produk buatan produsen dalam negeri wajib didaftarkan ke BPOM. Hanya produk kosmetik yang benar-benar bagus, aman, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya serta diproduksi dengan standar tinggi yang bisa lolos BPOM. Akhirnya BPOM hanya akan memberi notifikasi terhadap produk – produk kosmetik yang aman dan berkualitas. Selain itu saat ini Indonesia sudah mulai mengimplementasikan sistem harmonisasi ASEAN sehingga dapat meningkatkan ranah pasar indonesia dalam raanah ASEAN, selain itu Indonesia sudah mulai menerapkan CPKB dalam proses pembuatan maupun persebaran kosmetik yang dapat meningkatkan mutu dari kosmetik indonesia . Saat ini Indonesia sudah menganut sistem notifikasi dimana pembuatan sediaan baru hanya mengajukan notifikasi tanpa adanya spesifikasi mendetail dari produk sehingga memudahkan proses registrasi produk.



Setiap produsen/distributor/importir yang bertanggungj awabmengedarkan produk kosmetik dipasaran harus bin wajib menyiapkan Dokumen Informasi Produk (DIP). DIP ini harus tersedia dan mudah untuk diaudit kapan saja oleh  pemerintah berwenang. DIP disiapkan untuk menjamin keamanan, kualitas dan manfaat produk kosmetik yang beredar di pasaran.


BPOM mengeluarkan yang namanya No. Notifikasi untuk regulasinya BPOM merujuk ke Agreement of The ASEAN Harmonized Cosmetic Regulatory Scheme, semacam kesepakatan bersama seluruh negara ASEAN untuk tujuan tercapainya ASEAN Free Trade Area (AFTA). Kesepakatan ini mencakup 2 fase: (i) the ASEAN Mutual Recognition Arrangement of Product Registration Approvals for Cosmetic; dan (ii) the ASEAN Cosmetic Directive (Product Notification). Ditambah 5 dokumen teknis yang mencakup:
Kategori Produk Kosmetik
Prosedur dan Ketentuan Registrasi Produk
Ketentuan Pelabelan
Pedoman Klaim
Persyaratan ekspor impor
Walaupun suatu kosmetik sudah mendapat izin BPOM (sudah punya nomor notifikasi) tapi tak tertutup kemungkinan produk tersbut dapat dipalsukan.
Produk kosmetik telah menjadi kebutuhan primer di masyarakat kita, atau menempati urutan kedua setalah produk makanan dan minuman. Kesadaran masyarakat yang lebih peduli pada perawatan dan kecantikan tubuh, sangat mendorong pasar kosmetik di negara kita. Besarnya jumlah penduduk Indonesia usia 15 – 64 tahun pada th 2010 mencapai 80,09 juta jiwa, tumbuh rata – rata 1,3 %  – 1,4 % per tahun. Tahun 2011 jumlah penduduk usia ini diestimasikan mencapai 81,24 juta jiwa, dan akan mencapai 85,61 juta pada th 2015. Ini peluang pasar yang sangat besar. Selain produsen kosmetik nasional, persaingan pasar kosmetik di Indonesia juga berasal dari produk – produk impor, produk perusahaan asing yang melakukan proses produksi di Indonesia, juga masuknya produk – produk impor yang sifatnya illegal.

Regulasi Kosmetik di ASEAN
Harmonisasi asean Bidang Kosmetik adalah penyeragaman persyaratan teknis peredaran kosmetik di wilayah ASEAN. Harmonisasi bidang kosmetika (ASEAN Harmonized Regulatory Scheme/AHCRS) telah disepakati oleh 10 negara anggota ASEAN untuk diterapkan di Indonesia sejak 1 Januari 2011. Harmonisasi bidang kosmetika itu mengharuskan adanya sistem pengawasan produk kosmetika setelah beredar di pasaran (post market surveillance).

Adapun tujuan Harmonisasi Regulasi Kosmetik tersebut adalah :
Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota dalam rangka menjamin keamanan kualitas dan klaim manfaat dari semua kosmetik yang dipasarkan di ASEAN.
Menghapus hambatan perdagangan kosmetik melalui harmonisasi persyaratan teknis serta memberlakukan satu standar.
Meningkatkan daya saing produk-produk ASEAN.

Harmonisasi itu bertujuan untuk meningkatkan kerja sama penjaminan mutu, keamanan, dan klaim manfaat semua produk kosmetika yang dipasarkan di ASEAN. Selain itu, AHCRS itu diharapkan mampu menghapus hambatan perdagangan melalui harmonisasi persyaratan teknis. Tujuannya, untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, produktivitas, dan daya saing produk ASEAN di pasar global. Namun, berbagai pertimbangan terutama terkait kesiapan industri dalam negeri yang wajib memenuhi syarat pada ASEAN Cosmetic Directive, Indonesia baru bisa menerapkan harmonisasi AHCRS pada 1 Januari 2011. Sebelum harmonisasi ASEAN berlaku, produsen atau importir hanya wajib mendaftarkan produk di BPOM sebelum mengedarkan kosmetika di Indonesia. Sistem pengawasan yang berlaku pun menganut kontrol produk sebelum beredar (pre market control). Setelah era harmonisasi ini berjalan, produsen atau importir harus mengajukan permohonan pengajuan notifikasi pada Kepala BPOM sebelum mengedarkan produknya. Notifikasi itulah nanti yang akan menjadi alat pengawasan pascaperedaran produk.
Harmonisasi ASEAN di bidang kosmetik atau ASEAN Harmonized Cosmetics Regulatory Scheme (AHCRS) ditandatangi oleh 10 negara ASEAN pada tanggal 2 September 2003. Isi dari AHCRS itu sendiri berisi dua schedule, yaitu:
ASEAN Mutual Recognition Arrangement of Product Registration Approval for Cosmetic, yang diterapkan pada tahun 2003-2007.
ASEAN Cosmetic Directive (ACD), yang diterapkan mulai 1 Januari 2008 sampai sekarang.

Setiap produsen kosmetik yang akan memasarkan produknya harus menotifikasikan produk tersebut terlebih dahulu kepada pemerintah di tiap negara ASEAN dimana produk tersebut akan dipasarkan
Setiap produsen yang menotifikasi produknya harus menyimpan data mutu dan keamanan produk (Product Information File) yang siap diperiksa sewaktu-waktu oleh petugas pengawas Badan POM RI (atau petugas lain yang berwenang di tiap negara).
Perbedaan yang mendasar dari harmonisasi ASEAN dengan sistem terdahulu (sistem registrasi) adalah, pada sistem registrasi ada pengawasan sebelum produk beredar (pre market approval) oleh pemerintah, sedangkan pada harmonisasi ASEAN tidak ada, dan hanya ada pengawasan setelah beredar (post market surveillance). Alasannya karena dari analisa penilaian resiko, kosmetik merupakan produk beresiko rendah sepanjang peraturan/regulasi kosmetik telah dipatuhi oleh produsen.
Hal tersebut menguntungkan produsen karena dapat mempersingkat proses untuk memperoleh izin edar, karena tidak perlu evaluasi pre market terlebih dahulu, tetapi konsumen tetap terlindungi karena adanya pengawasan post market berupa sampling dan pengujian mutu dan keamanan dari Badan POM.
Industri kosmetik dituntut untuk bertanggung jawab penuh terhadap mutu dan keamanan produknya, untuk itu perusahaan kosmetik harus memahami semua ketentuan ACD dan membuat database keamanan bahan dan produknya.
Produk kosmetik yang telah dinotifikasi berdasarkan harmonisasi ASEAN, dapat dilihat dari nomor izin edarnya.


















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan (epidemis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.
Regulasi kosmetik memiliki tujuan utama yaitu melindungi dan menjaga kepentingan masyarakat dalam aspek keselamatan, keamanan, dan kesehatan dalam penggunaan kosmetik yang baik dan aman.

Saran
Walaupun suatu kosmetik sudah mendapat izin BPOM (sudah punya nomor notifikasi) tapi tak tertutup kemungkinan produk tersbut dapat dipalsukan, jadi setiap konsumen tetap harus waspada dalam membeli dan menggunakan kosmetik. Dan satu hal lagi yang tak boleh dilupakan, kosmetik juga dapat dikategorikan sebagai limbah kimia jika sudah kadaluwarsa dan tidak digunakan lagi.
Tips memilih produk kosmetik yang aman:
Periksa Keaslian label BPOM
Perhatikan komposisi ingredients dan aturan pakai
Cermati produsen kosmetik
Rekomendasi dari Ahli




DAFTAR PUSTAKA

Ansel C, Howard. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press
Jellinek JS. 1970. Cosmetics. New York: Willey Interscience
Wasitaatmaja. 1997. Penuntun Kosmetik Medik. Jakarta: UI Press

No comments:

Baban's Words Part 2

FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ