Friday, December 7, 2018

Spektroskopi FTIR



SPEKTROSKOPI FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)

LAPORAN PRAKTIKUM


Tanggal Praktikum:
27 Nopember 2018

Dosen:
Zaldy Rusli, M.Farm

Oleh:
WILDA DIAN SARI
0661 15 075





PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2018




KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan praktikum yang berjudul ‘Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)’ ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penulis curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Adapun tujuan penulisan laporan praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Fisiko Kimia pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019.
Doa penulis semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penulis juga berharap semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penulis mengucapkan terimakasih.


Bogor, 27 Nopember 2018


Penulis



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................................ 1
1.1  Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2  Tujuan............................................................................................................... 1
1.2.1        Tujuan Penulisan................................................................................... 1
1.2.2        Tujuan ..................................................................................................  2
1.3  Hipotesis........................................................................................................... 2
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 3
2.1  Kalium Bromida………………………………………………...…… 3
2.2  P-dimetilaminobenzaldehide (p-DAB)………………………………. 3
2.3  Spektroskopi……………………………………………………….….. 3
2.4  Spektrofotometri.............................................................................................. 4
2.5  Spektrofotometer............................................................................................. 4
2.6  Infrared (IR) ...................................................................................................  4
2.6.1       Definisi IR............................................................................................ 4
2.6.2       Spektroskopi IR.................................................................................... 6
2.6.3       Spektrofotometri IR............................................................................. 6
2.6.4       Spektrofotometer IR............................................................................. 6
2.6.5       Lingkup Kegunaan Spektrofotometri IR.............................................. 7
2.6.6       Instrumentasi Spektrofotometer IR...................................................... 7
2.7 Fourier Transform Infrared (FTIR)…………………………………... 8
2.7.1       Spektroskopi FTIR……………………………………………. 8
2.7.2       Spektrofotometer FTIR……………………………………….  9
BAB III: METODE KERJA........................................................................................ 11
3.1  Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................... 11
3.2  Alat dan Bahan................................................................................................. 11
3.2.1        Alat....................................................................................................... 11
3.2.2        Bahan.................................................................................................... 11
3.3  Cara Kerja......................................................................................................... 11
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 15
4.1 Hasil.................................................................................................................. 15
4.2  Pembahasan...................................................................................................... 16
BAB V: KESIMPULAN ..............................................................................................  19
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................................  22




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam sejarah, spektroskopi telah mengarah kepada cabang ilmu dimana "cahaya tampak" digunakan dalam teori struktur materi serta analisa kualitatif dan kuantitatif. Dalam masa modern, spektroskopi berkembang seiring dengan teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk memanfaatkan tidak hanya cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan non-elektromagnetik.
Sampai saat ini terdapat dua jenis istrumen yaitu, spektroskopi IR dan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy). Kelebihan dari FTIR yaitu lebih sensitif dan akurat artinya dapat membedakan antara bentuk cis dan trans, ikatan rangkap terisolasi, terkonjugasi dan yang lainnya, sedangkan spektromeeter IR tidak dapat membedakan antara bentuk cis dan trans, ikatan rangkap terisolasi, terkonjugasi dan yang lainnya.
Fourier Tansform Infrared Spectroscopy (FTIR) adalah sebuah teknik yang digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari absorbansi, emisi, fotokonduktivitas atau raman scattering dari sampel padat, cair atau gas. FTIR merupakan salah satu instrumen yang menggunakan prinsip spektroskopi.
1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Penulisan
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Fisiko Kimia pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2018/2019 yang diampu oleh dosen Zaldy Rusli, M.Farm., Apt.
1.2.2        Tujuan Pembahasan
a.    Pembahasan ini bagi kami berguna sebagai wahana latihan dalam pembuatan Laporan.
b.    Dengan adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang Spektroskopi.
c.    Pembahasan ini digunakan untuk mengetahui dan memahami tentang manfaat, prinsip dan cara kerja dari spektrofotometer FTIR.
d.    Pembahasan ini digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada Para-dimetil amino benzaldehyde.
e.    Pembahasan ini digunakan untuk mengetahui kalibrasi alat FTIR sebagai data untuk menjamin keakuratan pembacaan frekuensi atau panjang gelombang yang dihasilkan.

1.3        Hipotesis
Spektrofotometer FTIR ini mampu mendeteksi dan mengidentifikasikan ikatan dari senyawa para-dimetilaminobenzaldehida (p-DAB) serta dapat memberikan hasil analisis berupa panjang gelombang.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Kalium Bromida (KBr) adalah suatu garam yang telah banyak digunakan sebagai antikonvulsan dan obat penenang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, dengan penggunaan over the counter berlanjut sampai tahun 1975 di Amerika Serikat. Aksi obat tersebut dikarenakan adanya ion bromida (Natrium Bromida sama efektifnya).
Kalium bromida berupa bubuk kristal putih. Senyawa ini mudah larut dalam air dan tidak larut dalam asetonitril. Dalam larutan berair encer, kalium bromida memiliki rasa manis, sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi kalium bromida memiliki rasa asin. Efek ini disebabkan adanya ion kalium-natrium beromida yang memiliki rasa asin pada konsentrasi apapun. Dalam konsentrasi yang tinggi juga, kalium bromida sangat mengganggu selaput lambung, dapat menyebabkan mual dan terkadang muntah (efek khas dari semua garam kalium yang larut). (Hendayana,1994).

2.2  P-dimetilaminobenzaldehida (p-DAB)
P-dimetilaminobenzaldehida adalah senyawa organik yang mengandung amina dan aldehid moieties yang digunakan dalam reagen Ehrlich dan reagen Kovac untuk menguji indoles. Kelompok karbonil ini biasanya bereaksi dengan posisi dua elektron yang kaya dari indole tetapi juga dapat bereaksi pada posisi C-3 atau N-1 (Hendayana,1994).
2.3  Spektroskopi
Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya berdasarkan cahaya dan suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi antara cahaya dan materi.
2.4  Spektrofotometri
Spektrofotometri dianggap sebagai perluasan dan pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur dari berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perkam untuk dapat menghasilkan spektrum khas tertentu pada komponen yang berbeda (Khopkar, 2003).
2.5  Spektrofotometer
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur spectrum dalam spektroskopi. Spektrofotometer juga merupakan alat untuk mengukur transmittan atau absorban pada suatu sampel sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Spektrofotometer memiliki lima bagian utama yaitu celah masuk, kolimator, pendispersi, lensa, detektor. Terdapat dua jenis spectrofotometer jika ditinjau dari bagian pendispersi, yaitu prisma dan kisi. Pada spectrofotometer berbasis prisma, prisma memiliki keuntungan yaitu menghasilkan satu spektrum cahaya yang jelas (terang) tetapi nilainya tidak linear. Dispersi akan berkurang secara signifikan di daerah panjang gelombang merah dan analisis spectral. Selanjutnya memerlukan tiga referensi (pengukuran ulang) untuk kalibrasinya. Sedangkan pada spektrofotometer berbasis kisi mempunyai kemampuan untuk memberikan resolusi yang sangat baik, akan tetapi grating juga akan mendispersikan spectrum visibel pada gambar (Basset, 1994).
2.6  Inframerah (IR)
2.6.1        Definisi IR
Konsep radiasi inframerah pertama kali diajukan oleh Sir Wiliam Hershel (1800) melalui percobaannya mendespersikan radiasi matular dengan prisma. Ternyata pada daerah sesudah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperature tertinggi yang artinya pada daerah X radiasi tersebut memiliki banyak kalori (energy tinggi). Daerah spectrum tersebut selanjutnya disebut inframerah (IR diseberang atau diluar merah).
Inframerah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang, lebih panjang dari cahaya tampak tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio. Disebut juga "bawah merah" (dari bahasa Latin infra, "bawah"). Merah merupakan warna dari cahaya tampak dengan gelombang terpanjang. Radiasi inframerah memiliki jangkauan tiga "order" dan memiliki daerah panjang gelombang antara 700  nm hingga 1 mm.
Berdasarkan pembagian daerah panjang gelombang, sinar inframerah dibagi atas tiga daerah, yaitu:
1.      Inframerah jarak dekat dengan daerah panjang gelombang 0.75 – 1.5 µm
2.      Inframerah jarak menengah dengan daerah panjang gelombang 1.50 – 10 µm
3.      Inframerah jarak jauh dengan daerah panjang gelombang 10 – 100 µm
Banyak senyawa organik menyerap radiasi pada daerah tampak dan ultraviolet dari spektrum elektromagnetik. Bila senyawa menyerap radiasi pada daerah tampak dan ultra violet maka elektron akan tereksitasi dari keadaan dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Senyawa organik juga menyerap radiasi elektromagnetik pada daerah inframerah. Radiasi infra merah tidak mempunyai energi yang cukup untuk mengeksitasi elektron sehingga dapat menyebabkan senyawa organik mengalami rotasi dan vibrasi. Bila molekul mengabsorpsi radiasi infra merah, energi yang diserap dapat menyebabkan kenaikan dalam amplitudo vibrasi atom-atom yang terikat. Molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi. Radiasi infra merah dengan frekuensi kurang dari 100 cm-1 atau dengan daerah panjang gelombang lebih dari 100µm diserap oleh molekul organik dan dikonversi ke dalam energi rotasi molekul, namun bila radiasi infra merah dengan frekuensi pada daerah panjang gelombang 1-100 µm diserap oleh molekul organik dan dikonversi ke dalam energi vibrasi molekul. Panjang gelombang eksak absorpsi oleh suatu tipe ikatan tertentu, bergantung pada jenis vibrasi dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada daerah panjang gelombang karakteristik yang berbeda.
2.6.2        Spektroskopi Inframerah
Spektroskopi IR didasarkan pada vibrasi suatu olekul. Spektroskopi IR merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75–1000 nm atau pada bilangan gelombang 13000–10 cm-1. Spektroskopi IR sangat berguna untuk analisis kualitatif dari senyawa organic dikarenakan spectrum unik yang dihasilkan oleh setiap senyawa organic dengan puncak structural yang sesuai dengan fitur yang berbeda. Selain itu masing-masing kelompok fungsional juga menyerap sinar IR pada frekuesi yang unik. (Silverstein, 2002).
2.6.3        Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75–1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm-1. Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik, artinya memiliki vektor listrik dan vektor magnetik diman keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.
2.6.4        Spektrofotometer Inframerah
Spektrofotometer IR merupakan alat untuk mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa dan menganalisis campuran. Pada spektrofotometer inframerah, satuan bilangan gelombang merupakan satuan yang umum digunakan. Nilai bilangan gelombang berbanding terbalik terhadap frekuensi atau energinya.
Spektrofotometer inframerah ini ditunjang dengan tekhnologi komputer yang dapat memberikan hasil yang lebih baik. Spektrofotometer inframerah dapat digunakan untuk identifikasi suatu senyawa melalui gugus fungsinya, juga untuk mengetahui nilai absorbansi dalam senyawa tersebut. Namun jarang sekali, karena cahaya lebih sering diteruskan dibandingkan dengan diserap. Untuk elusidasi struktur bilangan gelombang 1400-4000 cm-1 pada bagian kiri spektrum IR, merupakan daerah khusus yang berguna untuk identifikasi gugus-gugus fungsional, yaitu absobsi dari vibrasi ulur. Lalu pada daerah kanan bilangan gelombang 1400 cm-1 sering kali rumit disebabkan pada daerah tersebut terjadi absorbsi dan vibrasi tekuk, namun setiap pada setiap senyawa organik mempunyai absorbsi yang berkharakteristik pada daerah tersebut. Oleh sebab itu maka daerah itu disebut daerah sidik jari. Prinsip kerja spektrofotometer infra merah adalah sama dengan spektrofotometer yang lainnya yakni interaksi energi dengan suatu materi.
2.6.5        Lingkup Kegunaan Spektrofotometri IR
Sasaran analisis kualitatif spektrofotometri  IR secara umum adalah zat-zat organik walaupun dapat untuk zat anorganik, namun demikian dari yang telah diuraikan masih terdapat banyak kelemahan analisis kualitatif dengan spektrofotometri IR, sehingga sistem optic dan instrumennya perlu dikembangkan. Saat ini dikenal dengan nama spektrosfotometri FTIR yang dapat menutup beberapa kelemahan dari spektrofotometer IR konvensional.
2.6.6        Instrumentasi Spektrofotometer IR
Instrumen yang digunakan untuk mengukur serapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerah umumnya mengarah pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1  (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan itu tercantum dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis tersendiri.
Bagian pokok dari spektrofotometer inframerah adalah sumber cahaya inframerah monokromator dan detector. Cahaya dari sumber dilewatkan melalui cuplikan, dipecah menjadi frekuensi-frekuensi individunya dalam monokromator dan intensitas relative dan frekuensi individu diukur oleh detector.
Instrumentasi spektrofotometer IR susunannya hampir sama dengan spektrofotometer UV-VIS. Perbedaannya adalah sampel berhadapan langsung dengan sumber radiasi.
Ket:
·         SR       = Sumber radiasi
·         SK       = Sampel kopartemen
·         M         = Monokromator
·         D         = Detektor
·         A         = Amplifier/penguat
·         VD      = Visual display /meter
Maksud susunan instrument tersebut yaitu:
1.      Melindungi detector dari radiasi luar rentang yang terpilih
2.      Mencegah radiasi sesatan
3.      Meminimalkan kemungkinan radiasi latar belakang

2.7  Fourier Transform Infrared (FTIR)
2.7.1        Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared)
Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) merupakan salah satu teknik analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul pada suatu senyawa organik. Teknik ini digunakan untuk mengukur absorpsi panjang gelombang cahaya infrared yang dipancarkan oleh material yang diuji. FTIR dapat mengetahui informasi struktur molekul yang diperoleh secara tepat dan akurat (memiliki resolusi yang tinggi), juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi sampel dalam berbagai fase (gas, padat, cair).
Metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) yaitu metode spektroskopi inframerah modern yang dilengkapi dengan teknik transformasi Fourier untuk mendeteksi dan menganalisis hasil spektrumnya. Dalam hal ini metode spektroskopi yang digunakan adalah metode spektroskopi absorbsi, yaitu metode spektroskopi yang didasarkan atas perbedaan penyerapan radiasi inframerah oleh molekul suatu materi. Absorbsi inframerah oleh suatu materi dapat terjadi jika dipenuhi dengan dua syarat, yakni kesesuaian antara frekuensi radiasi inframerah dengan frekuensi vibrasional molekul sampel dan perubahan momen dipole-dipol selama bervibrasi.
2.7.2        Spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infrared)
Spektrofotometer FTIR 8300/8700 merupakan salah satu alat yang digunakan untuk identifikasi senyawa, khususnya pada senyawa organik, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis dilakukan dengan melihat bentuk spektrum yaitu dengan melihat puncak-puncak spesifik yang menunjukan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa standar yang dibuat spektrumnya pada berbagai variasi konsentrasi.
Pada dasarnya spektrofotometer Fourier Transform Infra-Red (FTIR) sama dengan spektrofotometer Infra-Red dispersi, perbedaannya yaitu pengembangan pada sistem optiknya sebelum bekas sinar infra merah melewati contoh. Dari deret Fourier tersebut intensitas gelombang dapat digambarkan sebagai daerah waktu atau daerah frekuensi. Perubahan gambaran intensitas gelombang radiasi elektromagnetik daerah waktu ke daerah frekuensi atau sebaliknya disebut Transformasi Fourier (Fourier Transform). Selanjutnya pada sistem optik peralatan instrumen Fourier Transform Infra-Red dipakai dasar daerah waktu yang non dispersive.
Jumlah energi yang diperlukan untuk meregangkan suatu ikatan tergantung pada tegangan ikatan dan massa atom yang terikat. Bilangan gelombang suatu serapan dapat dihitung menggunakan persamaan yang diturunkan dari Hukum Hooke. Ikatan yang lebih kuat dan atom yang lebih ringan menghasilkan frekuensi yang lebih tinggi. Semakin kuat suatu ikatan, semakin besar energi yang dibutuhkan. Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik.
Terdapat dua macam vibrasi molekul, yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Vibrasi ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Vibrasi tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan.



BAB III
METODOLOGI KERJA

1.1  Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 27 Nopember 2018 di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka Tropika Institut Pertanian Bogor.
1.2  Alat dan Bahan
1.2.1        Alat
1.      Alat pembuat pellet (Lempengan Besi, Vacum)
2.      Mortar
3.      Neraca Analit
4.      Spatel
5.      Spektroskopi FTIR
6.      Stopwatch
1.2.2        Bahan
1.      Alcohol
2.      Kapas
3.      KBr
4.      P – Dimetylaminobenzaldehida (p-DAB)
3.3 Cara Kerja
A.    Pembuatan pelet atau sampel
1.      Dibersihkan setiap peralatan dengan menggunakan alkohol hingga steril dan kering
2.      Disiapkan peralatan ring ke-1
3.      Ditimbang 250 mg KBr dan ± 1-2 mg sampel garam P-dimetylaminobenzaldehida
4.      Dihaluskan sampel bersama KBr dengan mortar hingga halus
5.      Ditempelkan ring 1 dan ring 2 dan ratakan
6.      Ditempelkan kedua ring pada ring berukuran yang lebih besar di press hingga maksimal
7.      Dipasang alat vacum pada saluran ring
8.      Dikempress pellet dengan pompa hidrolik dan mengatur tekanannya menjadi 80 KN selama 7 menit.
9.      Dihentikan proses vakum dan pengepresan
10.  Dilepaskan saluran vacum pada ring
11.  Dipindahkan kedua ring pada tuas dan press kembali
12.  Pelet yang sudah terbentuk dilepaskan dari tuas menggunakan tissue

B.     Fourier Transform Infra-Red
1.      Dinyalakan alat FT-IR tunggu hingga 5 menit
2.      Diletakkan pellet yang sudah jadi pada sampel holder dan menempatkannya pada lintasan sinar alat FTIR.
3.      Dipilih Sample Signal Chain pada komputer
4.      Dilakukan evaluet pick packing
5.      Dilakukan pengukuran dengan alat FTIR dan mengamati grafik yang terbentuk.
6.      Disimpan data yang dihasilkan dan melakukan pembahasan terhadap puncak-puncak yang terbentuk

C.     Prosedur cek sinyal pada FT-IR
1.      Dipilih meissure, klik advance, klik ubah nama
2.      Dipilih advance, klik ubah nama seperti nama kelas
3.      Dipilih cek sinyal, dan tepatkan panah pada grafik
4.      Dipilih scale display, dan tepatkan panah berwarna di tengah grafik
5.      Diklik save

D.    Prosedur analisis gugus fungsi
1.      Dimasukkan sampel kedalam alat FT-IR
2.      Ditunggu hasil analisis sampel
3.      Dipilih menu manipulate pada komputer, klik base line, klik correct
4.      Dipilih manipulate, klik normal size, klik correct
5.      Dipilih menu manipulate, klik smooth
6.      Dipilih menu tick picking pada komputer untuk menunjukkan nilai
7.      Di klik sampel 2, klik FT-IR-chance colour
8.      Dilakukan analisis gugus fungsi

E.     Cara membaca spektra FT-IR
1.      Tentukan sumbu X dan Y sumbu dari spektrum. X-sumbu dari spektrum IR diberi label sebagai “bilangan gelombang” dan jumlahnya berkisar dari 400 dipaling kanan untuk 4000 paling kiri. X-sumbu menyediakan nomor penyerapan sumbu Y diberi label sebagai “transmitansi (%)” dan jumlahnya berkisar dari 0 pada bagian bawah dan 100 di atas
2.      Tentukan karakteristik puncak dalam spektrum IR. Semua spektrum inframerah mengandung banyak puncak. Selanjutnya melihat data daerah gugus fungsi yang diperlukan untuk membaca spektrum
3.      Tentukan daerah spektrum dimana puncak karakteristik ada. Spektrum IR dapat dipisahkan menjadi empat wilayah. Rentang wilayah pertama dari 4000 ke 2500. Rentang wilayah kedua dari 2500 sampai 2000. Ketiga wilayah berkisar dari 2000-1500. Rentang wilayah keempat dari 1500-400.
4.      Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah pertama. Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 4000-2500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh NH, CH dan obligasi OH tunggal
5.      Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2500 sampai 2000, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap tiga
6.      Tentukan kelompok fungsional diserap di wilayah ketiga. Jika spektrum memiliki karakteristik puncak di kisaran 2000 sampai 1500, puncak sesuai dengan penyerapan yang disebabkan oleh ikatan rangkap seperti C=O, C=N, dan C=C
7.      Bandingkan puncak di wilayah keempat spektrum IR lain. Yang keempat dikenal sebagai daerah sidik jari dari spektrum IR dan mengandung sejumlah besar puncak serapan yang account untuk berbagai macam ikatan tunggal. Jika semua puncak dalam spektrum IR, termasuk yang di wilayah keempat, adalah identik dengan puncak spektrum lain, maka anda dapat yakin bahwa dua senyawa adalah identik.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Data Pengamatan
A.    Sampel b1 (red)
Daerah
Jenis ikatan
Intansitas
2712.96-2904.69
C-H Alkana
Kuat
1660.64
C=O Aldehid
Kuat
1162.30-1310.20
C-N Amina
Kuat
1547.96-1596.98
C=C Aromatik
Berubah-ubah
809.98
Para
Kuat
B.     Sampel b2 (blue)
Daerah
Jenis ikatan
Intansitas
2712.76-2903.41
C-H Alkana
Kuat
1530.96
C=C Aromatik
Berubah-ubah
1660.64
C=O Aldehid
Kuat
1162.30-1310.20
C-N Amina
Kuat
809.98
Para
Kuat
4.2  Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai uji spektroskopi FTIR dari hasil analisis sampel padatan terhadap senyawa P-dimethylaminobenzaldehida (p-DAB) yang terdiri dari 2 gugus alkil, gugus amina, benzen dan gugus aldehid. Sampel padat yang akan dianalisa yaitu sebanyak 1-2 mg P-dimetylaminobenzaldehida (p-DAB) yang dicampurkan dengan serbuk KBr sebanyak 250 mg dengan membentuk pellet untuk dianalisis.
Br berupa garam. KBr bersifat transparan dan inert (tidak dapat bereaksi dengan senyawa lain) dan tidak dapat menghasilkan serapan pada IR sehingga yang terlihat secara langsung adalah serapan dari sampel tersebut. Jika KBr terkontaminasi karena higroskopik, maka tidak akan mempengaruhi hasil karena akan muncul di daerah sidik jari. KBr berfungsi sebagai eksipien agar pellet yang dihasilkan dapat transparan sehingga sampel dapat terdeteksi spektranya, mengencerkan sampel agar konsntrasinya tidak terlalu pekat karena konsentrasi yang pekat akan menghasilkan spectrum yang tidak proporsional, meningkatkan kompatibilitas karena jika pelletnya tebal tidak akan dapat terbaca atau terlihat.
Senyawa tersebut dibuat pellet terlebih dahulu dengan menggunakan mortir agate dimana mortir ini memiliki pori-pori yang sangat kecil sehingga tidak akan mempengaruhi jumlah sampel yang digunakan, vaccum, per, pengepres, dua buah besi sebagai penghimpit pellet dengan posisi bagian permukaan halus yang dihimpitkan ke pellet, Di vakum selama 7 menit, pembuatan pelet tersebut harus dalam keadaan di vakum dan cepat karena KBr sifatnya higroskopis, yaitu mampu menyerap air dan udara sehingga pada spectrum bias terdapat puncak gugus OH, bila dalam pembuatan pelet tersebut tidak disegerakan atau tidak cepat serta dengan keadaannya yang tidak vakum. Vacum digunakan untuk meminimalisir udara yang terdapat dalam partikel-partikel pellet dan membuat pellet dapat memadat. Pellet yang dibuat harus bulat, pipih dan transparan karena agar dapat terlewati dan menerima interaksi dengan sinar infared yang ditembakkan melalui pellet. Jika pada pellet dibagian sisi retak, maka tidak akan mempengaruhi analisis selama bagian tengah tidak terjadi keretakan. Pada proses ini tidak dilakukannya blanko dengan menggunakan KBr, dikarenakan sinyal yang diserap tidak akan mempengaruhi sampel.
Alat yang digunakan yaitu spektroskopi FT-IR yang merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75-1000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm-1. Spektroskopi FT-IR digunakan untuk mengetahui tujuan kalibrasi alat FT-IR sebagai data untuk menjamin keakuratan pembaca frekuensi atau panjang gelombang yang dihasilkan, juga untuk menganalisis secara kualitatif yaitu ditentukannya ikatan kimia dari spektra vibrasi yang dihasilkan oleh senyawa pada panjang gelombang tertentu, meskipun pada sebagian kasus dapat digunakan juga untuk menganalisis secara kuantitatif namun jarang sekali digunakan yaitu dengan melakukan perhitungan tertentu dengan menggunakan intensitas, serta dapat mendeteksi suatu golongan dan gugus fungsi suatu senyawa. Prinsip kerja dari alat FTIR adalah interaksi antara materi berupa molekul senyawa kompleks dengan energi berupa sinar infared mengakibatkan molekul-molekul bervibrasi, dimana besarnya energi vibrasi tiap komponen molekul berbeda-beda tergantung pada atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya sehingga akan dihasilkan frekuensi yang berbeda.
Pada sampel 1 terdapat serapan senyawa aldehida di (1660.64 cm-1 ), amina tersier terdapat di (1162.30-1310.21 cm-1  ), alkana terdapat di (2712.96-2904.69 cm-1), benzen terdapat pada (1547.06-1596.98 cm-1 ), dan terdapat senyawa para di (809.98 cm-1 ). Pada sampel 2 terdapat serapan senyawa aldehida di (1660.64 cm-1 ), amina tersier terdapat di (1162.30-1310.20 cm-1  ), alkana terdapat di (2712.76-2903.41 cm-1), benzen terdapat pada (1530.96 cm-1 ), dan terdapat senyawa para di (809.98 cm-1 ).


Struktur kimia p-dimetilamino benzaldeehid


Dari gugus dapat terlihat bahwa amina yang dihasilkan sesuai dengan struktur di atas yaitu amina tersier. Gugus amina tidak dapat terdeteksi pada spektra/peak karena merupakan amina tersier (tidak lagi berikatan dengan H) sehingga perlu dilakukan analisis lanjut untuk mengetahui gugus ini.
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan data pengamatan yang telah didapatkan, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Spektrofotometer FTIR dapat mengidentifikasi gugus fungsi dan golongan senyawa p-dimetilaminobenzaldehid.
2.      Pada sampel 1 terdapat serapan senyawa aldehida di (1660.64 cm-1 ), amina tersier terdapat di (1162.30-1310.21 cm-1  ), alkana terdapat di (2712.96-2904.69 cm-1), benzen terdapat pada (1547.06-1596.98 cm-1 ), dan terdapat senyawa para di (809.98 cm-1 ).
3.      Pada sampel 2 terdapat serapan senyawa aldehida di (1660.64 cm-1 ), amina tersier terdapat di (1162.30-1310.20 cm-1  ), alkana terdapat di (2712.76-2903.41 cm-1), benzen terdapat pada (1530.96 cm-1 ), dan terdapat senyawa para di (809.98 cm-1 ).
4.      Senyawa yang terdeteksi yaitu p-dimetilaminobenzaldehid dengan bukti munculnya substitusi para, alkana, gugus amina tersier, cincin aromatik, dan gugus aldehid.








DAFTAR PUSTAKA
Basset, J.1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.Jakarta:EGC
Hendayana, Sumar, dkk.1994.Kimia Analitik Instrumen.Semarang: IKIP Press
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Basic Concepts of Analytical Chemistry.Jakarta:UI
Khopkar.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta.
Silverstein.2002. Identification of Organic Compound, 3rd Edition. John Wiley & Sons Ltd. Newyork.



LAMPIRAN

A.    Preparasi Sampel
B.     Alat Pengempres dan Vakum
C.     Hasil Preparasi



D.    Identifikasi Gugus Sampel
E.     Hasil

No comments:

Baban's Words Part 2

FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ