“BIOAVAILABILITAS DAN
BIOEKIVALENSI”
MAKALAH
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakokinetik
Akhir
Semester Genap 2018/2019
Oleh
Wilda
Dian Sari
066115075
6B
- FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2018
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda
kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat
manusia.
Terselesaikannya
Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang
berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Adapun tujuan penyusunan Makalah ini adalah sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakokinetik pada Semester
Genap Tahun Pelajaran 2018/2019 yang di ampu oleh dosen Min Rachminiwati,
M.SC., PH. D.
Do’a penyusun semoga segala bantuan yang telah
diberikan kepada penyusun dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari
bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi
materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun
mengucapkan terimakasih.
Bogor,
Juni 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
i
DAFTAR
ISI...................................................................................................
ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................
1
1.2 Tujuan........................................................................................................
1
1.2.1 Tujuan Penulisan...............................................................................
1
1.2.2
Tujuan Pembahasan...........................................................................
1
1.3 Rumusan Masalah.......................................................................................
2
1.4 Sistematika Penulisan.................................................................................
2
BAB II: LANDASAN
TEORI
2.1
Bioavailabilitas...........................................................................................
4
2.1.1 Definisi
Bioavailabilitas.....................................................................
5
2.1.2 Jenis
Bioavailabilitas..........................................................................
6
2.1.3 Tujuan
Bioavailabilitas......................................................................
6
2.1.4 Faktor
Bioavailabilitas.......................................................................
7
2.1.5 Uji
Bioavailabilitas............................................................................
9
2.2
Bioekuivalensi............................................................................................
9
2.2.1 Uji
Bioekuivalensi.............................................................................
9
2.3
Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi......................................................
10
2.4
Penerapan Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi....................................
11
BAB III: PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................
14
3.2
Saran...........................................................................................................
14
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
15
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Beberapa
obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi. Dari studi
biofarmasetik member fakta yang kuat bahwa metode formulasi dengan nyata
mempengaruhi bioavaibilitas obat tersebut.
Alasan
utama dilakukan suatu bioekivalensi oleh karena produk obat yang dianggap
ekuivalen farmasetik tidak memberikan efek terapetik yang sebanding pada
penderita. Studi bioekivalensi berguna daam membandingkan bioavaibilitas suatu
obat dari berbagai obat. Apabila produk-produk obat dinyatakan ekuivalensi,
maka efek terapetik dari produk-produk obat ini dianggap sama. Dengan ini
efeksifitas pengobatan akan dicapai dengan baik. Selain itu, ketersediaan
hayati juga menekankan tentang pembatasan atau pengaturan dan pemakaian obat
agar keamanan pemakaian obat dapat dijamin dan terhindar dari pengaruh toksik
atau efek yang tidak diinginkan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana dan
bagaimana obat telah tersedia didalam darah untuk mampu memberikan respon
klinik yang sesuai baik zat aktif tunggal maupun kombinasi beberapa zat aktif
dari suatu bentuk obat.
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan
Penulisan
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakokinetik pada
Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019 yang di ampu oleh dosen Min
Rachminiwati, M.SC., PH. D.
1.2.2
Tujuan
Pembahasan
a. Pembahasan
ini bagi kami berguna sebagai wahana latihan dalam pembuatan Makalah.
b. Dengan
adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita,
khususnya tentang bioavailabilitas dan bioekivalensi.
c. Mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan
dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi.
1.3
Rumusan Masalah
1. Apakah bioavailabilitas dan bioekuivalensi itu?
2. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam uji
bioavailabilitas dan bioekuivalensi?
1.4
Sistematika
Penulisan
Agar
sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.2.2 Tujuan Penulisan
1.2.2 Tujuan Pembahasan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN
TEORI
2.1
Bioavailabilitas
2.1.1 Definisi
Bioavailabilitas
2.1.2 Jenis
Bioavailabilitas
2.1.3 Tujuan
Bioavailabilitas
2.1.4 Faktor
Bioavailabilitas
2.1.5 Uji
Bioavailabilitas
2.2
Bioekuivalensi
2.2.1 Uji
Bioekuivalensi
2.3
Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi
2.4
Penerapan Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi
BAB III: PENUTUP
3.1
Kesimpulan.................................................................................................
13
3.2
Saran...........................................................................................................
13
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
14
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Bioavailabilitas
Bioavailabilitas
Obat Pada tahun 1960-an diketahui bahwa produk obat yang kandungan zat
berkasiatnya sama atau setara, memberikan efek terapetik yang berbeda. Terbukti
dua produk obat yang secara kimia setara (pada penilaian in vitro) dapat
memberikan perbedaan jumlah kadar obar yang dicapai dalam plasma darah
(penilaian in vitro). Hal ini disebabkan perbedaan jumlah zat berkhasiat yang
tersedia untuk memberikan efek terapetik.
Syarat
terpenting suatu produk obat adalah zat aktifnya dapat mencapai bagian tubuh
tempat obat itu diharapkan bekerja, serta dalam jumlah yang cukup untuk
memberikan respon farmakologis. Syarat ini disebut ketersediaan obat secara
biologis atau bioavailabilitas (biological availability). Biological
availability (ketersediaan biologis) adalah jumlah relatif obat atau zat aktif
suatu produk obat yang diabsoprsi, serta kecepatan obat itu masuk ke dalam
peredaran darah sistemik. Obat dinyatakan available (tersedia) jika setelah
diabsoprsi obat tersebut tersedia untuk bekerja pada jaringan yang dituju dan
memberikan efek farmakologis setelah berikatan dengan reseptor di jaringan
tersebut.
Pharmaceutical
availability (ketersediaan farmasetik) adalah ukuran untuk bagian obat yang in
vitro dilepaskan dari bentuk sediaannya dan siap diabsorpsi. Dengan kata lain,
kecepatan larut obat yang tersedia in vitro. Dari penelitian pharmaceutical
availability sediaan tablet diketahui bahwa setelah ditelan, tablet akan pecah
(terdesintegrasi) di dalam lambung menjadi granul-granul kecil. Setelah granul
pecah, zat aktif terlepas dan melarut (terdisolusi) di dalam cairan lambung
atau usus. Setelah melarut, obat tersedia untuk diabsorpsi. Peristiwa ini
disebut fase ketersediaan farmasetik. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa
obat yang diberikan dalam bentuk larutan, mencapai ketersediaan farmasetik
lebih cepat dibandingkan sediaan tablet, karena tidak mengalami tahap
desintegrasi. Pharmaceutical availability ditentukan secara in vitro di
laboratorium dengan mengukur kecepatan melarut zat aktif dalam waktu tertentu
(dissolution rate). Pengukuran ini menggunakan metode dan alat yang ditetapkan
oleh USP untuk meniru seakurat mungkin keadaan alami di dalam saluran cerna.
Sayangnya, cara penelitian yang praktis ini jarang memberikan hasil yang
berkorelasi dengan kadar obat dalam plasma in vivo, sehingga perlu dilanjutkan
dengan pengukuran bioavailabilitas obat. Biovailabilitas diukur secara in vivo
dengan menentukan kadar plasma obat setelah tercapai keadaan tunak (steady
state). Pada keadaan ini, terjadi kesetimbangan antara kadar obat di semua
jaringan tubuh dan kadar obat di plasma relatif konstan karena jumlah obat yang
diabsorpsi dan dieliminasi adalah sama. Umumnya terdapat korelasi yang baik
antara kadar plasma dan efek terapetik obat.
2.1.1
Definisi Bioavailabilitas
Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi
sistemik dalam bentuk aktif/utuh. Sedangkan bioekivalensi atau kesetaraan
biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk
aktif dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan
obat lain yang memiliki zat berkhasiat sama.
Bioavailabilitas adalah suatu istilah yang menyatakan
jumlah/proporsi (extent) obat yang diabsorbsi dan kecepatan (rate) yang
diabsorbsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F. hal ini biasanya
diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam
darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.
Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) didefinisikan
sebagai kecepatan dan jumlah (rate and extent) bahan aktif atau senyawa aktif
terserap dari produk obat dan menjadi tersedia di tempat kerjanya (FDA, 2014a).
Karena ketersediaan di tempat kerja (site of action) seringkali berkaitan erat
dengan kadar obat dalam darah, maka Pedoman ASEAN mengembangkan definisi
tersebut menjadi kecepatan dan jumlah bahan aktif atau senyawa aktif terserap
dari produk obat dan menjadi tersedia dalam peredaran darah (ASEAN, 2004). BPOM
memberikan definisi yang dikaitkan dengan cara pengukuran bahan aktifnya, yakni
persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang
mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah
pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu
atau dari ekskresinya dalam urin (BPOM, 2005a). Definisi yang diberikan BPOM
tersebut kurang sesuai untuk produk obat yang tidak ditujukan untuk diserap ke
dalam sistem peredaran darah, misalnya obat yang ditujukan untuk obat yang
bekerja lokal di saluran cerna.
2.1.2
Jenis Bioavailabilitas
Bioavailabilitas
terbagi menjadi dua, yaitu:
1.
Bioavailabilitas
absolute
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu
sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan
pemberian intra vena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan
bioavailabilitas secara intravena.
2.
Bioavailabilitas
relatif
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu
sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena.
2.1.3
Tujuan Bioavailabilitas
Tujuan
bioavailabilitas:
1.
Pengembangan
ilmu
2.
Pengembangan
produk/formulasi
3.
Pengembangan
senyawa baru
4.
Jaminan
mutu produk (quality control)
2.1.4
Faktor Bioavailabilitas
Biovailabilitas obat
sangat bergantung pada faktor:
1. Particle
Size
Kecepatan disolusi obat
berbanding lurus dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan. Semakin kecil
partikel, semakin luas permukaan obat, semakin mudah larut. Dengan memperkecil
ukuran partikel, dosis obat yang diberikan dapat diperkecil pula, sehingga
signifikan dari segi ekonomis. Terdapat hubungan linier antara kecepatan
absorpsi obat dengan logaritma luas permukaan.
2. Drug
Solubility
Pengaruh daya larut
obat bergantung pada sifat kimia (atau modifikasi kimiawi obat) dan sifat fisika
(atau modifikasi fisik obat).
Modifikasi Kimiawi Obat:
a. Pembentukan
Garam Obat yang terionisasi lebih mudah dalam air dari[pada bentuk tidak
terionisasi. Pembentukan garam ini terutama penting dalam hal zat aktif berada
dalam saluran cerna, kelarutan modifikasi sewaktu transit di dalam saluran
cerna, karena perbedaan pH lambung dan usus.
b. Pembentukan
Ester Daya larut dan kecepatan melarut obat dapat dimodifikasi dengan membentuk
ester. Secara umum, pembentukan ester memperlambat kelarutan obat.
3. Faktor
Fisika Kimia
a. pKa
dan Derajat Ionisasi Obat berupa larutan dalam air dapat diklasifikasi menjadi
3 kategori yaitu : Elektrolit kuat, Non elektrolit (tidak terdisosiasi) dan
Elektrolit lemah (campuran bentuk ion & molekul).
b. Koefisien
Partisi Lemak-Air Koefisien partisi menunjukkan rasio konsentrasi obat dalam 2
cairan yang tidak bercampur. Koefisien partisi merupakan indeks dari
solubilitas komparatif suatu zat dalam 2 solven. Koefisien partisi lemak-air digunakan
sebgai indikator penumpukan obat di dalam lemak tubuh.
4. Teknik
Formulasi
Faktor-faktor
manufaktur (pembuatan obat) dapat mengurangi bioavailabilitas obat:
a. Peningkatan
kompresi (tekanan) pada waktu pembuatan meningkatkan kekerasan tablet. Hal ini menyebabkan
waktu disolusi dan disintegrasi menjadi lebih lama.
b. Penambahan
jumlah bahan pengikat pada formula tablet atau granul akan meningkatkan
kekerasan tablet, mengakibatkan perpanjangan waktu disintegrasi dan disolusi.
c. Peningkatan
jumlah pelincir (lubricant) pada formula tablet akan mengurangi sifat
hidrofilik tablet sehingga sulit terbasahi (wetted). Hal ini memperpanjang waktu
disintegrasi dan disolusi.
d. Granul
yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan yang tinggi akan
menyebabkan peningkatan suhu kompresi, sehingga obat yang berbentuk kristal
mikro akan membentuk agregat yang lebih besar.
5. Excipient
Obat jarang diberikan
tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat dalam bentuk sediaan tertentu yang
membutuhkan bahan-bahan tambahan (excipients). Obat harus dilepaskan
(liberated) dari bentuk bentuk sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga
excipients dapat mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.
6. Bentuk
Sediaan
Kecepatan disolusi
sangat dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat.
7.
Subjek
Karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisi, dan
aktivitas tubuh (pada subjek yang sama)
8.
Rute
Pemberian
9.
Interaksi
Obat/Makanan
2.1.5
Uji Bioavailabilitas
Obat yang harus
diuji bioavailabilitas: Obat oral dengan pelepasan segera, yaitu:
1.
Nonlinear
farmakokinetik
2.
Obat
oral yang diberikan untuk kondisi segera
3.
Obat
oral dengan indeks terapi sempit
4.
Obat
oral dengan sifat fisikokimia tidak menguntungkan
Metode penentuan bioavailabilitas :
1.
Konsentrasi
obat dalam plasma
2.
Ekskresi
obat dalam urin
3.
Efek
farmakodinamik akut
4.
Observasi
klinik
5.
Metode
in vitro
2.2 Bioekivalensi
Bioekivalensi
(kesetaraan hayati) adalah kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk aktif
dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat lain yang
memiliki zat berkhasiat sama. Tidak adanya perbedaan signifikan dalam kecepatan
dan jumlah bahan aktif atau senyawa aktif dari produk ekivalen farmasetik atau
alternatif farmasetik yang tersedia di tempat kerja obat jika diberikan pada
dosis molar yang sama di bawah kondisi yang sama dalam penelitian yang didisain
dengan tepat (FDA, 2014a) → (21 CFR 320.1 (e)). Dua produk obat disebut
bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan
alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan
menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam
hal efikasi maupun keamanan.
2.2.1
Uji Bioekivalensi
Metode uji bioekivalensi:
1.
Uji
bioavailabilitas komparatif
2.
Uji
farmakodinamik komparatif
3.
Uji
disolusi in vitro komparatif
Rancangan
dan pelaksanaan uji bioekivalensi :
1.
Harus
mengikuti Pedoman Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB)
2.
Protokol
harus lolos kajian ilmiah dan kajian etik sebelum penelitian dimulai
3.
Protokol
harus mendapat persetujuan BPOM sebelum penelitian dimulai
2.3
Uji Bioavailabilitas dan Uji
Bioekivalensi
Uji bioavalabilitas digunakan untuk menilai
farmakokinetik dan kinerja produk obat terkait dengan penyerapan, distribusi,
dan eliminasi obat in vivo. Sedangkan uji bioekivalensi menitikberatkan pada
perbandingan formulasi berdasarkan analisa yang lebih difokuskan pada pelepasan
bahan aktif (atau senyawa aktif) dari produk obat dan penyerapannya ke dalam
peredaran sistemik.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam rancangan percobaan bioavailabilitas/bioekivalensi:
1.
Sediaan
pembanding
2.
Subjek
percobaan dan kriteria
3.
Jumlah
subjek
4.
Desain
percobaan
5.
Interval
waktu pemberian
6.
Modalitas
pengambilan sampel
7.
Senyawa
yang akan dianalisis dan metodenya
8.
Frekuensi
dan waktu pengambilan sampel
9.
Jenis
sampel yang akan dikumpulkan
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam uji bioavailabilitas/bioekivalensi:
1.
Adanya
pemahaman terhadap farmakokinetik obat (adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasi).
2.
Pemilihan
metode analisis yang tepat : hal ini diperlukan untuk mengetahui efek samping,
efek toksik, penanganan terhadap efek-efek tersebut.
3.
Stabilitas
obat dalam sampel.
4.
Penyusunan
percobaan protocol yang tepat.
2.4
Penerapan
Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Penerapan uji bioavalabilitas dan bioekivalensi
Untuk obat baru dan produk obat baru, uji BA difokuskan pada penentuan
bagaimana obat dilepas dari sediaan dan bergerak ke tempat kerjanya. (FDA,
2003a). Dokumentasi uji BA dapat digunakan untuk menilai kinerja produk obat
yang digunakan dalam uji klinis untuk mendapatkan bukti keamanan dan
efikasinya. Dari sisi farmakokinetik, data uji BA digunakan untuk estimasi
fraksi obat yang dapat diserap dari produk obat yang diberikan secara oral. Uji
BA juga memberikan informasi farmakokinetik obat terkait dengan distribusi,
eliminasi, efek nutrient terhadap penyerapan, proporsionalitas dosis,
lienaritas farmakokinetik senyawa aktif dan, jika perlu, senyawa tidak aktif.
Secara tidak langsung, data BA dapat meberikan informasi sifat obat sebelum
masuk ke sirkulasi sistemik, seperti permeabilitas dan pengaruh enzim-enzim
presistemik dan/atau transporter .
Untuk obat baru dan produk obat baru, uji BE digunakan
untuk membandingkan (1) formulasi awal dan akhir uji klinis; (2) formulasi yang
digunakan dalam uji klinis dan uji stabilitasi, jika ada perbedaan; (3)
formulasi uji klinis dan produk obat yang akan dipasarkan, jika ada perbedaan;
(4) ekivalensi produk antar-potensi (FDA, 2014a). Sedangkan untuk obat copy
baru, uji BE akan diminta pada saat registrasi untuk menunjukkan bahwa produk
yang diregistrasikan ekivalen farmasetik dan bioekivalen terhadap produk
referensi, yakni produk originator (FDA, 2003a). Pasca persetujuan registrasi,
uji BE juga bisa diterapkan jika terjadi perubahan pada formulasi
dan/atau proses manufaktur, sepanjang daur hidup produk. FDA memberikan pedoman
tingkat perubahan untuk menentukan apakah perubahan tersebut mengharuskan uji
BE ulang atau cukup dengan uji komparasi in vitro.
Dua sediaan obat berekuivalensi kimia tetapi
tidak berekuivalensi biologik dikatakan bio in ekuivalensi. Perbedaan
bioavailabilitas sampai dengan 10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang
berarti dalam efek kliniknya artinya memperlihatkan ekuivalensi (BE) dengan
obat inovatornya (obat pendahulu, dan dijadikan referensi untuk sediaan-sediaan
obat yang diproduksi berikutnya oleh perusahaan farmasi lain) dapat diklaim
sebagai obat yang memiliki kualitas setara dengan obat innovator.
Produk obat dapat dinyatakan sebagai ekivalen
farmasetik jika mengandung bahan aktif yang identik, baik secara jenis maupun
kekuatan, dalam bentuk sediaan dan jalur penghantaran yang sama. Produk
ekivalen farmasetik juga harus memenuhi persyaratan kompendial atau standar
lain yang berlaku, yakni dalam kekuatan, kualitas, kemurnian, dan identitas.
Tetapi, produk ekivalen farmasetik tidak perlu sama dalam hal karakteristik
seperti bentuk, konfigurasi garis pemecah (scoring), mekanisme pelepasan,
kemasan, eksipien, waktu daluarsa, dan, dalam batas tertentu, penandaan dan
cara penyimpanan (FDA, 2015).
Adanya perbedaan eksipien dan/atau proses manufaktur
dapat menyebabkan perbedaan kecepatan disolusi dan/atau penyerapan obat,
sehingga produk yang ekivalen farmasetik tidak serta merta bioekivalen. Karena
itu, perlu adanya pembuktian bahwa suatu produk yang ekivalen farmasetik juga
bioekivalen untuk menjamin produk tersebut ekivalen terapetik Produk obat dapat
disebut alternatif farmasetik jika mengandung senyawa aktif (active moiety)
yang sama, tetapi berbeda garam, ester, atau kompleks dari senyawa tersebut,
atau berbeda bentuk sediaan atau kekuatan. Perbedaan bentuk sediaan dan
kekuatan dalam satu line produk dari manufakturer yang sama dapat disebut
sebagai alternatif farmasetik. Demikian halnya dengan produk lepas-lambat jika
dibandingkan dengan produk lepas-segera dengan bahan aktif yang sama.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa bioavailabilitas
adalah presentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan
dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya, sedangkan bioekivalensi yaitu
suatu proses dengan innovator produk yang telah dipasarkan dan memiliki data
valid tentang etikasi dan keamanannya.
Sediaan obat yang dinyatakan lulus uji
bioavailabilitas dan uji bioekivalensi terhadap produk innovator berarti
memiliki kualitas yang sama dengan produk innovator, dan produk inilah yang
dapat dijadikan alternatif selain produk innovator.
3.2
Saran
Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan
bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat. Dan dalam menguji
bioavailabilitas dan bioekivalensi dapat berpedoman pada
parameter-parameternya, sehingga hasil uji yang kita dapatkan lebih akurat dan
tingkat keamannya dengan memperhatikan hal-hal penting dalam proses pengujian.
DAFTAR
PUSTAKA
Hakim, lukman. 2002. Farmakokinetika. Yogyakarta:Bursa buku
Husniah, r. 2007. Obat-obat penting. Jakarta:Elex media komputindo
Shargel, l. Dan yu. 2005. Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan.
Edisi 2. Surabaya:Airlangga university press
No comments:
Post a Comment