Friday, June 8, 2018

Makalah Bioavailabilitas dan Bioekivalensi




“BIOAVAILABILITAS DAN BIOEKIVALENSI”
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakokinetik
Akhir Semester Genap 2018/2019


Oleh
Wilda Dian Sari
066115075
6B - FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2018
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Terselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Adapun tujuan penyusunan Makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakokinetik pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019 yang di ampu oleh dosen Min Rachminiwati, M.SC., PH. D.
Do’a penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan terimakasih.

Bogor, Juni  2018

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2   Tujuan........................................................................................................ 1
1.2.1   Tujuan Penulisan............................................................................... 1
1.2.2 Tujuan Pembahasan........................................................................... 1
1.3 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan................................................................................. 2
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1 Bioavailabilitas........................................................................................... 4
2.1.1 Definisi Bioavailabilitas..................................................................... 5
2.1.2 Jenis Bioavailabilitas.......................................................................... 6
2.1.3 Tujuan Bioavailabilitas...................................................................... 6
2.1.4 Faktor Bioavailabilitas....................................................................... 7
2.1.5 Uji Bioavailabilitas............................................................................ 9
2.2 Bioekuivalensi............................................................................................ 9
2.2.1 Uji Bioekuivalensi............................................................................. 9
2.3 Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi...................................................... 10
2.4 Penerapan Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi.................................... 11
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 14
3.2 Saran........................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Beberapa obat dibuat dan dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi. Dari studi biofarmasetik member fakta yang kuat bahwa metode formulasi dengan nyata mempengaruhi bioavaibilitas obat tersebut.
Alasan utama dilakukan suatu bioekivalensi oleh karena produk obat yang dianggap ekuivalen farmasetik tidak memberikan efek terapetik yang sebanding pada penderita. Studi bioekivalensi berguna daam membandingkan bioavaibilitas suatu obat dari berbagai obat. Apabila produk-produk obat dinyatakan ekuivalensi, maka efek terapetik dari produk-produk obat ini dianggap sama. Dengan ini efeksifitas pengobatan akan dicapai dengan baik. Selain itu, ketersediaan hayati juga menekankan tentang pembatasan atau pengaturan dan pemakaian obat agar keamanan pemakaian obat dapat dijamin dan terhindar dari pengaruh toksik atau efek yang tidak diinginkan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana dan bagaimana obat telah tersedia didalam darah untuk mampu memberikan respon klinik yang sesuai baik zat aktif tunggal maupun kombinasi beberapa zat aktif dari suatu bentuk obat.

1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Farmakokinetik pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2018/2019 yang di ampu oleh dosen Min Rachminiwati, M.SC., PH. D.

1.2.2        Tujuan Pembahasan
a.       Pembahasan ini bagi kami berguna sebagai wahana latihan dalam pembuatan Makalah.
b.      Dengan adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang bioavailabilitas dan bioekivalensi.
c.       Mengetahui hal-hal apa saja yang harus diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi.  
1.3  Rumusan Masalah
1.      Apakah bioavailabilitas dan bioekuivalensi itu?
2.      Apa saja yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas dan bioekuivalensi?

1.4  Sistematika Penulisan
Agar sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
1.2  Tujuan
1.2.2   Tujuan Penulisan
      1.2.2 Tujuan Pembahasan
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1 Bioavailabilitas
2.1.1 Definisi Bioavailabilitas
2.1.2 Jenis Bioavailabilitas
2.1.3 Tujuan Bioavailabilitas
2.1.4 Faktor Bioavailabilitas
2.1.5 Uji Bioavailabilitas
2.2 Bioekuivalensi
2.2.1 Uji Bioekuivalensi
2.3 Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi
2.4 Penerapan Uji Bioavailabilitas dan Bioekuivalensi
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................. 13
3.2 Saran........................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14




BAB II
DASAR TEORI

2.1  Bioavailabilitas
Bioavailabilitas Obat Pada tahun 1960-an diketahui bahwa produk obat yang kandungan zat berkasiatnya sama atau setara, memberikan efek terapetik yang berbeda. Terbukti dua produk obat yang secara kimia setara (pada penilaian in vitro) dapat memberikan perbedaan jumlah kadar obar yang dicapai dalam plasma darah (penilaian in vitro). Hal ini disebabkan perbedaan jumlah zat berkhasiat yang tersedia untuk memberikan efek terapetik.
Syarat terpenting suatu produk obat adalah zat aktifnya dapat mencapai bagian tubuh tempat obat itu diharapkan bekerja, serta dalam jumlah yang cukup untuk memberikan respon farmakologis. Syarat ini disebut ketersediaan obat secara biologis atau bioavailabilitas (biological availability). Biological availability (ketersediaan biologis) adalah jumlah relatif obat atau zat aktif suatu produk obat yang diabsoprsi, serta kecepatan obat itu masuk ke dalam peredaran darah sistemik. Obat dinyatakan available (tersedia) jika setelah diabsoprsi obat tersebut tersedia untuk bekerja pada jaringan yang dituju dan memberikan efek farmakologis setelah berikatan dengan reseptor di jaringan tersebut.
Pharmaceutical availability (ketersediaan farmasetik) adalah ukuran untuk bagian obat yang in vitro dilepaskan dari bentuk sediaannya dan siap diabsorpsi. Dengan kata lain, kecepatan larut obat yang tersedia in vitro. Dari penelitian pharmaceutical availability sediaan tablet diketahui bahwa setelah ditelan, tablet akan pecah (terdesintegrasi) di dalam lambung menjadi granul-granul kecil. Setelah granul pecah, zat aktif terlepas dan melarut (terdisolusi) di dalam cairan lambung atau usus. Setelah melarut, obat tersedia untuk diabsorpsi. Peristiwa ini disebut fase ketersediaan farmasetik. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa obat yang diberikan dalam bentuk larutan, mencapai ketersediaan farmasetik lebih cepat dibandingkan sediaan tablet, karena tidak mengalami tahap desintegrasi. Pharmaceutical availability ditentukan secara in vitro di laboratorium dengan mengukur kecepatan melarut zat aktif dalam waktu tertentu (dissolution rate). Pengukuran ini menggunakan metode dan alat yang ditetapkan oleh USP untuk meniru seakurat mungkin keadaan alami di dalam saluran cerna. Sayangnya, cara penelitian yang praktis ini jarang memberikan hasil yang berkorelasi dengan kadar obat dalam plasma in vivo, sehingga perlu dilanjutkan dengan pengukuran bioavailabilitas obat. Biovailabilitas diukur secara in vivo dengan menentukan kadar plasma obat setelah tercapai keadaan tunak (steady state). Pada keadaan ini, terjadi kesetimbangan antara kadar obat di semua jaringan tubuh dan kadar obat di plasma relatif konstan karena jumlah obat yang diabsorpsi dan dieliminasi adalah sama. Umumnya terdapat korelasi yang baik antara kadar plasma dan efek terapetik obat.

2.1.1        Definisi Bioavailabilitas
Bioavailabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik  dalam bentuk aktif/utuh. Sedangkan bioekivalensi atau kesetaraan biologis dapat diartikan sebagai kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk aktif  dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat lain yang memiliki zat berkhasiat sama.
Bioavailabilitas adalah suatu istilah yang menyatakan jumlah/proporsi (extent) obat yang diabsorbsi dan kecepatan (rate) yang diabsorbsi itu terjadi. Extent biasanya dinyatakan dalam F. hal ini biasanya diukur dari perkembangan kadar obat (zat aktif) atau metabolit aktifnya dalam darah dan eksresinya dalam urin terhadap waktu.
Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) didefinisikan sebagai kecepatan dan jumlah (rate and extent) bahan aktif atau senyawa aktif terserap dari produk obat dan menjadi tersedia di tempat kerjanya (FDA, 2014a). Karena ketersediaan di tempat kerja (site of action) seringkali berkaitan erat dengan kadar obat dalam darah, maka Pedoman ASEAN mengembangkan definisi tersebut menjadi kecepatan dan jumlah bahan aktif atau senyawa aktif terserap dari produk obat dan menjadi tersedia dalam peredaran darah (ASEAN, 2004). BPOM memberikan definisi yang dikaitkan dengan cara pengukuran bahan aktifnya, yakni persentase dan kecepatan zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam urin (BPOM, 2005a). Definisi yang diberikan BPOM tersebut kurang sesuai untuk produk obat yang tidak ditujukan untuk diserap ke dalam sistem peredaran darah, misalnya obat yang ditujukan untuk obat yang bekerja lokal di saluran cerna.

2.1.2        Jenis Bioavailabilitas
Bioavailabilitas terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Bioavailabilitas absolute
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bioavailabilitas zat aktif tersebut dengan pemberian intra vena. Bioavailabilitas suatu produk obat dibandingkan dengan bioavailabilitas secara intravena.
2.      Bioavailabilitas relatif 
Bioavailabilitas zat aktif yang mencapai sirkulasi sistemik dari suatu sediaan obat dibandingkan dengan bentuk sediaan lain selain intra vena.

2.1.3        Tujuan Bioavailabilitas
Tujuan bioavailabilitas:
1.      Pengembangan ilmu
2.      Pengembangan produk/formulasi
3.      Pengembangan senyawa baru
4.      Jaminan mutu produk (quality control)



2.1.4        Faktor Bioavailabilitas
Biovailabilitas obat sangat bergantung pada faktor:
1.      Particle Size
Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan obat, semakin mudah larut. Dengan memperkecil ukuran partikel, dosis obat yang diberikan dapat diperkecil pula, sehingga signifikan dari segi ekonomis. Terdapat hubungan linier antara kecepatan absorpsi obat dengan logaritma luas permukaan.
2.      Drug Solubility
Pengaruh daya larut obat bergantung pada sifat kimia (atau modifikasi kimiawi obat) dan sifat fisika (atau modifikasi fisik obat).
Modifikasi Kimiawi Obat:
a.       Pembentukan Garam Obat yang terionisasi lebih mudah dalam air dari[pada bentuk tidak terionisasi. Pembentukan garam ini terutama penting dalam hal zat aktif berada dalam saluran cerna, kelarutan modifikasi sewaktu transit di dalam saluran cerna, karena perbedaan pH lambung dan usus.
b.      Pembentukan Ester Daya larut dan kecepatan melarut obat dapat dimodifikasi dengan membentuk ester. Secara umum, pembentukan ester memperlambat kelarutan obat.
3.      Faktor Fisika Kimia
a.       pKa dan Derajat Ionisasi Obat berupa larutan dalam air dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori yaitu : Elektrolit kuat, Non elektrolit (tidak terdisosiasi) dan Elektrolit lemah (campuran bentuk ion & molekul).
b.      Koefisien Partisi Lemak-Air Koefisien partisi menunjukkan rasio konsentrasi obat dalam 2 cairan yang tidak bercampur. Koefisien partisi merupakan indeks dari solubilitas komparatif suatu zat dalam 2 solven. Koefisien partisi lemak-air digunakan sebgai indikator penumpukan obat di dalam lemak tubuh.
4.      Teknik Formulasi
Faktor-faktor manufaktur (pembuatan obat) dapat mengurangi bioavailabilitas obat:
a.       Peningkatan kompresi (tekanan) pada waktu pembuatan meningkatkan kekerasan tablet. Hal ini menyebabkan waktu disolusi dan disintegrasi menjadi lebih lama.
b.      Penambahan jumlah bahan pengikat pada formula tablet atau granul akan meningkatkan kekerasan tablet, mengakibatkan perpanjangan waktu disintegrasi dan disolusi.
c.       Peningkatan jumlah pelincir (lubricant) pada formula tablet akan mengurangi sifat hidrofilik tablet sehingga sulit terbasahi (wetted). Hal ini memperpanjang waktu disintegrasi dan disolusi.
d.      Granul yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan yang tinggi akan menyebabkan peningkatan suhu kompresi, sehingga obat yang berbentuk kristal mikro akan membentuk agregat yang lebih besar.
5.      Excipient
Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat dalam bentuk sediaan tertentu yang membutuhkan bahan-bahan tambahan (excipients). Obat harus dilepaskan (liberated) dari bentuk bentuk sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga excipients dapat mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.
6.      Bentuk Sediaan
Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat.
7.      Subjek
Karakteristik subjek (umur, bobot badan), kondisi patologis, posisi, dan aktivitas tubuh (pada subjek yang sama)
8.      Rute Pemberian
9.      Interaksi Obat/Makanan



2.1.5        Uji Bioavailabilitas
Obat yang harus diuji bioavailabilitas: Obat oral dengan pelepasan segera, yaitu:
1.      Nonlinear farmakokinetik
2.      Obat oral yang diberikan untuk kondisi segera
3.      Obat oral dengan indeks terapi sempit
4.      Obat oral dengan sifat fisikokimia tidak menguntungkan

Metode penentuan bioavailabilitas :
1.      Konsentrasi obat dalam plasma
2.      Ekskresi obat dalam urin
3.      Efek farmakodinamik akut
4.      Observasi klinik
5.      Metode in vitro   

2.2  Bioekivalensi
Bioekivalensi (kesetaraan hayati) adalah kesetaraan kadar atau jumlah obat bentuk aktif  dalam darah dan jaringan antara satu sediaan obat dengan sediaan obat lain yang memiliki zat berkhasiat sama. Tidak adanya perbedaan signifikan dalam kecepatan dan jumlah bahan aktif atau senyawa aktif dari produk ekivalen farmasetik atau alternatif farmasetik yang tersedia di tempat kerja obat jika diberikan pada dosis molar yang sama di bawah kondisi yang sama dalam penelitian yang didisain dengan tepat (FDA, 2014a) → (21 CFR 320.1 (e)). Dua produk obat disebut bioekivalen jika keduanya mempunyai ekivalensi farmasetik atau merupakan alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan menghasilkan bioavailabilitas yang sebanding sehingga efeknya akan sama, dalam hal efikasi maupun keamanan.

2.2.1        Uji Bioekivalensi
Metode uji bioekivalensi:
1.      Uji bioavailabilitas komparatif
2.      Uji farmakodinamik komparatif
3.      Uji disolusi in vitro komparatif
Rancangan dan pelaksanaan uji bioekivalensi :
1.      Harus mengikuti Pedoman Cara Uji Klinis yang Baik (CUKB)
2.      Protokol harus lolos kajian ilmiah dan kajian etik sebelum penelitian dimulai
3.      Protokol harus mendapat persetujuan BPOM sebelum penelitian dimulai

2.3  Uji Bioavailabilitas dan Uji Bioekivalensi
Uji bioavalabilitas digunakan untuk menilai farmakokinetik dan kinerja produk obat terkait dengan penyerapan, distribusi, dan eliminasi obat in vivo. Sedangkan uji bioekivalensi menitikberatkan pada perbandingan formulasi berdasarkan analisa yang lebih difokuskan pada pelepasan bahan aktif (atau senyawa aktif) dari produk obat dan penyerapannya ke dalam peredaran sistemik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rancangan percobaan bioavailabilitas/bioekivalensi:
1.            Sediaan pembanding
2.            Subjek percobaan dan kriteria
3.            Jumlah subjek
4.            Desain percobaan
5.            Interval waktu pemberian
6.            Modalitas pengambilan sampel
7.            Senyawa yang akan dianalisis dan metodenya
8.            Frekuensi dan waktu pengambilan sampel
9.            Jenis sampel yang akan dikumpulkan

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji bioavailabilitas/bioekivalensi:
1.      Adanya pemahaman terhadap farmakokinetik obat (adsorbsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi).
2.      Pemilihan metode analisis yang tepat : hal ini diperlukan untuk mengetahui efek samping, efek toksik, penanganan terhadap efek-efek tersebut.
3.      Stabilitas obat dalam sampel.
4.      Penyusunan percobaan protocol yang tepat.

2.4  Penerapan Uji Bioavailabilitas dan Bioekivalensi
Penerapan  uji bioavalabilitas dan bioekivalensi Untuk obat baru dan produk obat baru, uji BA difokuskan pada penentuan bagaimana obat dilepas dari sediaan dan bergerak ke tempat kerjanya. (FDA, 2003a). Dokumentasi uji BA dapat digunakan untuk menilai kinerja produk obat yang digunakan dalam uji klinis untuk mendapatkan bukti keamanan dan efikasinya. Dari sisi farmakokinetik, data uji BA digunakan untuk estimasi fraksi obat yang dapat diserap dari produk obat yang diberikan secara oral. Uji BA juga memberikan informasi farmakokinetik obat terkait dengan distribusi, eliminasi, efek nutrient terhadap penyerapan, proporsionalitas dosis, lienaritas farmakokinetik senyawa aktif dan, jika perlu, senyawa tidak aktif. Secara tidak langsung, data BA dapat meberikan informasi sifat obat sebelum masuk ke sirkulasi sistemik, seperti permeabilitas dan pengaruh enzim-enzim presistemik dan/atau transporter .
Untuk obat baru dan produk obat baru, uji BE digunakan untuk membandingkan (1) formulasi awal dan akhir uji klinis; (2) formulasi yang digunakan dalam uji klinis dan uji stabilitasi, jika ada perbedaan; (3) formulasi uji klinis dan produk obat yang akan dipasarkan, jika ada perbedaan; (4) ekivalensi produk antar-potensi (FDA, 2014a). Sedangkan untuk obat copy baru, uji BE akan diminta pada saat registrasi untuk menunjukkan bahwa produk yang diregistrasikan ekivalen farmasetik dan bioekivalen terhadap produk referensi, yakni produk originator (FDA, 2003a). Pasca persetujuan registrasi, uji BE juga bisa diterapkan jika terjadi perubahan  pada formulasi dan/atau proses manufaktur, sepanjang daur hidup produk. FDA memberikan pedoman tingkat perubahan untuk menentukan apakah perubahan tersebut mengharuskan uji BE ulang atau cukup dengan uji komparasi in vitro.
Dua sediaan obat berekuivalensi  kimia tetapi tidak berekuivalensi biologik dikatakan bio in ekuivalensi. Perbedaan bioavailabilitas sampai dengan 10% umumnya tidak menimbulkan perbedaan yang berarti dalam efek kliniknya artinya memperlihatkan ekuivalensi (BE) dengan obat inovatornya (obat pendahulu, dan dijadikan referensi untuk sediaan-sediaan obat yang diproduksi berikutnya oleh perusahaan farmasi lain) dapat diklaim sebagai obat yang memiliki kualitas setara dengan obat innovator.
Produk obat dapat dinyatakan sebagai ekivalen farmasetik jika mengandung bahan aktif yang identik, baik secara jenis maupun kekuatan, dalam bentuk sediaan dan jalur penghantaran yang sama. Produk ekivalen farmasetik juga harus memenuhi persyaratan kompendial atau standar lain yang berlaku, yakni dalam kekuatan, kualitas, kemurnian, dan identitas. Tetapi, produk ekivalen farmasetik tidak perlu sama dalam hal karakteristik seperti bentuk, konfigurasi garis pemecah (scoring), mekanisme pelepasan, kemasan, eksipien, waktu daluarsa, dan, dalam batas tertentu, penandaan dan cara penyimpanan (FDA, 2015).
Adanya perbedaan eksipien dan/atau proses manufaktur dapat menyebabkan perbedaan kecepatan disolusi dan/atau penyerapan obat, sehingga produk yang ekivalen farmasetik tidak serta merta bioekivalen. Karena itu, perlu adanya pembuktian bahwa suatu produk yang ekivalen farmasetik juga bioekivalen untuk menjamin produk tersebut ekivalen terapetik Produk obat dapat disebut alternatif farmasetik jika mengandung senyawa aktif (active moiety) yang sama, tetapi berbeda garam, ester, atau kompleks dari senyawa tersebut, atau berbeda bentuk sediaan atau kekuatan. Perbedaan bentuk sediaan dan kekuatan dalam satu line produk dari manufakturer yang sama dapat disebut sebagai alternatif farmasetik. Demikian halnya dengan produk lepas-lambat jika dibandingkan dengan produk lepas-segera dengan bahan aktif yang sama.


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa bioavailabilitas adalah presentase obat yang diabsorbsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia, untuk melakukan efek terapeutisnya, sedangkan bioekivalensi yaitu suatu proses dengan innovator produk yang telah dipasarkan dan memiliki data valid tentang etikasi dan keamanannya.
Sediaan obat yang dinyatakan lulus uji bioavailabilitas dan uji bioekivalensi terhadap produk innovator berarti memiliki kualitas yang sama dengan produk innovator, dan produk inilah yang dapat dijadikan alternatif selain produk innovator.

3.2  Saran
Studi bioekivalensi berguna dalam membandingkan bioavailabilitas suatu obat dari berbagai produk obat. Dan dalam menguji bioavailabilitas dan bioekivalensi dapat berpedoman pada parameter-parameternya, sehingga hasil uji yang kita dapatkan lebih akurat dan tingkat keamannya dengan memperhatikan hal-hal penting dalam proses pengujian.





DAFTAR PUSTAKA

Hakim, lukman. 2002. Farmakokinetika. Yogyakarta:Bursa buku
Husniah, r. 2007. Obat-obat penting. Jakarta:Elex media komputindo
Shargel, l. Dan yu. 2005. Biofarmasetika dan farmakokinetika terapan. Edisi 2. Surabaya:Airlangga university press

No comments:

Baban's Words Part 2

FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ