Thursday, June 28, 2018

Aku Disini

Kau dimana?
Ah sudahlah, aku tak peduli itu.
Aku disini.

-Kisah Theyia

Saturday, June 9, 2018

Artikel Demam Tifoid


“PARAFRASE ARTIKEL”
ARTIKEL
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian
Akhir Semester Genap 2018/2019
Description: Description: LOGO UNPAK





Oleh
Wilda Dian Sari
066115075
6B - FARMASI

PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2018





1.     DEMAM TIFUS
Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan penyakit Demam Tipes. Benarkah penyakit ini disebabkan oleh terlalu kelelahan? Atau penyebab lainnya?

Demam tifus adalah infeksi saluran pencernaan oleh bakteri Salmonella typhi (S.typhi), yang kemudian akan menyebar ke hati, limpa dan kantung empedu. Bakteri Salmonella typhi dapat bertahan dalam suasana asam di lambung sehingga dapat menginfeksi usus Demam tifus dapat menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi atau melalui kontak fisik dengan seseorang yang terinfeksi. Tanda dan gejala biasanya termasuk demam tinggi, sakit kepala, sakit perut, sembelit atau diare.
Bagaimana Thypoid terdiagnosa?
Berkonsultasi dengan dokter terkait tanda dan gejala yang terjadi dan pemeriksaan selanjutnya untuk pemastian diagnosa thypoid :
·       Pemeriksaan pada feses, darah dan urine
·       Tes Widal
Tanda dan gejala demam tifus
Periode inkubasi bakteri adalah waktu dari mulai tubuh terinfeksi (kuman masuk kedalam tubuh) hingga munculnya gejala. Hal ini bergantung pada jumlah bakteri yang masuk. Timbulnya gejala biasa terjadi antara tujuh hingga empat belas hari setelah tubuh terinfeksi, namun bisa lebih singkat (tiga hari setelah terinfeksi) atau tertunda hingga 30 hari. Tanpa dilakukan penanganan dan terapi yang benar, penyakit dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Gejala dapat bervariasi dari ringan hingga parah dan dapat mengancam jiwa. Berikut beberapa tanda dan gejala :
·       Terjadi demam yang semakin meningkat secara bertahap dari hari ke hari, hingga mencapai suhu 40,50 C.
·       Sakit kepala
·       Tubuh menjadi lemah dan lemas
·       Mual
·       Nyeri pada otot
·       Berkeringat dingin
·       Batuk kering
·       Kehilangan nafsu makan dan terjadi penurunan berat badan.
·       Nyeri pada perut
·       Terjadi diare atau konstipasi/sembelit
Bagaimana cara penularan demam tifus
Penyebaran demam thypoid dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Orang yang terinfeksi bakteri thypoid dapat mencemari sumber air dilingkungannya melalui feses (tinja) yang mengandung konsentrasi tinggi bakteri. Kuman dapat hidup pada feses (tinja) dan urine dari orang yang terinfeksi. Bakteri dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam air atau limbah kering. Manusia adalah satu-satunya pembawa kuman thypoid.
Bagaimana tifus berkembang didalam tubuh ?
Kuman memasuki tubuh melalui usus dan berkembang biak pada kelenjar dan pembuluh getah bening (sistem kekebalan tubuh). Kemudian kuman memasuki aliran darah dan menyebabkan terjadinya gejala sakit kepala dan suhu tinggi (demam). Melalui aliran darah kuman memasuki berbagai organ seperti hati, limfa, kandung empedu, dan sumsum tulang.
Faktor resiko Thypoid
Hidup dan tinggal pada lingkungan dimana demam thypoid sering terjadi maka akan meningkatkan resiko terinfeksi kuman thypoid :
·       Melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi kuman thypoid.
·       Mengkonsumsi air yang terkontaminasi oleh Salmonella typhi.
·       Bekerja atau melakukan perjalanan ke daerah-daerah dimana demam thyphoid berkembang.
Komplikasi Thypoid
·       Terjadi pendarahan
·       Infeksi pada otot jantung (myocarditis)
·       Infeksi pada sistem saraf (encephalitis)
·       Infeksi hati dan kandung empedu
·       Terkadang dapat terjadi radang pankreas
·       Terkadang dapat terjadi gagal ginjal.
·       Infeksi pada seluruh tubuh.
·       Mengalami dehidrasi (kekurangan cairan pada tubuh).
·       Terkadang terjadi penurunan sel trombosit dalam darah
Penanganan Thypoid
Berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan terpai pengobatan yang tepat seperti:
·       Penggunaan obat golongan antibiotic
·       Mengkonsumsi cairan
·       Pengobatan untuk meredakan gejala seperti pemberian obat untuk menurunkan suhu tubuh. 
Upaya pencegahan dan penyembuhan terhadap penyebaran dan penularan thypoid dapat dengan mudah dilakukan:
1.     Istirahat penuh di tempat tidur selama minimal 3 hari.
2.     Untuk sementara makan makanan yang lunak / lembut. Makan hanya makanan yang baru saja dimasak hingga matang.
3.     Minum 8 – 10 gelas air sehari untuk mencegah dehidrasi akibat demam atau diare.
4.     Jangan makan buah yang sudah dipotong lama.
5.     Jauhi makanan yang mengandung sayuran mentah.
6.     Tutup makanan di meja dengan tudung atau simpan dengan baik di lemari
7.     Cuci tangan secara menyeluruh dengan sabun dan air
8.     Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
9.     Melakukan vaksinasi.
Sumber :

Penulis                        : Viva Health Indonesia
Judul artikel    : Demam Tifus
Tahun              : 2018
Kutipan           : -
Paraphrase      :
Demam tifus adalah infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi (S.typhi). Bakteri Salmonella typhi dapat bertahan dalam suasana asam di lambung sehingga dapat menginfeksi usus. Sebetulnya penyakit ini sudah sangat jarang ditemukan di negara-negara maju yang tingkat sanitasinya jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang. Meskipun seseorang telah sembuh dari tifus, di dalam tubuhnya masih mungkin terdapat bakteri S.typhi selama beberapa tahun, sehingga yang bersangkutan dapat mengalami kekambuhan.
Periode inkubasi bakteri adalah waktu dari mulai tubuh terinfeksi (kuman masuk kedalam tubuh) hingga munculnya gejala. Hal ini bergantung pada jumlah bakteri yang masuk. Timbulnya gejala biasa terjadi antara tujuh hingga empat belas hari setelah tubuh terinfeksi, namun bisa lebih singkat (tiga hari setelah terinfeksi) atau tertunda hingga 30 hari. Tanpa dilakukan penanganan dan terapi yang benar, penyakit dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Gejala dapat bervariasi dari ringan hingga parah dan dapat mengancam jiwa. Berikut beberapa tanda dan gejala, Terjadi demam yang semakin meningkat secara bertahap dari hari ke hari, hingga mencapai suhu 40,50 C. Pada umumnya suhu tubuh meningkat pada malam hari, Sakit kepala, Tubuh menjadi lemah dan lemas, Mual, Nyeri pada otot, Berkeringat dingin, Batuk kering Kehilangan nafsu makan dan terjadi penurunan berat badan, Nyeri pada perut, Terjadi diare atau konstipasi/sembelit.
·       Pada minggu pertama akan terjadi peningkatan suhu secara perlahan dan tidak stabil (suhu naik turun) yang disertai dengan sakit kepala, batuk, dan tubuh terasa tidak sehat (meriang). Kemungkinan dapat mengalami mimisan.
·       Pada minggu kedua akan terjadi demam tinggi hingga suhu 40,50 C dan dapat menjadi lebih buruk pada sore hingga malam hari. Bintik merah mulai muncul pada bagian bawah dada dan perut. Terkadang penderita juga akan mengigau ketika demam. Terjadi nyeri perut dan diare (feses dapat berubah menjadi hijau). Kemungkinan dapat terjadi pembengkakan hati dan limfa.
·       Pada minggu ketiga akan mulai muncul terjadinya komplikasi bila penanganan dan terapi tidak tepat.
Bila penanganan tepat maka pada akhir minggu ketiga maka demam mulai mereda.
Pemastian diagnosa thypoid :
·       Pemeriksaan pada feses, darah dan urine
Memberikan sample feses, darah dan urine ke laboratorium untuk dilakukan kultur bakteri untuk identifikasi bakteri yang menginfeksi.
·       Tes Widal
Tes ini dilakukan di laboratorium dan bertujuan untuk mengetahui keberadaan antibodi terhadap Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Pengujian dapat dilakukan terhadap bagian badan atau cambuk bakteri salmonella.
Penyebaran demam thypoid dapat terjadi melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi. Orang yang terinfeksi bakteri thypoid dapat mencemari sumber air dilingkungannya melalui feses (tinja) yang mengandung konsentrasi tinggi bakteri. Kuman dapat hidup pada feses (tinja) dan urine dari orang yang terinfeksi. Bakteri dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam air atau limbah kering. Manusia adalah satu-satunya pembawa kuman thypoid. Kuman memasuki tubuh melalui usus dan berkembang biak pada kelenjar dan pembuluh getah bening (sistem kekebalan tubuh). Kemudian kuman memasuki aliran darah dan menyebabkan terjadinya gejala sakit kepala dan suhu tinggi (demam). Melalui aliran darah kuman memasuki berbagai organ seperti hati, limfa, kandung empedu, dan sumsum tulang.
Hidup dan tinggal pada lingkungan dimana demam thypoid sering terjadi maka akan meningkatkan resiko terinfeksi kuman thypoid  seperti Melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi kuman thypoid, Mengkonsumsi air yang terkontaminasi oleh Salmonella typhi, Bekerja atau melakukan perjalanan ke daerah-daerah dimana demam thyphoid berkembang.
Berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan terpai pengobatan yang tepat seperti:
·       Penggunaan obat golongan antibiotic
Berkonsultasilah dengan dokter agar bisa dapat segera mengkonsumsi antibiotik. Penggunaan antibiotik dapat mencegah terjadinya komplikasi.
·       Mengkonsumsi cairan
Mengkonsumsi cairan untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan pada tubuh (dehidrasi). Terkadang hingga dibutuhkan tindakan untuk langsung memberikan asupan cairan pada pembuluh darah.
·       Pengobatan untuk meredakan gejala seperti pemberian obat untuk menurunkan suhu tubuh. 
Pencegahan dan Penyembuhan demam tifus
·       Mencuci tangan dengan benar sebelum menyiapkan makanan, akan makan atau minum, dan setelah menggunakan toilet.
·       Menjaga kebersihan diri dan lingkungan
·       Mencuci makanan dan mengolahnya dengan tepat.
·       Mengkonsumsi makanan yang dimasak dan disajikan panas atau buah-buahan yang telah dikupas sendiri seperti pisang dan mangga. Jangan makan buah yang sudah dipotong lama. Makan hanya buah yang baru saja dipotong sebelum dimakan atau potong sendiri buah yang akan anda makan. Hindari buah yang tidak perlu dikupas, misal: anggur, jambu air, strawberry.
·       Untuk sementara makan makanan yang lunak / lembut, misal: bubur, agar-agar, sup, nasi tim. Lanjutkan selama minimal 3 minggu setelah sembuh dari tifus, karena usus masih dalam tahap penyembuhan. Makan hanya makanan yang baru saja dimasak hingga matang. Jauhi makanan yang mengandung sayuran mentah, misal: salad, lalap, karedok.
·       Tutup makanan di meja dengan tudung atau simpan dengan baik di lemari sehingga terhidar dari kecoa, lalat dan tikus.
·       Menjaga kebersihan toilet dengan membersihkan menggunakan desinfektan setiap hari. Cuci tangan secara menyeluruh dengan sabun dan air bersih setelah keluar dari toilet dan sebelum menyiapkan makanan.
·       Mengkonsumsi minuman dalam kemasan atau air yang direbus.
·       Minum 8 – 10 gelas air sehari untuk mencegah dehidrasi akibat demam atau diare. Masak hingga mendidih air yang akan diminum, atau gunakan air mineral yang dikemas dalam botol bersegel. Hindari minuman yang anda tidak tahu persis terjaga kebersihannya, misal: es campur, es doger, minuman yang mengandung es batu.
·       Melakukan vaksinasi.
·       Istirahat penuh di tempat tidur selama minimal 3 hari. Usahakan untuk tetap menggerak-gerakkan kaki.


2.     GUNAKAN ANTIBIOTIK DENGAN BERTANGGUNGJAWAB
Penemuan antibiotik merupakan suatu kemajuan dibidang medis yang dapat menyelamatkan banyak orang dari infeksi bakteri. Namun kejadian resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik akibat penggunaan antibiotik yang tidak bertanggung jawab dapat membawa kita kembali ke jaman dimana sebelum ditemukannya antibiotik.

Banyak orang menganggap bahwa antibiotik merupakan obat dewa yang dapat menyembuhkan segala penyakit. Anda tentu mengenal amoxicillin, cefadroxil, ciprofloksasin, dan cefixime. Obat-obat tersebut biasa digunakan oleh orang tua ketika anak mengalami demam, batuk, pilek, atau diare. Benarkah bahwa antibiotik obat dewa? Apakah efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat terutama pada anak?
Antibiotik termasuk dalam golongan obat keras yang dimana penggunaannya harus melalui rekomendasi dan resep dokter. Antibiotik merupakan obat yang hanya dapat mengobati infeksi karena bakteri, sedangkan infeksi yang dapat terjadi pada manusia dibedakan menjadi infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit lainnya. Oleh karena itu penggunaan antibiotik memerlukan rekomendasi dokter yang memiliki kompetensi untuk mendiagnosa terjadinya infeksi.
Antibiotik harus dikonsumsi sesuai dengan resep dokter walaupun pada umumnya gejala infeksi yang terjadi sudah mereda. Konsumsi antibiotik harus disesuaikan dengan rentang waktu yang direkomendasikan dokter agar kadar antibiotik dalam darah dapat dipertahankan pada tingkat yang efektif. Menggunakan antibiotik sesuai rentang waktu yang direkomendasikan dokter dapat memastikan bahwa bakteri yang menginfeksi tubuh benar-benar mati. Menghentikan antibiotik lebih cepat dapat mengakibatkan bakteri masih hidup, sehingga dapat dengan mudah kembali menginfeksi.
Antibiotik tidak dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus dan jamur. Umumnya infeksi saluran nafas seperti pilek disebabkan oleh virus. Pemberian antibiotik untuk infeksi virus tidak dapat membuat pasien lebih baik tetapi dapat menyebabkan efek samping jangka panjang dan kemungkinan reaksi alergi. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau ketika tidak diperlukan dapat menyebabkan bakteri dalam tubuh kebal terhadap antibiotik. Bakteri dapat dengan mudah beradaptasi, terutama bakteri yang terkena antibiotik namun belum mati. Ketika bakteri sudah memiliki antibodi pada antibiotik tertentu maka diperlukan penggunaan antibiotik lain. Masalah retensi atau kekebalan antibiotik dapat terus berlanjut pada kondisi terburuk yaitu tidak ada antibiotik yang dapat mengobati infeksi.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada anak-anak dapat menyebabkan anak mengalami resisten atau kekebalan antibiotik di kemudian hari.
Bagaimana penggunaan antibiotik yang benar dan bertanggung jawab?
·       Selalu berkonsultasi dengan dokter tentang kondisi kesehatan dan mendapatkan antibiotik berdasarkan rekomendasi dan resep dokter.
·       Mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan ketepatan dosis, ketepatan waktu, dan ketepatan lama penggunaan antibiotik sesuai dengan yang direkomendasikan dokter.
·       Jangan menggunakan antibiotik milik orang lain hanya karena gejala yang dirasakan sama.
·       Jangan memberikan antibiotik kepada orang lain.

Mulai saat ini batasi diri kita sendiri dan keluarga dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Gunakan antibiotik dengan bertanggungjawab dan berdasarkan rekomendasi dokter.
Sumber :
·       Mayo Clinic. (2015, 28 April). Does Your Child Need Antibiotics, or Will Home Remedies do?. Diperoleh 13 Maret 2017 dari : http://mayoclinichealthsystem.org/hometown-health/speaking-of-health/does-your-child-need-antibiotics
·       Poison Control. (2012, Oktober). Antibiotic : Overdose vs Misuse. Diperoleh 13 Maret 2017 dari : http://www.poison.org/articles/2012-oct/antibiotics-overdose-vs-misuse

Penulis                        : Viva Health Indonesia
Judul artikel    : Gunakan Antibiotik dengan Bertanggung Jawab
Tahun              : 2018
Kutipan           : -
Paraphrase      : Antibiotik termasuk dalam golongan obat keras yang dimana penggunaannya harus melalui rekomendasi dan resep dokter. Antibiotik merupakan obat yang hanya dapat mengobati infeksi karena bakteri, sedangkan infeksi yang dapat terjadi pada manusia dibedakan menjadi infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit lainnya. Oleh karena itu penggunaan antibiotik memerlukan rekomendasi dokter yang memiliki kompetensi untuk mendiagnosa terjadinya infeksi.
Antibiotik harus dikonsumsi sesuai dengan resep dokter walaupun pada umumnya gejala infeksi yang terjadi sudah mereda. Konsumsi antibiotik harus disesuaikan dengan rentang waktu yang direkomendasikan dokter agar kadar antibiotik dalam darah dapat dipertahankan pada tingkat yang efektif. Menggunakan antibiotik sesuai rentang waktu yang direkomendasikan dokter dapat memastikan bahwa bakteri yang menginfeksi tubuh benar-benar mati. Menghentikan antibiotik lebih cepat dapat mengakibatkan bakteri masih hidup, sehingga dapat dengan mudah kembali menginfeksi.
Antibiotik tidak dapat mengobati infeksi yang disebabkan oleh virus dan jamur. Umumnya infeksi saluran nafas seperti pilek disebabkan oleh virus. Pemberian antibiotik untuk infeksi virus tidak dapat membuat pasien lebih baik tetapi dapat menyebabkan efek samping jangka panjang dan kemungkinan reaksi alergi. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat atau ketika tidak diperlukan dapat menyebabkan bakteri dalam tubuh kebal terhadap antibiotik. Bakteri dapat dengan mudah beradaptasi, terutama bakteri yang terkena antibiotik namun belum mati. Ketika bakteri sudah memiliki antibodi pada antibiotik tertentu maka diperlukan penggunaan antibiotik lain. Masalah retensi atau kekebalan antibiotik dapat terus berlanjut pada kondisi terburuk yaitu tidak ada antibiotik yang dapat mengobati infeksi.
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada anak-anak dapat menyebabkan anak mengalami resisten atau kekebalan antibiotik di kemudian hari.
Penggunaan antibiotik yang benar:
·       Selalu berkonsultasi dengan dokter tentang kondisi kesehatan dan mendapatkan antibiotik berdasarkan rekomendasi dan resep dokter.
·       Mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan ketepatan dosis, ketepatan waktu, dan ketepatan lama penggunaan antibiotik sesuai dengan yang direkomendasikan dokter.
·       Jangan menggunakan antibiotik milik orang lain hanya karena gejala yang dirasakan sama.
·       Jangan memberikan antibiotik kepada orang lain.
Virus merupakan penyebab infeksi saluran nafas seperti batuk, pilek, dan radang tenggorokan yang paling sering menyerang dan antibiotik tidak dapat mengobati virus. Menggunakan obat bebas untuk meredakan influenza yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Memberikan terapi tambahan seperti dengan memberikan uap air panas untuk membantu meredakan hidung tersumbat.



3.     APA SAJA YANG MEMPENGARUHI PROSES PENGOBATAN?
Mineral pada produk susu sapi seperti kalsium dan magnesium ternyata dapat menyebabkan tubuh susah untuk memproses obat golongan antibiotik.

Mengapa perlu berkonsultasi dengan dokter atau apoteker sebelum mengkonsumsi obat?
Pada beberapa orang yang lanjut usia atau memiliki penyakit kronis umumnya mendapatkan obat lebih dari satu macam. Mengenali obat yang dikonsumsi dapat membantu meningkatkan keberhasilan terapi pengobatan dan mencegah terjadinya masalah karena obat. Banyak hal yang dapat mempengaruhi kecepatan obat terserap dalam tubuh. Usia merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah obat yang dibutuhkan.
Interaksi obat
Interaksi obat merupakan salah satu masalah yang dapat terjadi ketika menjalani terapi pengobatan. Dimana beberapa obat tidak dapat bekerja sama dengan baik ketika dikonsumsi secara bersamaan. Terdapat makanan dan minuman yang juga dapat mempengaruhi efektivitas sebuah obat. Interaksi obat dibagi menjadi beberapa kelompok meliputi :
·       Interaksi obat dengan obat
·       Interaksi obat dengan riwayat kesehatan
·       Interaksi obat dengan makanan
·       Interaksi obat dengan alcohol
Interaksi obat dengan makanan
Seringkali seseorang tidak menyadari bahwa makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi pengobatan yang sedang dilakukan. Berikut beberapa makanan yang dapat mempengaruhi efetivitas obat :
·       Jeruk bali
Buah jeruk bali dapat mengubah cara kerja sel tubuh pada perut untuk memasukkan obat ke dalam organ.
·       Susu sapi
Produk susu dapat menyebabkan tubuh mengalami kesusahan untuk memproses antibiotic.
·       Licorice
Licorice umumnya digunakan sebagai obat herbal untuk membantu pencernaan dan perasa makanan.
·       Coklat
Coklat dapat menurunkan efektivitas obat yang difungsikan untuk menenangkan.
·       Suplemen zat besi
Suplemen ini dapat menurunkan efektivitas pemberian hormon tiroid pada tubuh.
·       Alkohol
Alkohol dapat menurunkan efektivitas obat-obatan tertentu hingga menyebabkan obat tidak efektif pada tubuh seperti obat untuk tekanan darah tinggi dan jantung.
·       Kopi
Kopi dapat menurunkan efektivitas obat golongan antipsikotik seperti pada lithium dan clozapine.
·       Ginseng
Ginseng dapat menurunkan efektivitas warfarin.
·       Ginkgo biloba
Ginkgo biloba dikenal dapat membantu dengan atau mencegah tekanan darah tinggi, pikun, dan telinga berdenging.
Selalu mengetahui obat yang Anda konsumsi dapat meningkatkan tujuan terapi pengobatan.  
Sumber :
·       Food and Drug Administration. (2015, 23 Juni). As You Age : You and Your Medicine. Diperoleh 20 Maret 2017 dari : https://www.fda.gov/Drugs/ResourcesForYou/Consumers/ucm143566.htm
·       WebMD. (2017, 25 Februari). Things That Can Affect Your Medication. Diperoleh 20 Maret 2017 dari :  http://www.webmd.com/a-to-z-guides/ss/slideshow-affect-medication?ecd=wnl_spr_031617&ctr=wnl-spr-031617_nsl-ld-stry_1&mb=4DDisyjtXTSPYEW4cDa65RXFE73IOX1cm5oHOW%2fmre8%3d

Penulis                        : Viva Health Indonesia
Judul artikel    : Apa saja yang mempengaruhi proses pengobatan?
Tahun              : 2018
Kutipan           : -
Paraphrase      : Interaksi obat merupakan salah satu masalah yang dapat terjadi ketika menjalani terapi pengobatan. Dimana beberapa obat tidak dapat bekerja sama dengan baik ketika dikonsumsi secara bersamaan. Terdapat makanan dan minuman yang juga dapat mempengaruhi efektivitas sebuah obat. Interaksi obat dibagi menjadi beberapa kelompok meliputi :
·       Interaksi obat dengan obat. Interaksi obat dengan obat dapat terjadi ketika seseorang mengkonsumsi lebih dari satu obat. Dimana obat-obat yang dikonsumsi bereaksi satu sama lain sehingga menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Jenis interaksi ini dapat menyebabkan salah satu obat tidak bekerja dengan baik atau bahkan meningkatkan kerja obat secara signifikan dari yang seharusnya.
·       Interaksi obat dengan riwayat kesehatan. Hal ini terjadi ketika obat yang dikonsumsi dapat menimbulkan kondisi yang membahayakan. Misalnya jika seseorang memiliki tekanan darah yang cenderung tinggi atau asma dapat mengalami kemungkinan reaksi yang tidak diinginkan ketika harus mengambil obat golongan dekongestan (obat pilek/flu).
·       Interaksi obat dengan makanan. Interaksi ini terjadi ketika makanan dapat bereaksi dengan obat sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat. Dalam beberapa kasus, makanan pada saluran cerna dapat mempengaruhi penyerapan obat. Beberapa obat juga dapat mempengaruhi penyerapan nutrisi dalam sistem pencernaan.
·       Interaksi obat dengan alcohol. Obat dapat memberikan reaksi yang tidak diinginkan ketika berinteraksi dengan alkohol.
Berikut beberapa makanan yang dapat mempengaruhi efetivitas obat :
·       Jeruk bali
Buah jeruk bali dapat mengubah cara kerja sel tubuh pada perut untuk memasukkan obat ke dalam organ. Hal ini dapat menyebabkan penurunan efektivitas obat seperti pada obat golongan antialergi dan penurun kolesterol.
·       Susu sapi
Produk susu dapat menyebabkan tubuh mengalami kesusahan untuk memproses antibiotik. Mineral pada susu seperti kalsium dan magnesium  dan protein pada susu adalah yang mempengaruhi produk susu terhadap efektivitas antibiotik.
·       Licorice
Licorice umumnya digunakan sebagai obat herbal untuk membantu pencernaan dan perasa makanan. Licorice dapat mempengaruhi kerja beberapa obat.
·       Coklat
Coklat dapat menurunkan efektivitas obat yang difungsikan untuk menenangkan. Coklat dapat meningkatkan efektivitas obat golongan stimulansia.
·       Suplemen zat besi
Suplemen ini dapat menurunkan efektivitas pemberian hormon tiroid pada tubuh. Hormon tiroid tambahan pada umumnya diberika pada orang yang susah membuat hormon tiroid.
·       Alkohol
Alkohol dapat menurunkan efektivitas obat-obatan tertentu hingga menyebabkan obat tidak efektif pada tubuh seperti obat untuk tekanan darah tinggi dan jantung. namun pada obat lain dapat menyebabkan efek obat menjadi lebih kuat dan memunculkan efek sampingnya.
·       Kopi
Kopi dapat menurunkan efektivitas obat golongan antipsikotik seperti pada lithium dan clozapine, tetapi pada obat lain antipsikotik dapat meningkatkan efeknya dan efek samping.
·       Ginseng
Ginseng dapat menurunkan efektivitas warfarin. Ginseng dapat meningkatkan resiko terjadinya pendarahan internal jika mengkonsumsi obat pengencer darah seperti heparin dan aspirin. 
·       Ginkgo biloba
Ginkgo biloba dikenal dapat membantu dengan atau mencegah tekanan darah tinggi, pikun, dan telinga berdenging. Ginkgo biloba dapat menurunkan efektivitas obat yang berfungsi untuk mengontrol kejang.


4.      
5.     Gejala Tipes, Penyakit Tipes, Pengobatan Sakit Tipes
Siti Hadijah
Dalam dunia medis khususnya untuk orang awam, ada dua jenis penyakit demam tinggi yang punya gejala mirip, yaitu tipes dan demam berdarah. Kedua jenis penyakit yang ditandai dengan demam tinggi ini  baru bisa dipastikan penyebabnya setelah setidaknya 3 hari untuk dilakukan tes darah. Demam berdarah punya ciri khas kandungan trombosit saat cek darah, sedangkan sakit tipes bisa diidentifikasi dari kandungan leukosit dalam darah. Artikel kali ini khusus membahas tentang sakit tipes ini.
Penyakit tipes biasanya dipicu oleh daya tahan tubuh yang drop, makan tidak teratur, kurang istirahat sehingga membuat bakteri Salmonella typhi bisa tumbuh dan berkembang dalam saluran pencernaan kita. Bakteri ganas ini biasanya menyebar melalui makanan dan minuman yang sudah kotor.
Tipes ini penyakit yang unik karena penularan bakteri bisa terjadi walaupun orang yang menyebarkan bakteri tipes tidak menderita tipes. Penyakit penduduk negara berkembang ini setidaknya sudah menyerang sebanyak 800 hingga 100 ribu penduduk sepanjang  tahun 2008.
Awal mula tipes mulai marak saat proses sanitasi tidak berjalan dengan baik yang biasanya terkait erat dengan masalah kesehatan yang serius di sebuah negara. Biasanya tipes menyerang usia dewasa, namun akibat memburuknya sanitasi sebuah wilayah, kini tipes juga bisa menyerang anak-anak. Tidak adanya imunisasi membuat belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh mereka sehingga tipes bisa masuk ke anak-anak.

 

Gejala dan Pencegahan Tipes


Demam Tinggi dalam Jangka Waktu yang Lama Merupakan Ciri-Ciri Gejala Tipes

Khusus penyakit tipes, Demam Tinggi selama 1-3 minggu sejak tubuh terinfeksi adalah tanda-tanda utamanya, dan piagnosa tipes baru bisa dilakukan setelah demam berlangsung setidaknya 3-5 hari saat dilakukan cek darah. Sebelum 3 hari, penyakit tipes belum kelihatan. Seringkali keluhan lain ikut menyertai seperti  diare, mual, sakit perut, sakit kepala, tubuh lemah, susah tidur dan sebagainya.
Jika belum jelas sakit tipes atau bukan, biasanya dokter akan memberikan obat penurun panas, dan setelah memastikan hasil lab bahwa pasien menderita tipes baru dilakukan pengobatan yang spesifik karena jika terlambat penanganan akan berbahaya. Komplikasi sakit serius seperti pendarahan internal atau pecahnya sistem pencernaan (usus) adalah efek dari keterlambatan penanganan tipes yang harus diwaspadai.

Apakah Sakit Tipes harus Opname di Rumah Sakit?

Pada prinsipnya, seseorang opname di rumah sakit bertujuan agar pengawasan lebih intensif dibandingkan dengan perawatan keluarga di rumah. Apalagi penyakit seperti tipes termasuk butuh perawatan medis yang ketat dari sisi pemberian obat, kebersihan dan kontrol makanan karena diperkirakan 1 dari 5 orang akan meninggal karena tifus, sisanya berisiko menderita komplikasi yang disebabkan infeksi akibat salah dalam penanganan .
Obat utama dari tipes adalah antibiotik. Dokter akan memberikan resep seuai dengan kadar infeksi pasien. Untuk stadium awal, sebenarnya pasien bisa di rawat di rumah dengan pemberian antiobiotik selama 1-2 pekan dan baru akan opname ke rumah sakit manakala terlambat terdiagnosis atau sudah dalam stadium lanjut.

Tahap Perkembangan Penyakit Tipes


Tes Darah adalah Salah Satu Langkah Apakah Anda Terjangkit Tipes atau Tidak

Saat awal gejala tifus terjadi sampai dengan 1-3 minggu, penyakit tipes bisa berkembang dari gejala ringan menjadi tipes berat. Tifus biasanya disertai dengan demam tinggi, tidak enak badan, sakit kepala, diare, bintik-bintik merah di dada, dan pembesaran pada limpa dan hati.
Pengobatan normal untuk jenis penyakit tipes adalah menggunakan obat antibiotik. Karena konsumsi obat yang tidak tertib dan perkembangan imunitas bakteri, kini  makin banyak kasus ditemukan dimana bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik. Ketatnya sanitasi perawatan pasien tipes bahkan sampai mengharuskan orang sehat yang membawa bakteri Salmonella typhi tidak boleh mempersiapkan makanan bagi pasien/penderita.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC),menjelaskan secara lebih detil gejala dan tahap perkembangan penyakti tipes sebagai berikut:
  • Gejala awal: demam tinggi berkepanjangan, tubuh lemah, sakit perut, sakit kepala, kehilangan nafsu makan
  • Gejala tahap lanjut: beberapa orang mengalami sembelit dan ruam serta terjadi pendarahan internal dan kematian bisa terjadi jiak terlambat penanganan
Bingung cari asuransi kesehatan terbaik dan termurah? Cermati punya solusinya!

Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Tipes


Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Tipes
Sejauh ini di Indonesia pencegahan penyakit tipes bisa dilakukan dengan sistem vaksinasi dan menjalani gaya hidup sehat..
·        Vaksin tifoid digunakan sebagai imunisasi namun tidak wajib, hanya sebatas dianjurkan oleh pemerintah untuk anak diatas usia 2 tahun (dalam bentuk oral untuk anak balita dan suntik untuk usia > 6 tahun)
·        Vaksin ini juga bagus diberikan bagi orang yang akan bepergian ke negara yang rawan penyebaran penyakit tipes, walaupun tidak menjamin 100% bebas tipes namun setidaknya mengurangi dampak fatal dari penyakit tipes tersebut.
·        Gaya hidup sehat yang disarankan adalah selalu steril terhadap setiap makanan yang dikonsumsi
·        Hindari kondisi rawan risiko seperti konsumsi seafood, sayuran, susu, maupun toilet yang terkontaminasi kotoran manusia/bakteri tipes.

Diagnosis Tifus dan Proses Pengobatannya


Rumah Sakit Menyediakan Vaksinasi untuk Pencegahan Penyakit Tipes
Seseorang bisa dinyatakan terkena tipes dengan menggunakan berbagai diagnosa sebagai berikut:
  • Pemeriksaan Widal (uji serologi)  jika hasil lab menunjukkan keberadaan bakteri salmonella thyphosa penyebab utama penyakit tipes.
  • Tes imunologi TUBEX dengan deteksi partikel berwarna, bagi yang sensitif terhadap indikator warna penentu sakit tipes
  • Analisa sampel darah, tinja, atau urine di laboratorium dan cek sampel cairan tulang belakang untuk memastikan sakit tipes jika susah dideteksi dengan cek darah normal.
Jika terdeteksi sakit tipes, maka untuk mempercepat proses penyembuhan langkah sederhana berikut ini bisa dilakukan (di rumah/rawat jalan jika tipes stadium awal)
  • Istirahat cukup, makan teratur dan minum banyak air putih
  • Jaga kebersihan dengan rutin cuci tangan teratur dengan sabun desinfektan
Penyakit tipes termasuk jenis penyakit yang mudah kambuh karena disebabkan oleh kemampuan bakteri Salmonella typhi untuk bertahan hidup di dalam saluran usus dalam waktu lama, sehingga jika gaya hidup kita tidak sehat maka mudah terpicu untuk kambuh kembali apalagi jika bekerja di bidang berisiko seperti:
  • Bekerja di pengolahan dan penyiapan makanan
  • Perawat rumah sakit dan pengasuh balita atau perawat lansia
Jika sakit tipes kambuh, maka pengobatan menggunakan antibiotik selain melalui suntik juga akan dimasukkan ke dalam cairan infus untuk menghindari keluhan lain seperti diare parah, serta perut kembung.
Karena, gejala dan pengobatan penyakit tipes biasanya hanya demam tinggi dan pengobatan antibiotik kemudian diminta istirahat, maka banyak pasien yang cenderung mengabaikan pengobatan ini sehingga tidak rutin dalam konsumsi obat atau menjalankan nasihat dokter, khususnya saat rawat jalan. Padahal tipes berisiko terhadap komplikasi penyakit berikut ini:
  • Pendarahan sistem pencernaan dari dalam
  • Infeksi saluran pencernaan yang menyebar ke jaringan sekitarnya
  • Stadium lanjut usus atau sistem pencernaan bisa pecah.
Gejala komplikasi tipes yang perlu diwaspadai biasanya seperti berikut ini:
  • Untuk komplikasi pendarahan seringkali diawali dengan gejala sesak napas. Pasien mudah lelah kadang diikuti muntah darah, kulit pucat, denyut jantung tidak teratur. Dalam tahap lanjut tinja bisa berwarna hitam pekat. Kondisi ini membutuhkan pengobatan dalam bentuk operasi perbaikan pencernaan.
  • Untuk komplikasi dinding sistem pencernaan terluka atau berlubang bisa berisiko kematian ditandai dengan infeksi dalam darah (sepsis), mual dan muntah dan masuk kategori gawat darurat.

Pengobatan Tifus Rawat Jalan dan Rawat Inap

Pengobatan Tifus (Tipes) di Rumah untuk stadium awal
Tipes stadium awal dimulai dari 1-2 minggu sejak demam awal terjadi dan membutuhkan pengobatan antibiotik rutin selama perawatan di rumah. Walaupun biasanya gejala berkurang setelah 2-3 hari mengonsumsi antibiotik, namun pengobatan dan perawatan di rumah harus berjalan dengan baik yang meliputi: istirahat cukup, makan teratur (porsi kecil sering atau porsi banyak cukup 3x sehari) dan minum banyak air putih serta cuci tangan teratur dengan sabun dan air agar steril dari bakteri.
Pengobatan Tifus (Tipes) di Rumah Sakit untuk stadium lanjut
Prinsip pengobatan sama dengan di rumah yaitu dengan obat Antibiotik, namun jika di rumah sakit prosedur pengobatan lebih intensif, salah satunya dengan asupan cairan dan nutrisi melalui infus.

Perawatan Penyakit Tipes Harus Disiplin, Bisa Berbahaya Jika Terjadi Komplikasi

Pengobatan tipes sebenarnya sederhana, cukup dengan antibiotik, makan teratur, istirahat cukup dan menjaga kebersihan. Namun karena sederhana di atas banyak yang mengabaikan dan tidak disiplin, padahal jika tidak disiplin mengikuti saran dokter, tipes bisa mematikan.

Penulis                        : Siti Hadijah
Judul artikel    : Gejala Tipes, Penyakit Tipes dan Pengobatan Penyakit Tipes
Tahun              : 2017
Kutipan           : -
Paraphrase      : Saat Anda mulai merasakan tubuh yang tidak enak badan, kemudian meriang dan bisa semakin membuat tubuh lemas dan suhu makin naik, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada kesehatan Anda yaitu, demam biasa, demam berdarah atau tipes.
Penyakit tipes biasanya dipicu oleh daya tahan tubuh yang drop, makan tidak teratur, kurang istirahat sehingga membuat bakteri Salmonella typhi bisa tumbuh dan berkembang dalam saluran pencernaan kita. Bakteri ganas ini biasanya menyebar melalui makanan dan minuman yang sudah kotor.
Awal mula tipes mulai marak saat proses sanitasi tidak berjalan dengan baik yang biasanya terkait erat dengan masalah kesehatan yang serius di sebuah negara. Biasanya tipes menyerang usia dewasa, namun akibat memburuknya sanitasi sebuah wilayah, kini tipes juga bisa menyerang anak-anak. Tidak adanya imunisasi membuat belum sempurnanya sistem kekebalan tubuh mereka sehingga tipes bisa masuk ke anak-anak.
Khusus penyakit tipes, Demam Tinggi selama 1-3 minggu sejak tubuh terinfeksi adalah tanda-tanda utamanya, dan piagnosa tipes baru bisa dilakukan setelah demam berlangsung setidaknya 3-5 hari saat dilakukan cek darah. Sebelum 3 hari, penyakit tipes belum kelihatan. Seringkali keluhan lain ikut menyertai seperti  diare, mual, sakit perut, sakit kepala, tubuh lemah, susah tidur dan sebagainya.
Jika belum jelas sakit tipes atau bukan, biasanya dokter akan memberikan obat penurun panas, dan setelah memastikan hasil lab bahwa pasien menderita tipes baru dilakukan pengobatan yang spesifik karena jika terlambat penanganan akan berbahaya. Komplikasi sakit serius seperti pendarahan internal atau pecahnya sistem pencernaan (usus) adalah efek dari keterlambatan penanganan tipes yang harus diwaspadai.
Pada prinsipnya, seseorang opname di rumah sakit bertujuan agar pengawasan lebih intensif dibandingkan dengan perawatan keluarga di rumah. Apalagi penyakit seperti tipes termasuk butuh perawatan medis yang ketat dari sisi pemberian obat, kebersihan dan kontrol makanan karena diperkirakan 1 dari 5 orang akan meninggal karena tifus, sisanya berisiko menderita komplikasi yang disebabkan infeksi akibat salah dalam penanganan .
Obat utama dari tipes adalah antibiotik. Dokter akan memberikan resep seuai dengan kadar infeksi pasien. Untuk stadium awal, sebenarnya pasien bisa di rawat di rumah dengan pemberian antiobiotik selama 1-2 pekan dan baru akan opname ke rumah sakit manakala terlambat terdiagnosis atau sudah dalam stadium lanjut.
Pengobatan normal untuk jenis penyakit tipes adalah menggunakan obat antibiotik. Karena konsumsi obat yang tidak tertib dan perkembangan imunitas bakteri, kini  makin banyak kasus ditemukan dimana bakteri menjadi kebal terhadap antibiotik. Ketatnya sanitasi perawatan pasien tipes bahkan sampai mengharuskan orang sehat yang membawa bakteri Salmonella typhi tidak boleh mempersiapkan makanan bagi pasien/penderita.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC),menjelaskan secara lebih detil gejala dan tahap perkembangan penyakti tipes sebagai berikut:
·        Gejala awal: demam tinggi berkepanjangan, tubuh lemah, sakit perut, sakit kepala, kehilangan nafsu makan
·        Gejala tahap lanjut: beberapa orang mengalami sembelit dan ruam serta terjadi pendarahan internal dan kematian bisa terjadi jiak terlambat penanganan
Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Tipes
·        Vaksin tifoid digunakan sebagai imunisasi namun tidak wajib, hanya sebatas dianjurkan oleh pemerintah untuk anak diatas usia 2 tahun (dalam bentuk oral untuk anak balita dan suntik untuk usia > 6 tahun)
·        Vaksin ini juga bagus diberikan bagi orang yang akan bepergian ke negara yang rawan penyebaran penyakit tipes, walaupun tidak menjamin 100% bebas tipes namun setidaknya mengurangi dampak fatal dari penyakit tipes tersebut.
·        Gaya hidup sehat yang disarankan adalah selalu steril terhadap setiap makanan yang dikonsumsi
  • Hindari kondisi rawan risiko seperti konsumsi seafood, sayuran, susu, maupun toilet yang terkontaminasi kotoran manusia/bakteri tipes.
  • Istirahat cukup, makan teratur dan minum banyak air putih
  • Jaga kebersihan dengan rutin cuci tangan teratur dengan sabun desinfektan
Penyakit tipes termasuk jenis penyakit yang mudah kambuh karena disebabkan oleh kemampuan bakteri Salmonella typhi untuk bertahan hidup di dalam saluran usus dalam waktu lama, sehingga jika gaya hidup kita tidak sehat maka mudah terpicu untuk kambuh kembali apalagi jika bekerja di bidang berisiko seperti:
  • Bekerja di pengolahan dan penyiapan makanan
  • Perawat rumah sakit dan pengasuh balita atau perawat lansia
Jika sakit tipes kambuh, maka pengobatan menggunakan antibiotik selain melalui suntik juga akan dimasukkan ke dalam cairan infus untuk menghindari keluhan lain seperti diare parah, serta perut kembung.
Karena, gejala dan pengobatan penyakit tipes biasanya hanya demam tinggi dan pengobatan antibiotik kemudian diminta istirahat, maka banyak pasien yang cenderung mengabaikan pengobatan ini sehingga tidak rutin dalam konsumsi obat atau menjalankan nasihat dokter, khususnya saat rawat jalan. Padahal tipes berisiko terhadap komplikasi penyakit berikut ini:
·        Pendarahan sistem pencernaan dari dalam
·        Infeksi saluran pencernaan yang menyebar ke jaringan sekitarnya
·        Stadium lanjut usus atau sistem pencernaan bisa pecah.
Seseorang bisa dinyatakan terkena tipes dengan menggunakan berbagai diagnosa sebagai berikut:
·        Pemeriksaan Widal (uji serologi)  jika hasil lab menunjukkan keberadaan bakteri salmonella thyphosa penyebab utama penyakit tipes.
·        Tes imunologi TUBEX dengan deteksi partikel berwarna, bagi yang sensitif terhadap indikator warna penentu sakit tipes
·        Analisa sampel darah, tinja, atau urine di laboratorium dan cek sampel cairan tulang belakang untuk memastikan sakit tipes jika susah dideteksi dengan cek darah normal.
Pengobatan Tipes stadium awal dimulai dari 1-2 minggu sejak demam awal terjadi dan membutuhkan pengobatan antibiotik rutin selama perawatan di rumah. Walaupun biasanya gejala berkurang setelah 2-3 hari mengonsumsi antibiotik, namun pengobatan dan perawatan di rumah harus berjalan dengan baik yang meliputi: istirahat cukup, makan teratur (porsi kecil sering atau porsi banyak cukup 3x sehari) dan minum banyak air putih serta cuci tangan teratur dengan sabun dan air agar steril dari bakteri.
Pengobatan Tifus (Tipes) di Rumah Sakit untuk stadium lanjut prinsip pengobatannya sama dengan di rumah yaitu dengan obat Antibiotik, namun jika di rumah sakit prosedur pengobatan lebih intensif, salah satunya dengan asupan cairan dan nutrisi melalui infus.
Pengobatan tipes sebenarnya sederhana, cukup dengan antibiotik, makan teratur, istirahat cukup dan menjaga kebersihan. Namun karena sederhana di atas banyak yang mengabaikan dan tidak disiplin, padahal jika tidak disiplin mengikuti saran dokter, tipes bisa mematikan.





6.     PENTINGNYA MENGENAL DAN MENCEGAH RESISTENSI ANTIBIOTIK

dr. Sepriani Timurtini Limbong, 06 Mar 2018, 16:59 WIB


Antibiotik dikenal sebagai obat yang superior, sehingga pembelian dan konsumsinya jadi tak terkendali. Akibatnya, terjadilah resistensi antibiotik.
Pentingnya Mengenal dan Mencegah Resistensi Antibiotik (Desogner491/Shuttestock)
Klikdokter.com, Jakarta Antibiotik adalah obat yang diciptakan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri. Sejak awal penemuannya oleh Sir Alexander Flemming, antibiotik telah menyelamatkan banyak nyawa.
Dalam berbagai jenis infeksi, antibiotik memiliki peranan penting untuk penyembuhan penyakit. Sejak itu pula, antibiotik terus dikembangkan menjadi berbagai jenis dan semakin spesifik terhadap beragam golongan bakteri. Sayangnya, dalam perkembangannya tersebut timbul masalah baru yang cukup serius, yaitu resistensi antibiotik.
  1. Penggunaan antibiotik secara berlebihan (overuse) maupun penggunaan yang tidak tepat (misuse)
Saat Anda terserang penyakit akibat infeksi bakteri, banyak kuman masuk ke dalam tubuh. Ada bakteri yang masih sensitif terhadap antibiotik, ada pula yang sudah resisten terhadap antibiotik. Bila Anda mengonsumsi antibiotik sembarangan dengan dosis yang tidak sesuai, bakteri yang sensitif serta flora normal (bakteri yang memang secara normal ada dalam tubuh) akan terbunuh.
Sementara itu, bakteri yang resisten akan terus bertambah banyak jumlahnya. Selain itu, bakteri  yang kebal juga akan mengalami perubahan struktur genetik untuk menghadapi antibiotik berikutnya. Akibatnya, bakteri tersebut akan semakin kuat dan kebal.
  1. Penggunaan antibiotik pada hewan-hewan ternak
Dalam sektor peternakan dan produksi makanan, antibiotik telah dipakai secara luas terhadap hewan ternak. Awalnya hal tersebut bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi dan penyebaran infeksi pada hewan ternak. Namun, rupanya hal ini justru memberikan efek bumerang. Kuman yang kebal terhadap antibiotik pada akhirnya tetap bertahan dalam daging hewan tersebut, yang lalu diteruskan ke tubuh manusia saat mengonsumsinya.
Tak hanya dagingnya saja, feses hewan ternak tersebut pun menyimpan bakteri kebal antibiotik. Saat feses digunakan sebagai pupuk penyubur tanah, secara tidak langsung akan memengaruhi tanaman yang tumbuh di atasnya.
  1. Penularan melalui manusia
Saat berbicara, bersalaman, bersin, ataupun batuk, kuman pun ikut berpindah. Bila kuman tersebut kebal terhadap antibiotik, maka orang yang ditularkan akan ikut mengalami resistensi antibiotik.
Banyak orang yang menganggap sepele perihal resistensi antibiotik. Padahal, hal ini adalah masalah besar di Indonesia, bahkan dunia. Bakteri penyakit semakin kebal dan kuat, sehingga perlu obat jenis lain dengan dosis yang lebih tinggi untuk menangani sebuah penyakit.
Cara mencegah resistensi antibiotik
Anda dapat mencegah resistensi antibiotik dengan tidak membeli ataupun mengonsumsi antibiotik tanpa anjuran dokter. Selain itu, jangan sembarangan membeli ulang antibiotik yang pernah dikonsumsi tanpa resep dokter, dan konsumsilah antibiotik sesuai dengan dosis yang dianjurkan sampai habis.
Cuci tangan Anda menggunakan sabun saat mandi, sebelum dan setelah makan, setelah menggunakan kamar mandi, sebelum mempersiapkan makanan, setelah bepergian dari luar rumah, setelah menyentuh barang-barang yang kotor, atau setelah menyentuh hewan peliharaan dan kotorannya.

Penulis                        : dr. Sepriani Timurtini Limbong

Judul Artikel   : Pentingnya Mengenal Dan Mencegah Resistensi Antibiotik

Tahun              : 2018
Kutipan           : -
Paraphrase      : Antibiotik adalah obat yang diciptakan untuk mengobati penyakit akibat infeksi bakteri. Sejak awal penemuannya oleh Sir Alexander Flemming, antibiotik telah menyelamatkan banyak nyawa.
Dalam berbagai jenis infeksi, antibiotik memiliki peranan penting untuk penyembuhan penyakit. Sejak itu pula, antibiotik terus dikembangkan menjadi berbagai jenis dan semakin spesifik terhadap beragam golongan bakteri. Sayangnya, dalam perkembangannya tersebut timbul masalah baru yang cukup serius, yaitu resistensi antibiotik.
Penting untuk Anda ketahui, resistensi antibiotik adalah kemampuan bakteri untuk bertahan dari efek antibiotik. Bakteri yang seharusnya mati, justru bertambah banyak. Hal ini sebenarnya tidak terlalu mengejutkan karena bahkan penemu antibiotik pun dari awal sudah memprediksinya.
Pandangan masyarakat bahwa antibiotik adalah obat yang superior membuat pembelian dan konsumsi antibiotik semakin tidak terkendali. Akibatnya, terjadilah resistensi.
Saat Anda terserang penyakit akibat infeksi bakteri, banyak kuman masuk ke dalam tubuh. Ada bakteri yang masih sensitif terhadap antibiotik, ada pula yang sudah resisten terhadap antibiotik. Bila Anda mengonsumsi antibiotik sembarangan dengan dosis yang tidak sesuai, bakteri yang sensitif serta flora normal (bakteri yang memang secara normal ada dalam tubuh) akan terbunuh.
Sementara itu, bakteri yang resisten akan terus bertambah banyak jumlahnya. Selain itu, bakteri  yang kebal juga akan mengalami perubahan struktur genetik untuk menghadapi antibiotik berikutnya. Akibatnya, bakteri tersebut akan semakin kuat dan kebal. Banyak orang yang menganggap sepele perihal resistensi antibiotik. Padahal, hal ini adalah masalah besar di Indonesia, bahkan dunia. Bakteri penyakit semakin kebal dan kuat, sehingga perlu obat jenis lain dengan dosis yang lebih tinggi untuk menangani sebuah penyakit. Akibatnya, penyakit yang ringan bisa mengancam nyawa. Belum lagi biaya kesehatan yang terus membengkak karena produksi dan pembelian obat secara terus-menerus. Karena itu, sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap antibiotik.
Penularannya pada Saat berbicara, bersalaman, bersin, ataupun batuk, kuman pun ikut berpindah. Bila kuman tersebut kebal terhadap antibiotik, maka orang yang ditularkan akan ikut mengalami resistensi antibiotik.
Cara mencegah resistensi antibiotik dengan tidak membeli ataupun mengonsumsi antibiotik tanpa anjuran dokter. Selain itu, jangan sembarangan membeli ulang antibiotik yang pernah dikonsumsi tanpa resep dokter, dan konsumsilah antibiotik sesuai dengan dosis yang dianjurkan sampai habis.
Selain cara di atas, cara lain yang sederhana tapi krusial adalah mencegah penularan infeksi dengan rajin mencuci tangan dengan sabun. Sering kali diabaikan, padahal mencuci tangan dengan sabun telah terbukti mampu mencegah penyebaran infeksi dan menurunkan angka kejadian berbagai penyakit.
Cuci tangan Anda menggunakan sabun saat mandi, sebelum dan setelah makan, setelah menggunakan kamar mandi, sebelum mempersiapkan makanan, setelah bepergian dari luar rumah, setelah menyentuh barang-barang yang kotor, atau setelah menyentuh hewan peliharaan dan kotorannya.
Dampak dari resistensi antibiotik memang cukup mengkhawatirkan, tetapi cara sederhana seperti cuci tangan menggunakan sabun dapat mencegahnya. Karena itu, Anda harus bijak menggunakan antibiotik, dan yang tak kalah penting jangan lupa untuk selalu menerapkan kebiasaan cuci tangan dengan sabun mulai sekarang, ya!




7.     KAPAN KONSUMSI ANTIBIOTIK BENAR-BENAR DIBUTUHKAN?

dr. Andika Widyatama, 06 Mar 2018, 16:56 WIB
Anda tidak harus mengonsumsi antibiotik setiap kali sakit! Kapan waktu yang tepat?
Kapan Konsumsi Antibiotik Benar-Benar Dibutuhkan? (Rido/Shutterstock)
Klikdokter.com, Jakarta Antibiotik merupakan salah satu jenis obat yang banyak digunakan di tengah masyarakat. Perkembangan antibiotik dinilai sebagai salah satu kemajuan di dunia kedokteran modern. Sejak antibiotik digunakan pada tahun 1940-an, angka harapan hidup manusia menjadi meningkat.
Fungsi Antibiotik
Antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Saat ini, jenis antibiotik yang ada biasanya bekerja dengan cara membunuh bakteri penyebab infeksi, atau menghambat bakteri dalam memperbanyak diri di dalam tubuh.
Pada umumnya, antibiotik digunakan oleh dokter untuk mengobati berbagai jenis penyakit, antara lain infeksi telinga, infeksi sinus, infeksi gigi, infeksi kulit, infeksi pada selaput otot, infeksi saluran pernapasan, dan infeksi saluran kemih.
Infeksi yang disebabkan oleh virus, seperti influenza tidak akan efektif bila diobati dengan antibiotik. Biasanya bila diperlukan, dokter akan memberikan obat antivirus untuk infeksi yang disebabkan oleh virus.
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 didapatkan 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi. Dari 35,2% tersebut, 86,1% di antaranya memperoleh obat antibiotik tanpa resep dokter. Padahal, penggunaan antibiotik tertentu secara sembarangan dapat menghasilkan pengobatan yang tidak efektif dan menyebabkan resistansi bakteri (bakteri kebal terhadap antibiotik tertentu). Resistansi bakteri dapat timbul karena penggunaan antibiotik secara berlebihan.
Seiring berjalannya waktu, bakteri dapat beradaptasi dengan antibiotik yang diberikan secara berlebihan sehingga lama-kelamaan kebal terhadap antibiotik. Parahnya, kondisi resistansi bakteri tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Jika bakteri di tubuh seseorang sudah resistan terhadap suatu antibiotik, tentu akan lebih sulit untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan.
Efek samping antibiotik meliputi muntah, mual, diare, perut kembung, nyeri perut, dan turunnya nafsu makan. Pada perempuan, dapat timbul keluhan seperti gatal dan sensasi terbakar di area vagina, serta keluarnya cairan vagina abnormal dan nyeri saat berhubungan seksual.
Pada beberapa orang bisa juga terjadi reaksi alergi, seperti ruam gatal, batuk, napas berbunyi (mengi), hingga gangguan pernapasan. Selain itu, penggunaan antibiotik dapat memengaruhi kerja obat lain di dalam tubuh, contohnya pil kontrasepsi.

Penulis                        : dr. Andika Widyatama
Judul artikel    : Kapan Konsumsi Antibiotik Benar-Benar Dibutuhkan
Tahun              : 2018
Kutipan           : -
Paraphrase      : Antibiotik merupakan salah satu jenis obat yang banyak digunakan di tengah masyarakat. Perkembangan antibiotik dinilai sebagai salah satu kemajuan di dunia kedokteran modern. Sejak antibiotik digunakan pada tahun 1940-an, angka harapan hidup manusia menjadi meningkat.
Antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Saat ini, jenis antibiotik yang ada biasanya bekerja dengan cara membunuh bakteri penyebab infeksi, atau menghambat bakteri dalam memperbanyak diri di dalam tubuh. Pada umumnya, antibiotik digunakan oleh dokter untuk mengobati berbagai jenis penyakit, antara lain infeksi telinga, infeksi sinus, infeksi gigi, infeksi kulit, infeksi pada selaput otot, infeksi saluran pernapasan, dan infeksi saluran kemih. Infeksi yang disebabkan oleh virus, seperti influenza tidak akan efektif bila diobati dengan antibiotik. Biasanya bila diperlukan, dokter akan memberikan obat antivirus untuk infeksi yang disebabkan oleh virus.
Sayangnya, saat ini penggunaan antibiotik di masyarakat masih belum bijak. Masih banyak orang yang minum antibiotik tidak sesuai indikasi pengobatan dan tanpa resep dokter, apa pun jenis penyakit yang dialami.
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 didapatkan 35,2% rumah tangga menyimpan obat untuk swamedikasi. Dari 35,2% tersebut, 86,1% di antaranya memperoleh obat antibiotik tanpa resep dokter. Padahal, penggunaan antibiotik tertentu secara sembarangan dapat menghasilkan pengobatan yang tidak efektif dan menyebabkan resistansi bakteri (bakteri kebal terhadap antibiotik tertentu). Resistansi bakteri dapat timbul karena penggunaan antibiotik secara berlebihan.
Seiring berjalannya waktu, bakteri dapat beradaptasi dengan antibiotik yang diberikan secara berlebihan sehingga lama-kelamaan kebal terhadap antibiotik. Parahnya, kondisi resistansi bakteri tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan lainnya. Jika bakteri di tubuh seseorang sudah resistan terhadap suatu antibiotik, tentu akan lebih sulit untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat untuk pengobatan.
Karena itu, penting sekali untuk mengonsumsi antibiotik sesuai anjuran dan dalam pengawasan dokter. Selain karena harus sesuai indikasi, penggunaan antibiotik dapat menimbulkan efek samping dan reaksi alergi pada tubuh.
Efek samping antibiotik meliputi muntah, mual, diare, perut kembung, nyeri perut, dan turunnya nafsu makan. Pada perempuan, dapat timbul keluhan seperti gatal dan sensasi terbakar di area vagina, serta keluarnya cairan vagina abnormal dan nyeri saat berhubungan seksual.
Pada beberapa orang bisa juga terjadi reaksi alergi, seperti ruam gatal, batuk, napas berbunyi (mengi), hingga gangguan pernapasan. Selain itu, penggunaan antibiotik dapat memengaruhi kerja obat lain di dalam tubuh, contohnya pil kontrasepsi.
Ingat, antibiotik harus diminum sesuai anjuran atau resep dokter. Aturan pakainya pun wajib diperhatikan secara saksama dan tepat. Tepat dosis, tepat frekuensi, dan tepat waktu. Ketika sakit, selain mengonsumsi antibiotik, Anda juga dapat mencegah penyebaran penyakit dengan menjaga kebersihan diri, seperti mandi dan rutin mencuci tangan menggunakan sabun.


8.     INI DIA BAHAYA KESALAHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Novita Permatasari, 01 Mar 2018, 14:04 WIB
Berhati-hatilah, kesalahan penggunaan antibiotik dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Ini Dia Bahaya Kesalahan Penggunaan Antibiotik (Edelman Indonesia)
Klikdokter.com, Jakarta Bagi sebagian masyarakat, antibiotik masih dianggap sebagai obat ‘Dewa’ yang mampu mengobati berbagai keluhan. Kebiasaan menggunakan antibiotik untuk mengatasi keluhan terhadap beragam penyakit masih kerap dilakukan tanpa resep dokter. Padahal, penggunaan antibiotik yang terlalu sering justru berakibat fatal.
Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebutkan sebanyak 35.6 persen rumah tangga di Indonesia memiliki kebiasaan menyimpan obat. Di antara jumlah tersebut, 85.6 persennya merupakan obat  antibiotik.
Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, dr. Hari Paraton SpOG(K), mengatakan bahwa konsumsi antibiotik yang tidak bijak dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri maupun obat. Kondisi ini dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang.
“Antibiotik hanya diberikan untuk penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri,” ungkapnya dalam acara Simposium Nasional bertajuk “More Protection, Less Antimicrobial” yang digelar di Balai Kartini Selasa (27/2 2018) lalu.
Pasien juga harus kritis
Menyoal antibiotik yang diresepkan oleh dokter, dr. Hari juga berpesan kepada para pasien agar lebih kritis dalam menerima resep dari dokter. “Bertanyalah mengapa antibiotik diberikan, dosis yang dikonsumsi, serta lama pengobatannya,” tambah dr. Hari.
Keaktifan pasien sangat diperlukan karena pasien berhak mengetahui apakah indikasi penyakit yang dideritanya memang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Hal ini disampaikannya karena di berbagai daerah masih terdapat tenaga medis yang lebih memilih untuk memberikan antibiotik kepada pasien, daripada melakukan pemeriksaan medis lebih lanjut. Pemahaman ini salah dan berbahaya.
Tak hanya itu, dr. Hari juga menambahkan bahwa beberapa jenis infeksi bakteri nyatanya bisa sembuh dengan sendirinya, seperti radang tenggorokan, diare, batuk, pilek dan demam. Jadi, tidak semua penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri perlu mendapatkan penanganan antibiotik.
Bahaya yang mengintai
Menurut dr. Hari, jika pasien terlanjur salah mengonsumsi antibiotik, tubuh bisa menjadi kebal atau resisten terhadap bakteri. Dengan demikian, bakteri di tubuh pun akan semakin kebal dalam melawan antibiotik yang masuk.
Kasus resistensi antibiotik tak hanya terjadi di Indonesia. Banyak kasus serupa juga terjadi di negara-negara lain. Jika tidak ditekan dengan segera, maka dapat diprediksikan pada 2050 akan terdapat 10 juta kematian akibat resistensi antibiotik.
Selain itu, konsumsi antibiotik secara bebas untuk penyakit yang tidak disebabkan oleh bakteri juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sebab, konsumsi antibiotik bebas dapat menganggu bakteri baik pada usus.
“Kalau sedikit-sedikit minum antibiotik bebas, maka flora (bakteri) baik di dalam usus akan mati dan kekebalan tubuh pun menurun. Orang tersebut menjadi mudah terjangkit penyakit,” jelas dr. Hari.
Selain itu, Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt, yang merupakan Direktur pelayanan Kefarmasian, Kementerian Kesehatan RI mengatakan bahwa untuk mengendalikan konsumsi antibiotik di masyarakat, ia mengimbau agar masyarakat tak membeli antibiotik sendiri.
Dengan kata lain, Anda boleh menggunakan antibiotik, dengan catatan, tidak digunakan selain untuk infeksi bakteri
Bagaimana mengontrol konsumsi antibiotik?
Resistensi obat antibiotik telah merenggut nyawa 700.000 penduduk dunia setiap tahunnya. Hal tersebut disampaikan oleh Dra. R. Dettie Yuliati, Apt., M.SiDirektur Pelayanan Kefarmasian, Kementian kesehatan RI.
Agar terhindar dari resistensi, menurut Dettie, setiap akan membeli antibiotik, Anda harus mengingat jargon 5T, yakni tidak membeli antibiotik sendiri, tidak mengunakannya untuk penyakit selain infeksi bakteri. Selain itu, Anda juga diimbau untuk tidak menyimpan antibiotik di rumah.

Penulis                        : Novita Permatasari
Judul artikel    : Apa saja yang mempengaruhi proses pengobatan?
Tahun              : 2018
Kutipan           :
Sebanyak 35.6 persen rumah tangga di Indonesia memiliki kebiasaan menyimpan obat. Di antara jumlah tersebut, 85.6 persennya merupakan obat  antibiotik. (Riset Kesehatan Dasar, 2013)
Konsumsi antibiotik yang tidak bijak dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri maupun obat. Kondisi ini dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang. Beberapa jenis infeksi bakteri nyatanya bisa sembuh dengan sendirinya, seperti radang tenggorokan, diare, batuk, pilek dan demam. Jadi, tidak semua penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri perlu mendapatkan penanganan antibiotik. Jika pasien terlanjur salah mengonsumsi antibiotik, tubuh bisa menjadi kebal atau resisten terhadap bakteri. Dengan demikian, bakteri di tubuh pun akan semakin kebal dalam melawan antibiotik yang masuk. Kalau sedikit-sedikit minum antibiotik bebas, maka flora (bakteri) baik di dalam usus akan mati dan kekebalan tubuh pun menurun. Orang tersebut menjadi mudah terjangkit penyakit. (dr. Hari Paraton SpOG(K), 2018)
Untuk mengendalikan konsumsi antibiotik di masyarakat, ia mengimbau agar masyarakat tak membeli antibiotik sendiri. Resistensi obat antibiotik telah merenggut nyawa 700.000 penduduk dunia setiap tahunnya. Setiap akan membeli antibiotik, Anda harus mengingat jargon 5T, yakni tidak membeli antibiotik sendiri, tidak mengunakannya untuk penyakit selain infeksi bakteri. Selain itu, Anda juga diimbau untuk tidak menyimpan antibiotik di rumah. (Dra. R. Dettie Yuliati, M.Si., Apt, 2018)
Paraphrase      :
Ketua Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, dr. Hari Paraton SpOG(K), mengatakan bahwa konsumsi antibiotik yang tidak bijak dapat menimbulkan resistensi terhadap bakteri maupun obat. Kondisi ini dapat mengancam keselamatan jiwa seseorang.
Keaktifan pasien sangat diperlukan karena pasien berhak mengetahui apakah indikasi penyakit yang dideritanya memang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Hal ini disampaikannya karena di berbagai daerah masih terdapat tenaga medis yang lebih memilih untuk memberikan antibiotik kepada pasien, daripada melakukan pemeriksaan medis lebih lanjut. Pemahaman ini salah dan berbahaya.
Menurut dr. Hari, jika pasien terlanjur salah mengonsumsi antibiotik, tubuh bisa menjadi kebal atau resisten terhadap bakteri. Dengan demikian, bakteri di tubuh pun akan semakin kebal dalam melawan antibiotik yang masuk.
Kasus resistensi antibiotik tak hanya terjadi di Indonesia. Banyak kasus serupa juga terjadi di negara-negara lain. Jika tidak ditekan dengan segera, maka dapat diprediksikan pada 2050 akan terdapat 10 juta kematian akibat resistensi antibiotik.
Selain itu, konsumsi antibiotik secara bebas untuk penyakit yang tidak disebabkan oleh bakteri juga dapat mengganggu sistem kekebalan tubuh. Sebab, konsumsi antibiotik bebas dapat menganggu bakteri baik pada usus. Dengan kata lain, Anda boleh menggunakan antibiotik, dengan catatan, tidak digunakan selain untuk infeksi bakteri
Agar terhindar dari resistensi, menurut Dettie, setiap akan membeli antibiotik, Anda harus mengingat jargon 5T, yakni tidak membeli antibiotik sendiri, tidak mengunakannya untuk penyakit selain infeksi bakteri. Selain itu, Anda juga diimbau untuk tidak menyimpan antibiotik di rumah.

Baban's Words Part 2

FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ