KIMIA DASAR
FARMASI
Jahe (Zingiber
officinale)
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Kimia Dasar Farmasi Akhir Semester
Ganjil 2015/2016
Oleh
Wilda Dian Sari
066115075
1-B
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya
sehingga Makalah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula
penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri
tauladan bagi seluruh umat manusia.
Terselesaikannya Makalah ini tidak terlepas dari
bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa
terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan
satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Makalah ini.
Adapun
tujuan penyusunan Makalah ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas
mata kuliah Kimia Dasar Farmasi pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2015/2016.
Do’a
penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas oleh
Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun
juga berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk
dukungan, penyusun mengucapkan terimakasih.
Bogor, Oktober 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR........................................................................
i
DAFTAR
ISI...................................................................................
ii
BAB
I: PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.........................................................................
1
1.2
Tujuan.....................................................................................
1
1.2.1 Tujuan
Penulisan..............................................................
1
1.2.2
Tujuan Pembahasan.........................................................
1
1.3 Rumusan
Masalah....................................................................
2
1.4 Sistematika Penulisan...............................................................
2
BAB
II: LANDASAN
TEORI
2.1
Sekilas Tanaman Jahe (Zingiber
Officinale)................................ 4
2.1.1 Asal Tanaman Jahe..........................................................
4
2.1.2 Nama Tanaman Jahe Di Indonesia.....................................
5
2.1.3 Klasifikasi Tanaman Jahe..................................................
5
2.1.4 Morfologi Tanaman Jahe .................................................. 6
2.1.5 Kebutuhan Tanaman Jahe.................................................
7
2.1.6 Masalah Yang Muncul.......................................................
7
2.2 Botani Dan Syarat
Tumbuh
2.2.1 Botani Tanaman Jahe.......................................................
8
2.2.2 Syarat Tanaman Jahe.......................................................
8
2.3
Jenis Tanaman Jahe.................................................................
15
2.4
Kandungan Tanaman Jahe........................................................
17
2.5
Manfaat Tanaman Jahe............................................................
20
2.6
Nilai Ekonomis Tanaman Jahe...................................................
21
2.7
Tanaman Jahe Di Pasaran........................................................
22
2.8
Pembibitan Tanaman Jahe........................................................
24
2.8.1 Karakteristik Bibit Berkualitas.............................................
26
2.8.2 Pengaruh Perbanyakan Vegetatif.......................................
27
2.8.3 Pengaruh Agroklimat.........................................................
27
BAB
III: PENUTUP
3.1
Kesimpulan...............................................................................
29
3.2
Saran.......................................................................................
29
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................
30
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
adalah negara kepulauan terbesar didunia, Negara yang memiliki begitu banyak
keanekaragaman baik habitat, maupun flora dan fauna yang dimilikinya.
Keanekaragaman ini pula membuat Indonesia memiliki banyak keanekaragaman hayati
termasuk juga keanekaragaman tanaman obat tradisional atau lebih sering dikenal
dengan tanaman herbal.
Bumi
Indonesia yang subur sangat cocok untuk tanaman jahe, namun, pada kenyataannya
tidak mudah untuk mendapatkan jahe dengan kualitas dan kuantitas yang
dibutuhkan, baik kebutuhan dalam negeri maupun ekspor. Belum banyak masyarakat
yang berminat untuk bertanam jahe. Kemungkinan hal itu karena jahe membutuhkan
perawatan yang cukup ketat, pengawasan, waktu panen yang lama, dan faktor keamanan.
Hal itu tentu saja karena jahe memiliki harga yang cukup tinggi.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan
Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Kimia Dasar Farmasi pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran
2015/2016 yang diampu oleh dosen Yudhie Suchyadi, S.Si
1.2.2 Tujuan Pembahasan
a.
Pembahasan ini bagi kami berguna sebagai
wahana latihan dalam pembuatan Makalah.
b.
Dengan adanya pembahasan ini tentunya akan
semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang pemanfaatan tanaman
obat tradisional.
c.
Pembahasan ini digunakan untuk memberikan
informasi bahwa banyak sekali tanaman yang bisa dijadikan sebagai obat-obatan.
1.3 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah tanaman jahe ?
2. Apa saja yang dibutuhkan oleh tanaman jahe ?
3. Bagaimana cara menanam jahe, hingga tanaman jahe dapat tumbuh dengan baik ?
4. Jenis tanah apa yang cocok digunakan untuk menanam tanaman jahe ?
5. Apa saja kandungan dan manfaat dalam tanaman jahe ?
6. Bagaimana ciri tanaman jahe yang terkena bakteri ?
1.4 Sistematika Penulisan
Agar
sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB
I: PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Penulisan
1.2.2 Tujuan Pembahasan
1.3 Rumusan
Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB
II: LANDASAN
TEORI
2.1
Sekilas Tanaman Jahe (Zingiber Officinale)
2.1.1 Asal Tanaman Jahe
2.1.2 Nama Tanaman Jahe Di Indonesia
2.1.3 Klasifikasi Tanaman Jahe
2.1.4 Morfologi Tanaman Jahe
2.1.5 Kebutuhan Tanaman Jahe
2.1.6 Masalah Yang Muncul
2.2 Botani Dan Syarat
Tumbuh
2.2.1 Botani Tanaman Jahe
2.2.2 Syarat Tanaman Jahe
2.3
Jenis Tanaman Jahe
2.4
Kandungan Tanaman Jahe
2.5
Manfaat Tanaman Jahe
2.6
Nilai Ekonomis Tanaman Jahe
2.7
Tanaman Jahe Di Pasaran
2.8
Pembibitan Tanaman Jahe
2.8.1 Karakteristik Bibit Berkualitas
2.8.2 Pengaruh Perbanyakan Vegetatif
2.8.3 Pengaruh Agroklimat
BAB
III: PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
DASAR
TEORI

Jahe adalah herba tegak berbatang semu, beralur, dan
berwarna hijau. Daun tunggal, berwarna hijau tua. Rimpangnya bercabang-cabang,
tebal dan agak melebar (tidak silindris), berwarna kuning pucat, di mana baunya
khas dan rasanya pedas menyegarkan.
Jahe merupakan tanaman rempah yang dimanfaatkan sebagai
minuman atau campuran pada bahan pangan.
2.1
Sekilas Tanaman Jahe (Zingiber offficinale)
Tanaman jahe (Zingiber offficinale) termasuk ke dalam kelas Monocotyledon
(tanaman berkeping satu) dan family Zingiberaceae (suku temu-temuan). Tanaman
ini merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang telah lama tumbuh di
Indonesia. Bisa dikatakan, Indonesia didatangi bangsa asing sejak beberapa abad
silam karena keberadaan jahe ini.
2.1.1 Asal tanaman jahe
Nama ‘Zingiber’ merupakan nama latin yang berasal dari
bahasa Sansekerta yaitu ‘singibera’, yang mempunyai makna berbentuk tanduk. Hal
itu karena bentuk percabangan rimpangnya yang mirip tanduk rusa. Biasanya
tanaman ini tumbuh di pekarangan rumah maupun di kebun.
Sejak zaman dahulu, tanaman ini sudah terkenal dan
dibutuhkan banyak orang. Namun sayangnya, pada saat itu mereka belum mengenal
cara budi daya yang baik dan benar sehingga hasil panennya tidak maksimal.
Tanaman jahe diperkirakan berasal dari India dan Cina yang terkenal sebagai
Negara yang memanfaatkan jahe sebagai obat. Bangsa Yunani dan Romawi memperoleh
jahe dari para pedagang Arab yang memperolehnya dari India. Sementara itu,
orang-orang Jamaica mulai mengenal jahe sekitar tahun 1952 yang kemudian
dikenal juga oleh orang-orang Karibia.
2.1.2
Nama Jahe di Indonesia
Sesuai dengan keragaman bahasa di Indonesia, jahe mempunyai
beraneka macam nama daerah diantaranya yaitu halia (Aceh), beuing (Gayo); bahing (Batak Karo); pege (Toba); goraka
(Ternate); gora (Tidore); sipodè (Mandailing); lahia (Nias); alra, jae
(Melayu); goraka (Manado); halia, pĕdas (Besemah); pĕmĕdas(Kutai); sipadas
(Pantai Sumatra Barat); sipadeh, sipodèh (Minangkabau); jahi (Lampung); jahè
(Sunda); jaé (Jawa); jhai (Madura); dan
jae, jahya, lahya, cipakan (Bali)
2.1.3 Klasifikasi Jahe
Jahe adalah tanaman
rimpang biasa disebut sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Rimpang jahe ada
yang berbentuk seperti jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Adanya rasa
pedas yang ditimbulkan oleh jahe cukup dominan dan disebabkan senyawa keton
‘zingeron’.
Berdasarkan penggolongan dan tata nama
tumbuhan, tanaman jahe diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale
2.1.4 Morfologi Tanaman Jahe
Jahe termasuk tanaman tahunan, berbatang semu yang
tingginya 30-100 cm, tergantung pada klon atau jenisnya, dan berdiri tegak
dengan ketinggian mencapai 0,75 m. Tanaman jahe terdiri atas akar, rimpang,
batang, daun, dan bunga. Akar tongkat atau rimpang yang jika dipotong berwarna
kuning atau jingga, akar tumbuh dari bagian bawah rimpang, sedangkan tunas akan
tumbuh dari bagian atas rimpang. Batang pada tanaman jahe merupakan batang semu
yang tumbuh tegak lurus, berbentuk bulat pipih, tidak bercabang tersusun atas
seludang-seludang dan pelepah daun yang saling menutup sehingga membentuk
seperti batang. Daun sempit dengan panjang 15-23 mm dan lebar 8-15 mm,
daun terdiri atas pelepah dan helaian. Pelepah daun melekat membungkus satu
sama lain sehingga membentuk batang. Helaian daun tersusun berseling, tipis
berbentuk bangun garis sampai lanset, berwarna hijau gelap pada bagian atas dan
lebih pucat pada bagian bawah, tulang daun sangat jelas, tersusun sejajar.
Permukan atas daun terdapat bulu-bulu putih. Ujung daun meruncing, pangkal daun
membulat atau tumpul. Batas antara pelepah dan helaian daun terdapat lidah
daun. Jika cukup tersedia air, bagian pangkal daun ini akan ditumbuhi tunas dan
menjadi rimpang yang baru. Rimpang jahe merupakan modifikasi bentuk dari batang
tidak teratur. Bagian luar rimpang ditutupi dengan daun yang berbentuk sisik
tipis, tersusun melingkar. Rimpang
dapat dibedakan menjadi tiga bagian sesuai dengan ukuran dan warna yang
dimiliki, yaitu: jahe besar (jahe gajah/jahe bedak), jahe kecil (jahe emprit),
dan jahe merah (jahe sunti).
2.1.5 Kebutuhan Jahe
Kebutuhan permintaan jahe dari
Indonesia ke negara pengimpor jahe beberapa tahun terakhir ini cukup meningkat.
Volume permintaan dalam negeri juga terus meningkat seiring dengan semakin
berkembangnya industri makanan dan minuman yang menggunakan bahan baku jahe.
Sayangnya, adanya peningkatan permintaan jahe belum dapatt diimbangi dengan
peningkatan produksi jahe.
Adapun
Negara tujuan jahe dari Indonesia di antaranya Jepang, Arab, serta Malaysia
dalam bentuk jahe segar, jahe kering, dan olahan. Komoditas ekspor olahan
seperti asinan (jahe putih besar), jahe kering (jahe putih besar, kecil, dan
jahe merah), maupun minyak astiri dari jahe putih kecil (jahe emprit) dan jahe
merah.
Berdasarkan
hal di atas, jahe layak dijadikan sebagai salah satu komoditas unggulan dalam
usaha pengembangan agribisnis dan agroindustri. Selain itu, jahe juga memiliki
peluang cukup besar untuk dikembangkan. Hal itu karena selain iklim, kondisi
tanah dan letak geografis Indonesia sangat cocok untuk bertanam jahe. Dengan
demikian, Indonesia bisa menjadi salah satu Negara penyuplai jahe terbesar di
dunia.
2.1.6 Masalah yang mucul
Dengan bertambahnya permintaan jahe di dalam maupun luar negeri, harus direspon dengan semakin
berkembangnya areal penanaman jahe di Indonesia. Namun, tidak jarang adanya
penolakan ekspor jahe Indonesia ke Negara tujuan, karena tingginya pencemaran
mikroorganisme. Tentu saja hal itu akan mengakibatkan kerugian petani.
Oleh karena itu, pemerintah beserta stake
holder yang ad harus mengambil langkah antisipasi atau beberapa kebijakan.
Antisipasi yang dapat dilakukan antara lain menetapkan budi daya dengan
menggunakan bibit jahe yang berasal dari varietas unggul dan sehat.
Selain itu, perlu adanya sosialisasi dan desiminasi
pembakuan bahan baku pada industry hiliir, yaitu pembudidaya jahe. Desiminasi
merupakan kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar
mereka memperoleh informasi, timbul kesadaran, menerima, dan akhirnya memanfaatkan
informasi tersebut. Dengan demikian, proses budi daya dan pasca panennya
memerlukan pembakuan standsar prosedur operasional (SPO) pada budi daya jahe.
Hal itu juga bertujuan untuk mendukung GAP (Good Agricultural Practices).
Pengenalan dan pengembangan usaha bertanam dan pengolahan jahe perlu
didukung dengan upaya perbaikan dan peningkatan. Mulai dari system budi daya,
kualitas produk, jaminan harga sesuai dengan kualitas, dan memberikan kemudahan
pada semua sector atau segmentasi usaha jahe.
2.2
Botani dan Syarat Tumbuh
Untuk mengerjakan
sesuatu, tentu saja harus diketahui ilmunya terlebih dahulu. Begitu pula dengan
bertanam jahe, botani dan syarat tumbuhnya harus diketahui. Botani merupakan
ilmu dasar tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan usaha pada
tanaman tersebut. Agar diperoleh hasil yang optimal, syarat tumbuh tanaman jahe
juga harus mendapakan perhatian selain botaninya.
2.2.1 Botani
Tanaman Jahe
Tanaman jahe (Zingiber offficinale) termasuk suku temu-temuan (Zingiberaceae) yang masih satu family
dengan temu-temuan lainnya, seperti temulawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Cucuma aeruginosa), kunyit (Cucuma
domestica), kencur (Kaempferia
galanga), dan lengkuas (Languas
galangal).
Nama ilmiah yang
diberikan oleh William Roxburgh dari Inggris tersebut akar katnya berasal dari
bahasa Yunani “zingiberi” yang
sebenarnya berasal dari bahasa Sansekerta “singaberi”.
Tanaman jahe memiliki struktur yang terdiri atas batang, daun,
bunga, buah dan rimpang. Tinggi tanaman jahe sekitar 0,3-0,75 m. batang jahe
merupakan batang semu (pseudostems) yang bentuknya bulat, tegak serta tidak
bercabang.

a.
Batang Jahe
Batang jahe berbentuk silindris dan halus berwarna hijau,
sedangkan pangkal batang berwarna putih hingga kemerahan. Batang jahe tersusun
atas lembaran-lembaran pelepah daun dengan tinggi tanaman sekitar 30-100 m.
b.
Rimpang jahe
Rimpang jahe sebenarnya merupakan akar tongkat dari tanaman
jahe, dengan warna daging rimpang ada yang putih kekuningan, kuning, maupun
jingga. Rimpang jahe banyak disukai orang karena rasanya yang pedas dan
aromanya yang khas. Aroma jahe harum menyengat disebabkan oleh kandungan minyak
atsiri yang berwarna kuning agak kental.
Dari bagian-bagian yang ada pada tanaman jahe, rimpang inilah
yang memiliki nilai ekonomis. Rimpang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan
sehari-hari, seperti bumbu untuk masakan, obat-obatan serta makanan.
Rasa jahe yang pedas disebabkan oleh kandungan senyawa gingerol.
Kandungan gingerol ini dipengaruhi oleh umur tanaman dan agroklimat tempat
tumbuhnya tanaman.
c.
Akar jahe
Akar jahe keluar dari garis lingkaran sisik rimpang, memilikin
warna putih sampai coklat, berbentuk bulat tetapi ramping, serta berserat. Akar
jahe tumbuh mendatar dekat permukaan tanah dan bercabang. Akar rimpang jahe
memiliki karakteristik karminatif, stomakik, stimulans, dan diaforatik.
d.
Daun jahe

Helaian daun jahe tersusun berselang-seling (folia disticha)
secara teratur dengan panjang daun 15-23 cm dan lebarnya 1-3 cm. tulang daunnya
tersusun sejajar dengan permukaan atas daun yang berbulu putih.
Tangkai daun
memiliki bulu dan panjangnya 2-4 mm, sedangkan lidah daunnya (ligule) memanjang
berukuran 0,75-1 cm dan tidak berbulu. Ujung daunnya runcing (acuminatus) dan
tumpul (obtusus) atau membulat (rotundatus) pada bagian pangkal. Daun terdiri
atas upih dan helaian. Pada setiap buku terdapat dua daun.
e.
Bunga
Bunga jahe tersusun dalam rangkaian malai atau bulir (spica)
yang berbentuk silinder seperti jagung. Bunga tersebut tumbuh dari rimpangnya
dan terpisah dari daun atau batang semunya. Bunga berupa malai yang tersembul
di permukaan tanah berbentuk seperti tongkat, tetapi kadang-kadang bulat telur.
Panjang bulir sekitar 4-7 cm dengan lebar 1,5-2,5 cm. setiap bunga dilindungi
oleh daun pelindung (bractea) berwarna hijau cerah berbentuk bulat telur
(ovatus) atau jorong (elliptic).

Dalam daun pelindung terdapat 1-8 bunga. Bunga jahe memiliki
mahkota berbentuk tabung dengan benang sari semu (staminodium) yang menyerupai
mahkota bunga. Mahkota bunga berbentuk tabung dengan helaian agak sempit
berwarna kuning kehijauan. Bibirnya berwarna ungu gelap dan berbintik-bintik
putih kekuningan.
Tangkai putiknya berjumlah dua buah dengan kepala sari berwarna
ungu berukuran sekitar 9 mm. kepala putik berada di atas kepala sari sehingga
kecil kemungkinan untuk terjadi penyerbukan sendiri. Namun, peluang untuk
terjadinya penyerbukan buatan masih terbuka.
f.
Bakal Buah
Tanaman jahe
memiliki bakal buah yang berbentuk bundar dengan diameter sekitar 0,2 cm yang
terletak pada bagian tengah plasenta. Bagian tengah plasenta tersebut terdiri
atas tiga ruang dan setiap ruangnya bersi tujuh bakal nuah. Buah jahe berbentuk
bulat panjang seperti kapsul, berkulit tipis dan berisi biji-biji. Biji jahe
berwarna hitam, kecil, dan memiliki selaput biji.
2.2 Syarat
Tumbuh
Tanaman jahe akan menghasilkan produksi secara optimal apabila
ditanam pada tempat dan lingkungan yang memenuhi persyaratan tumbuhnya tanaman
jahe. Selain itu, varietas jahe yang secara genetic memiliki sifat
produktivitas tinggi juga dapat mempengaruhi produksi. Untuk mendapatkan hasil
yang baik, kondisi lahan juga harus diperhatikan, baik tingkat kesuburannya
maupun topografinya.
Umumnya syarat tumbuh ini meliputi :
a.
Ketinggian tempat
Tanaman jahe sebenarnya dapat tumbuh di dataran rendah sampai
wilayah pegunungan, dari ketinggian 0-1.500 mdpl. Namun, khusu untuk jahe
gajah, tempat yang dikehendaki untuk tumbuh dan berproduksi optimal adalah pada
ketinggian medium, yaitu 500-950 mdpl. Karena umumnya sentra produksi jahe
gajah adalah lereng-lereng pegunungan atau tempat lain dengan ketinggian
tersebut.
Jika ditanam di tempat yang lebih rendah dari 500 mdpl, sehingga
suhu udara lebih dari 32°C, biasanya jahe gajah menunjukkan gejala-gejala daun
terbakar. Sementar itu, jika ditanam di atas ketinggian 1.000 mdpl dan suhu
udara kurang dari 20°C, pertumbuhan vegetatifnya terlalu subur, sehingga lambat
membentuk anakan dan rimpang.
b.
Curah hujan dan Kelembaban
Tanaman jahe membutuhkan curah hujan ysng relative tinggi, yaitu
sekitar 2.500-4.000 mm/tahun dengan bulan basah 7-9 bulan. Satu tahun optimal
untuk pertumbuhan jahe rata-rata sekitar 25-30°C.
Tanaman jahe membutuhkan kelembaban yang juga cukup tinggi untuk
pertumbuhan optimalnya, yaitu sekitar 80%. Karenanya, jahe cenderung
menghendaki tempat-tempat yang bercurah hujan tinggi sampai tanaman berumur 5-6
bulan. Setelah itu, saat memasuki stadium mengering, tanaman jahe tidak lagi
menghendaki hujan.
c.
Jenis Tanah
Ditanam pada jenis tanah apapun, jahe bisa tumbuh. Namun, untuk
mendapatkan hasil yang optimal, tanaman ini menghendaki tanah yang subur,
gembu, dan banyak mengandung bahan organic. Jenis tanah yang cocok yaitu
tanah-tanah latosol merah cokelat atau andosol, tekstur tanah yang baik bagi
pertumbuhan tanaman jahe adalah tanah-tanah bertekstur lempung, lempung liat
berpasir, lempung berdebu, debu, serta lempung berliat. Tanah subur berarti
memiliki kandungan hara yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Tanah
gembur memudahkan perakaran menembus dan menyerap hara yang dibutuhkannya, serta
tanah berdrainase baik karna dapat mencegah lahan menjadi becek dan tergenang
air, sehingga akar jahe yang tidak tahan genangan bisa tumbuh dengan baik. Agar
drainase baik, para petani jahe biasanya memilih lahan berkontuk miring atau
membuat bedengan dengan parit di sebelah kanan dan kirinya.
Selain secara fisik tanah harus gembur, secara kimiawi tanah
yang baik untuk budi daya jahe gajah memiliki derajat keasaman, pH tanah yang
dibutuhkan adalah 5,5-7. Walaupun demikian, tanaman jahe masih dapat tumbuh
dengan baik pada pH tanah minimah 4,5, dan pH 6,8-7,0 untuk produksi maksimum.

d.
Lokasi
Agar pertumbuhannya optimal, jahe memerlukan tempat terbuka yang
mendapat sinar matahari sepanjang hari, dari pagi hingga sore hari. Di tempat
seperti ini daun-daun akan memperoleh sinar matahari yang diperlukan untuk
proses fotosintesis, terutama pada fase pembentukan rimpang.
Tempat yang berada di bawah naungan pepohonan kurang bagus untuk
budi daya jahe. Selain daun tidak memperoleh sinar matahari secara maksimal,
tempat yang terlindung menciptakan kelembaban sangat tinggi dan bisa memicu
serangan layu bakteri yang merupakan penyakit jahe paling berbahaya.

Kelerengan atau kemiringan tanah tempat tumbuhnya tanaman jahe
juga perlu mendapat perhatian. Hal itu terkait perakaran yang dangkal dari
tanaman jahe tentu berpengaruh terhadap kekuatan tanaman yang tumbuh pada
lahan-lahan berlereng. Kemiringan yang baik untuk tumbuhnya tanaman jahe adalah
tanah dengan kemiringan kurang dari 3%. Namun, tidak menutup kemungkinan
ditanam pada kemiringan yang lebuh dari itu.
2.3 Jenis
Jahe
Secara umum, terdapat
tiga klon/jenis tanaman jahe yang dapat dibedakan dari aroma, warna, bentuk dan
besar rimpang. Ketiga jenis tanaman jahe tersebut adalah jahe putih besar, jahe
putih kecil, dan jahe merah. Jahe putih besar biasa disebut dengan jahe gajah
atau jahe badak. Hal itu karena jahe gajah memiliki ukuran rimpang yang lebih
besar dan lebih gemuk daripada jenis jahe yang lain.

a.
Jahe Besar
Jahe besar disebut juga jahe
gajah atau jahe badak. Batang jahe gajah berbentuk bulat, berwarna hijau muda,
diselubungi pelepah daun, sehingga agak keras. Rimpang jahe ini berwarna putih
kekuningan. Selain itu rimpangnya lebih besar dan lebih gemuk dengan ruas lebih
menggembung daripada jenis jahe yang lain. Tinggi tanaman 55,88–81,38 cm.
Daunnya tersusun secara selang-seling dan teratur, permukaan daun bagian atas
berwarna hijau muda jika dibandingkan dengan bagian bawah. Jahe gajah bisa
dikonsumsi waktu berumur muda maupun tua, baik sebagai jahe segar maupun
olahan. Jahe besar memiliki rasa yang kurang pedas serta aroma yang kurang
tajam dibandingkan dengan jenis jahe yang lain. Jahe yang memiliki sebutan jahe
badak ini memiliki kandungan minyak astiri sekitar 0,18-1,66% dari berat
kering. Jahe ini biasanya digunakan untuk sayur, masakan, minuman, permen, dan
rempah-rempah.
b.
Jahe Putih Kecil
Jahe
putih kecil (Z. officinale var. Amarum)
biasa disebut dengan jahe emprit. Warnanya putih, bentuknya agak pipih,
berserat lembut, dan aromanya kurang tajam dibandingkan dengan jahe merah. Saat
ini, ada varietas unggul jahe putih yang dinamakan jahe putih kecil (JPK 3dan
6) yang mampu berproduksi sebesar 16 ton/ha.
Batang
kecil berbentuk bulat, berwarna hijau muda, dan diselubungi oleh pelepah daun
sehingga agak keras. Tinggi rata-rata tanaman antara 41,87–56,45 cm. Susunan
daun berselang-seling dan teratur dengan warna permukaan daun bagian atas hijau
muda, berwarna putih sampai kuning. Jahe putih kecil dapat diekstrak oleoresin
dan diambil minyak astirinya (1,5-3,5% dari beratab kering).
Dengan
demikian, kandungan minyak astirinya lebih besar dibandingkan dengan jahe
gajah. Kadar minyak astiri jahe putih sebesar 1,7-3,8% dan kadar oleoresin
2,39-8,87%.
3.
Jahe Merah
Lain halnya dengan jahe merah yang memiliki nama latin Zingiber
officinale var. rubrum. Jahe ini biasa disebut dengan jahe sunti. Jahe merah
memiliki rasa yang sangat pedas dengan aroma yang sangat tajam sehingga sering
dimanfaatkan untuk pembuatan minyak jahe dan bahan obat-obatan.
Rimpang jahe ini berwarna merah hingga jingga muda. Ukuran
rimpang pada jahe merah lebih kecil dibandingkan dengan kedua jenis jahe
lainnya. Batang jahe merah berbentuk bulat kecil, berwarna hijau kemerahan, dan
agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun. Tinggi tanaman mencapai
34,18–62,28 cm. Daun tersusun berselang-seling secara teratur dan memiliki
warna yang lebih hijau (gelap) dibandingkan dengan kedua tipe lainnya.
Permukaan daun bagian atas berwarna hijau muda dibandingkan dengan bagian
bawahnya. Jahe ini memiliki kandung minyak astiri sekitar 2,58-3,90% dari berat
kering.
Jahe
merah diperkirakan berasal dari India. Dibawa sebagai rempah perdagangan hingga
Asia Tenggara, Tiongkok, Jepang, sampai Timur Tengah.Kemudian pada zaman
kolonialisme, jahe yang bisa memberikan rasa hangat dan pedas pada makanan
segera menjadi komoditas yang popular di Eropa.
2.4 Kandungan
Jahe
Rimpang jahe mengandung dua komponen utama
yaitu komponen minyak menguap dan komponen minyak tidak menguap.Komponen minyak
menguap terdiri dari minyak atsiri yang memberikan aroma pada jahe dengan
komponen terbanyak adalah zingiberen dan zingiberol. Komponen tidak menguap
terdiri dari oleoresin pada jahe yang memberikan rasa pedas (Bernawie dan
Purwiyanti,2011:5).
Secara umum ketiga jenis jahe mengandung
pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral dan enzim
proteolitik yang disebut zingibain. Menurut penelitian Hernani dan Hayani, jahe
merah mempunyai kandungan pati (52,9%), minyak atsiri (3,9%), dan ekstrak yang
larut dalam alkohol (9,93%) lebih tinggi dibandingkan jahe kecil (41,48%; 3,5%;
dan 7,29%) dan jahe besar (44,25%; 2,5%; dan 5,18%). Karakteristik bau dan aroma jahe berasal
dari campuran senyawa zingeron, shogaol serta minyak atsiri dengan kisaran 1-3%
dalam jahe segar, sedangkan zingeron mempunyai kepedasan yang lebih rendah dan
memberikan rasa manis.
Konsentrasi gingerol dari jahe kering akan berkurang dibandingkan dengan
jahe segar. Hasil penelitian Puengphian dan Sirichote, menunjukkan bahwa jahe
segar kadar airnya 94%, dengan kandungan gingerol 21,15 mg/g. Sedangkan, adanya
pengeringan pada suhu 550C selama 11 jam menghasilkan kadar air
0,29% dengan kandungan gingerol 18,81 mg/g (Hernani dan Winarti, 2011:126). Kandungan minyak atsiri dan oleoresin yang
cukup tinggi pada rimpang jahe merah yaitu minyak atsirinya sekitar 2,5–3%
sedangkan kandungan oleoresinnya bisa mencapai 3% (Herlina, 2002:12). Oleoresin pada jahe merah tahan terhadap
pemanasan sampai suhu 900C tanpa mengalami perubahan mutu yang
nyata.
Rimpang jahe merah mengandung
senyawa-senyawa kimia yaitu 1,8-cineole, 10-dehydro-gingerdione, 6-gingerdione,
arginine, a–linolenic acid,
aspartic, β-sitosterol, caprylic acid, capsaicin, chlorogenis acid, farnesal,
farnesene, farnesol, dan unsur pati seperti tepung kanji, serta serat-serat
resin dalam jumlah sedikit.
Hasil
penelitian farmakologi menyatakan bahwa senyawa antioksidan alami dalam jahe
cukup tinggi dan sangat efisien dalam menghambat radikal bebas superoksida dan
hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel kanker, dan bersifat antikarsinogenik.Beberapa komponen kimia seperti, gingerol,
shogaol dan zingerone memberi efek farmakologi seperti antioksidan,
antiinflamasi, dan analgetik (Hernani; Winarti, 2011:126).Komponen
tersebut berkhasiat sebagai pereda rasa
nyeri atau analgesik yang mekanisme kerjanya adalah menghambat kerja enzim
siklooksigenase, dengan demikian akan mengurangi produksi prostalgandin oleh
asam arakidonat sehingga mengurangi nyeri.
Jahe
juga dapat menstimulasi sirkulasi darah.Jahe mengandung senyawa potensial
antiinflamasi yang disebut gingerol. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
mengkonsumsi bahan segar dan olahan jahe setiap hari akan menurunkan sakit otot
dan mencegah salah otot akibat olahraga. Selain itu dapat mengurangi kolesterol
yang dapat merusak kesehatan jantung.
Menurut Uhl dalam Fakhrudin (2008), resin pada jahe terdiri dari
komponen aktif berupa fenol yang terkandung dalam oleoresin seperti gingerol
memberikan rasa pedas.Gingerol dapat terkonversi menjadi shogaol
atau zingeron. Shogaol terbentuk dari gingerol selama proses pemanasan pada
suhu 1000C dan pH 1 terjadi perubahan cukup cepat. Senyawa gingerol
dan shogaol memiliki banyak gugus hidroksil sehingga bersifat polar.

Gambar
5.
Struktur
Gingerol
(Tejasari,
Zakaria, Sajuthi, 2006)
Jahe
kering mengandung beberapa komponen kimia antara lain minyak astiri, oleoresin,
amilum, air, dan abu. Aroma yang dimiliki jahe disebabkan oleh komponen minyak
atsiri, sedangkan rasa pedas yang ditimbulkannya disebabkan oleh komposen
oleoresin.
Jahe
merah memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan memiliki rasa paling pedas,
dipakai untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Ukuran rimpangnya paling kecil
dengan warna merah dengan serat lebih besar di banding jahe biasa.
Jika
dilihat dari kandungan air, jahe putih besar memiliki kandungan air sebanyak
82%, jahe putih kecil 50,2%, dan jahe merah 81%. Sementara itu, jika dilihat
dari kandungan minya astirinya, jahe putih besar mengandung minyak sekitar
1,18-1,68%; jahe putih kecil sekitar 3,3%; dan jahe merah sekitar 2,58-2,72%.
Khusu untuk jahe merah, pemanenan harus selalu dilakukan setelah tua.
Rimpang jahe memiliki kandungan vitamin A,B, C, lemak, protein,
pati, dammar, asam organic, oleoresin (gingerin), dan minyak terbang (zingeron,
zingerol, zingeberol, zingiberin, borneol, sineol, dan feladren). Selain itu,
rimpang jahe juga mengandung minyak atsiri dan oleoresin. Oleoresin merupakan
campuran resin dan minyak astiri yang diperoleh dari pelarut organic.
Berdasarkan kandungan minyak astirinya, jahe merah yang kadarnya paling tinggi,
lalu disusul oleh jahe putih keci dan jahe gajah. Meskipun demikian, jahe gajah
lebih diknal daripada jahe merah. Hal itu karena jahe gajah banyak digunakan
sebagaibumbu dapur, rempah-rempah, dan bahan obat-obatan.
2.5 Manfaat
Jahe
Jahe dapat
digunakan sebagai herba tradisional yang membantu mengatasi sejumlah keluhan
kesehatan. Sudah disebutkan
bahwa rimpang jahe digunakan untuk bumbu masak, pemberi aroma, dan rasa pada
makanan seperti roti, kue, biscuit, permen, dan berbagai jenis minuman.
Sementara itu, manfaatnya secara farmakologi antara lain sebagai
karminatif (peluruh kentut), antimuntah, pereda kejang, antipengerasan pembuluh
darah, peluruh keringat, anti-inflamasi, antimikroba dan parasit, antipiretik,
antirematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.
Manfaat lain dari
jahe adalah untuk keperluan pembuatan obat-obatan, khususnya obat herbal
seperti obat masuk angin dan sakit perut, Sebagai produk jamu, sebagai bahan
pembuatan kue, diolah menjadi bubuk, minuman, serta permen, juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan minyak astiri, kosmetik, serta simplisia
(bahan alamiah obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali
pengeringan).
2.6 Nilai
Ekonomis
Di
antara berbagai jenis tanaman terna setahun, terutama kelompok empon-empon,
jahe merupakan komoditas pertanian yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Hal
ini disebabkan manfaat jahe yang sangat beragam, dari bahan obat, pemberi aroma
pada makanan dan minuman, sampai penghangat badan. Karena rimpang inilah yang
paling ramai diperdagangkan, baik di pasar lokal maupun internasional.
Nilai
dari tanaman ini terletak pada rimpangnya yang secara umum dikonsumsi sebagai
minuman penghangat, rempah, penambah rasa, dan sebagai bahan baku obat
tradisional. Pemanfaatan jahe sebagai rempah dan flavoring agent pada makanan
dan minuman umumnya dimanfaatkan bagi pengobatan dikarenakan rasa dan aromanya
yang lebih tajam.
2.7 Jahe di Pasaran
Jahe dapat diolah menjadi beberapa
produk. Produk tersebut sudah ada yang beredar di pasaran, tetapi ada juga yang
hanya produksi local atau terbatas di beberapa kalangan. Hingga saat ini,
produk jahe yang terpapar dalam perdagangan sebagai produk setengah jadi
(simplisia, pati, minyak, ekstrak), produk industri (makanan/minuman,
kosmetika, farmasi, dan produk jadi (sirup, instan, bedak, tablet dan kapsul)
Di pasaran, jahe
diperdagangkan dalam berbagai bentuk sebagai berikut :
a.
Jahe segar
Jahe segar adalah jahe yang langsung dipasarkan tanpa diolah
terlebih lanjut. Setelah dipanen, batang semu dan akar-akarnya dibersihkan,
dicuci, kemudian langsung dipasarkan.
Berdasarkan umur panennya, ada dua jenis
jahe segar, yaitu jahe muda dan jahe tua. Jahe muda, biasanya untuk dijadikan
bahan asinan atau manisan, dipanen saat tanaman baru berumur 3-4 bulan.
Sedangkan jahe tua, dipanen saat berumur 8-9 bulan, saat rimpang berukuran
maksimal.

b.
Jahe kering
Jahe kering umumnya berbentuk irisan, baik berupa slices (dipotong melintang setebal 4 mm)
maupun split (dibelah dua sejajar
dengan permukaannya yang datar). Ada jahe kering tanpa kupas, setengah dikupas,
dan dikupas sampai bersih, tergantung pada tujuan penggunaannya.
c.
Awetan Jahe
Ada tiga jenis awetan jahe di pasaran, yaitu asinan jahe, jahe
dalam sirup gula, dan jahe kristal. Ketiga jenis awetan jahe tersebut
pembuatannya dimulai dari pemrosesan jahe segar menjadi pikel atau acar jahe.
Pikel jahe terbuat dari rimpang jahe yang dipanen saat berumur maksimum 7
bulan, biasanya saat berumur 3-4 bulan. Rimpang dikupas, dipotong-potong,
kemudian direndam di dalam larutan garam dan cuka selama tujuh hari. Cina, Hong
Kong, dan Australia adalah produsen potensial awetan jahe.
d.
Jahe Bubuk
Jahe bubuk adalah produk olahan jahe yang sangat diperlukan
dalam industry obat, jamu, farmasi, bir, brendi, dan anggur jahe. Jahe bubuk
untuk industry obat, jamu, dan farmasi dibuat dari jahe kering yang dikuliti
sempurna dan digiling dengan ukuran 50-60 mesh. Sementara itu, jahe bubuk untuk
industry bir, brendi, dan anggur jahe, dibuat dari jahe kering setengah
dikuliti.
e.
Minyak Jahe
Minyak jahe didapat dari proses penyulingan jahe kering split atau slices tanpa dikuliti. Sebelum disuling, jahe kering dihaluskan
menggunakan hammer mil dan segera
dimasukkan ke dalam ketel penyulingan.
f. Oleoresin
Jahe
Oleoresin jahe terbuat dari ekstrasi tepung jahe kering
berukuran 30-40 mesh dengan pelarut organik etanol, aseton, etilendiklorida,
isopropanol, atau heksan. Bentuknya barupa cairan pekat berwarna cokelat tua
dengan kandungan minyak atsiri 15-35%.

2.8 Pembibitan
Jahe

Syarat bibit jahe
yang baik antara lain tidak cacat, bobot ideal, tidak sakit, kulit luar keras
dang mengkilap, serta mengandung serat dan pati yang tinggi.
Bibit
tanaman jahe dapat dibuat sendiri atau dibeli dari para pembibit atau penjual
bibit. Untuk mendapatkan kualitas yang lebih meyakinkan, caranya bisa dengan
membuat bibit sendiri. Pembuatan bibit sendiri dapat dilakukan dengan mudah,
yaitu dengan menyisakan sebagian hasil panen jahe untuk dijadikan bibit. Dengan
demikian, jahe belum ditumbuhi tunas sehingga dapat dijadikan bibit. Sementara
itu, pembelian bibit biasanya dilakukan apabila baru pertama kali akan menanam
jahe. Dalam pembuatan bibit sendiri, perlu diperhatikan beberapa criteria atau
persyaratan bibit yang baik.
Dalam usaha budi
daya tanaman, pembibitan sangat diperlukan. Bahkan, budi daya tidak akan
berjalan tanpa adanya bibit. Begitu pula dengan usaha bertanam jahe, tentu saja
pembibitan sangat penting. Bibit yang bagus dan sehat diharapkan akan
menghasilkan tanaman dan rimpang jahe yang berkualitas baik.
Saat
pembibitan merupakan titik awal kualitas jahe dimulai. Kita harus mencari bibit
dari rimpang yang berkualitas dengan metode atau cara tanam yang baik. Dengan
demikian, akan diperoleh bibit yang berkualitas. Untuk mendapatkan bibit jahe
secara konvensional yang tahan terhadap penyakit tertentu, khususnya Pseudomonos solonacearum, bisa dikatakan
masih sulit. Hal itu disebabkan terbatasnya sumber gen ketahanan, hambatan
fisiologis karena adanya sifat ketidaksesuaian diri, dan rendahnya fertilitas.
Untuk
meningkatkan ketahanan jahe terhadap penyakit, cara yang dapat digunakan adalah
dengan aplikasi variasi somaklonal dan pengulturan sel atau jaringan tanaman
menggunakan medium selektif. Tentu saja cara ini membutuhkan keahlian khusus
dan perlu pengembangan secara intensif pada praktisi tanaman jahe.
2.3.1
Karakteristik Bibit Berkualitas
Tanaman
jahe biasanya diperbanyak melalui pembiakan vegetative, yaitu dengan cara
memotong rimpangnya untuk ditanam kembali. Meskipun mudah untuk membuat bibit
sendiri, tetapi harus memperhatikan kualitas bibit yang baik agar pertumbuhan
dan produksi tanaman juga baik.
Untuk
memperoleh kualitas bibit yang baik, sebaiknya diperhatikan beberapa hal yang
mempengaruhinya :
· Rimpang yang akan dijadikan bibit
diambil langsung dari kebun. Hal itu karena bibit yang baik berasal dari
rimpang yang segar.
· Rimpang diambil dari tanaman yang sehat
adalah rimpang yang kondisinya tidak terluka. Selain itu, rimpang yang baik
berasal dari tanaman berumur 10 bulan (rimpang tua).
· Bibit yang baik berukuran sekitar 3-7 cm
dengan berat antara 25-60 g untuk jahe putih besar. Sementara itu, untuk jahe
putih kecil dan jahe merah bobotnya 20-40 g di setiap potongan rimpang.
· Rimpang yang akan dijadikan bibit
memiliki 3 mata tunas atau lebih.
· Bagian rimpang yang terbaik untuk
dijadikan bibit adalah rimpang pada ruas kedua dan ketiga.
· Kebutuhan bibir per ha untuk jahe merah
dan jahe emprit adalah 1-1,5 ton. Sementara itu, jahe putih besar yang dipanen
tua membutuhkan bibitb 2-3 ton/ha dan 5 ton/ha untuk jahe putih besar yang
dipanen muda.
· Rimpang yang telah terinfeksi penyakit
tidak dapat digunakan sebagai bibit karena akan menjadi sumber penularan
penyakit. Jika ditanam, bibit sakit akan membuat pertumbuhan tanaman tidak
baik. Dengan demikian, hasil panen yang diperoleh tidak akan memuaskan, bahkan
bisa gagal panen. Oleh karena itu, bibit jahe yang akan ditanam harus jelas
asal-usulnya,
· Bibit yang digunakan harus dipastikan
bukan dari kebun yang terserang bakteri Pseudomonas
solanacearum, cendawan Rhizoctonia
solani, maupun hama lalat rimpang Mimegralla
coeruleifrons dan Enmerus figurans. Jika bibit tersebut ditanam tidak akan
tumbuh dengan baik dan tentu saja membuat produksi menurun.
2.3.2
Pengaruh Perbanyakan Vegetatif
Oleh karena tanaman jahe selalu diperbanyak melalui perbanyakan
vegetative, keanekaragaman plasma nutfah kurang dapat berkembang. Andaikan
terjadi beberapa perbedaan karakteristik tanaman jahe dari berbagai daerah ,
hal tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh iklim, tanah, cara budi daya, serta
cara perbanyakan dari berbagai daerah yang berbeda-beda.
Pemanfaatan plasma nutfah di Indonesia
sangat terbatas karena berbagai hal, di antaranya terbatas jumlah koleksi,
terbatasnya kegiatan karakterisasi dan evaluasi, serta terbatasnya dana dan
fasilitas. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut serta untuk mengupayakan agar
plasma nutfah dapat dimanfaatkan lebih optimal, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan. Beberapa langkah tersebut antara lain sebagai berikut.
· Pembuatan klasifikasi koleksi kerja
· Identifikasi sumber sifat-sifat penting
· Memperbesar keragaman genetic untuk sifat-sifat
tertentu
· Memperbesar keragaman sifat agronomis
· Mempelajari biologi bunga dan system
penyerbukan
· Mempelajari kompatibilitas persilangan
intra dan antarspesies
· Mengevaluasi ketahanan terhadap pengaruh
lingkungan
2.3.3
Pengaruh Agroklimat
Meskipun telah diupayakan pemilihan bibit yang baik melalui
plasma nutfah yang ada, terkadang kondisi pertumbuhan dan produksi tanaman jahe
kurang optimal pada suatu daerah dibandingkan dengan daerah lain. Hal itu dapat
terjadi karena kondisi agroklimat setiap daerah berbeda-beda. Sementara itu,
fenotip (pertumbuhan) dan produktivitas dipengaruhi adanya hasil interaksi
antara genotip tanaman dan kondisi lingkungan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa tanaman herbal berpengaruh terhadap kesehatan manusia,
meskipun telah ditemukan antibiotik terbaru yang efektif untuk meyembuhkan
penyakit. Namun peran tanaman herbal yang sedikit memiliki efek samping bagi
tubuh sulit digantikan.
Jahe
merupakan salah satu jenis tanaman rempah-rempah yang ada di Indonesia.
Komoditas ini dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Rimpang jahe banyak
dicari karena memiliki kelebihan dalam hal kesehatan, kesegaran, dan campuran
untuk membuat masakan.
3.2 Saran
Jahe
merupakan salah satu komoditas yang dicari banyak orang. Kebutuhan jahe dunia
dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk. Sayang sekali, meningkatnya kebutuhan tersebut belum bisa
diimbangi dengan kemampuan dalam menyediakannya.
Ketidakmampuan
Indonesia memenuhi kebutuhan jahe, baik untuk pasar local maupun internasional
disebabkan oleh dua hal, yakni kurangnya lahan para petani dan produktivitasnya
yang masih rendah.
Untuk
meningkatkan produktivitas jahe, teknik penanaman harus diperbaiki dengan
menekankan pada pemupukan secara intensif. Selain itu, juga perlu diawali
dengan perlakuan pratanam yang baik, terutama penyediaan bibit bermutu.
Penyediaan bibit bermutu memperkecil risiko tanaman terserang penyakit layu
bakteri yang bisa menurunkan produktivitas, bahkan bisa gagal panen.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiguna,
Parjan. 2014. The Secret of Herbal.
Sleman, Yogyakarta: Cetakan Pertama.
Agoes,
Azwar. 2012. Tanaman Obat Indonesia.
Jakarta: Buku Pertama.
Alita Margahana, Debby. 2014. Uji Efektifitas
Rimpang Jahe Merah (Zingiber offficinale) Sebagai Analgetik Pada Mencit Putih
(Mus musculus). Lampung: Karya
Tulis Ilmiah.
Andoko,
Agus. 2005. Budi Daya dan Peluang Bisnis
Jahe. Jakarta: Cetakan Pertama.
Araska.
2015. Untung Besar Budidaya Jahe Merah.
Bantul, Yogyakarta: Cetakan Pertama.
Bahari,
Hamid. 2013. Tanaman-Tanaman Ajaib Untuk
Kesehatan, Kecantikan, dan Kecerdasan. Banguntapan, Jogjakarta: Cetakan
Pertama.
Dwi
Setyaningrum, Hesti. 2013. Jahe. Jakarta:
Cetakan Pertama.
No comments:
Post a Comment