LAPORAN
PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN CAIR DAN SEMI PADAT
“SEMI SOLIDA”
Tanggal Praktikum : 12
April 2017
Disusun Oleh:
Kelompok 7
Wilda Dian Sari
0661 15 075
Fathia Hanifa 0661 15 077
Melatie Kasi
0661 15 078
Retno Ajeng 0661 15 079
Suherlina
0661 15 080
Dosen Pembimbing :
Drs. Muztabadihardja., Apt
Septia Andini, S.Farm., Apt
Bayu Sandi S.Farm,Apt
Asisten Dosen:
Ria
Komalasari
Taufik
Gunawan
LABORATORIUM
FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Mengetahui
cara pembuatan sediaan semi solid dengan bermacam-macam basis semi solida.
1.2
Dasar Teori
A. Salep
Salep
adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Dasar salep yang
digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa
hidrokarbon, dasar salep
serap, dasar salep yang dapat
dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan
salah satu dasar salep tersebut (Ansel, 1995).
Salep
merupakan sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan
mukosa. Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa
hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut dalam air.
Setiap bahan salep menggunakan salah
satu dasar salep tersebut :
1.
Dasar salep hidrokarbon
Dasar
salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak
seperti vaselin album (petrolatum), parafin liquidum. Vaselin
album adalah golongan
lemak mineral diperoleh
dari minyak bumi,titik cair
sekitar 10-50°C, mengikat 30% air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak.
Hanya sejumlah kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat
dasar salep hidrokarbon sukar dicuci,
tidak mengering dan tidak berubah dalam
waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup.
Dasar salep hidrokarbon terutama
digunakan sebagai bahan emolien.
2.
Dasar salep serap
Dasar
salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk anhidrat (parafin hidrofilik dan
lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk emulsi (lanolin dan cold cream) yang
dapat bercampur dengan sejumlah larutan tambahan. Adeps lanae ialah lemak murni
dari lemak bulu domba, keras dan melekat sehingga sukar dioleskan, mudah
mengikat air. Adeps lanae hyrosue atau lanolin ialah adeps lanae dengan aqua
25-27%.
Dasar
salep berminyak terdiri dari minyak hidrofob seperti vaselin, paraffin
cair, minyak tumbuhan,
silicon. Sifat dasar
salep ini: tidak
mengandung air, hidrofob, tidak
larut air, tidak
tercuci oleh air.
Dasar salep absorbsi
meliputi minyak hidrofil seperti adeps lanae, hidrofilik
petrolatum. Dua tipe dasar salep
absorbsi: dasar salep anhidrus dapat menyerap air dan membentuk emulsi A/M. (Voigt,
1994).
Hanya
sejumlah komponen kecil berair dapat
dicampurkan ke dalamnya. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama
sebagai emolien, dan sukar dicuci, tidak
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Anonim, 1995).
Dasar
salep serap dapat dibagi dalam 2 kelompok: dasar salep yang dapat bercampur
dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik dan
lanolin anhidrat), dan emulsi
air dalam minyak yang
dapat bercampur dengan sejumlah larutan
air tambahan (lanolin). Dasar
salep serap juga
bermanfaat sebagai emolien (Anonim, 1995).
3.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air mudah
dicuci dari kulit. Beberapa bahan
obat dapat menjadi
lebih efektif menggunakan
dasar salep ini
daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan lain adalah dapat
diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan
dermatologik (Anonim, 1995).
4.
Dasar salep larut dalam air
Disebut juga kelompok dasar salep tak berlemak dan terdiri
dari konstituen larut
air. Dasar salep jenis
ini memberikan banyak keuntungan seperti
dasar salep yang
dapat dicuci dengan
air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam
air seperti parafin,
lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat
disebut gel (Anonim, 1995).
Pemilihan
dasar salep tergantung beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat
bahan obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan
sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang
ideal untuk mendapatkan stabilitas yang
diinginkan. Misalnya obat-obat yang
cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
dasar salep yang mengandung air (Anonim, 1995).
B. Krim
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah
bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air tidak kurang dari
60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim terdiri
dari emulsi minyak di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau
alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih
ditujukan untuk pemakaian kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu :
1.
Tipe M/A atau O/W
Krim m/a (vanishing cream) yang
digunakan melalui kulit akan hilang tanpa bekas. Pembuatan krim m/a sering
menggunakan zat pengemulsi campuran dari surfaktan (jenis lemak yang ampifil)
yang umumnya merupakan rantai panjang alcohol walaupun untuk beberapa sediaan
kosmetik pemakaian asam lemak lebih popular.
2.
Tipe A/M atau W/O,
Yaitu minyak
terdispersi dalam air.Krim berminyak mengandung zat pengemulsi A/M yang
spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau ester asam lemak dengan atau
garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca.
Krim A/M dan
M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda.Jika emulgator tidak tepat, dapat
terjadi pembalikan fasa.
Pada umumnya
senyawa peningkat penetrasi akan meningkatkan permeabilitas kulit dengan mengurangi
tahanan difusi stratum corneum dengan cara merusaknya secara reversible.
Contoh; dimetil sulfida (DMSO), zat ini bersifat dipolar, aprotik dan dapat
bercampur dengan air, pelarut organik pada umumnya.
Metode
Pembuatan:
1.
Metode Pelelehan ( fusion) Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan
bersama-sama, setelah meleleh diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan:
kestabilan zat khasiat.
2.
Metode Triturasi Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa
basis ditambahkan terakhir. Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik
untuk melarutkan zat khasiatnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch
yang cukup besar dan keberhasilan produksi sangat tergantung dari tahap-tahap
pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pembuatan ke tahap yang lain.
Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan,
antara lain: . Kondisi temperatur /suhu . Kontaminasi dengan kotoran .
Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.
Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
·
Mudah
menyebar rata
·
Praktis
·
Lebih mudah
dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A
·
Cara kerja
langsung pada jaringan setempat
·
Tidak
lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
·
Bahan untuk
pemakaian topikal jumlah
yang diabsorpsi tidak cukup beracun,
sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui pasien.
Adapun
kekurangan dari sediaan krim yaitu:
·
Mudah kering
dan mudah rusak khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
·
Susah dalam
pembuatannya, karena pembuatan krimharus dalam
keadaan panas.
·
Mudah
lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
·
Mudah pecah,
disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
·
Pembuatannya
harus secara aseptik.
BAB
II
METODOLOGI
KERJA
2.1 Preformulasi
A.
Asam Salisilat
1.
Warna : Putih
2.
Rasa :
Agak Manis
3.
Bau : Tidak Berbau
4.
Organoleptik : Hablur Putih (Biasanya berbentuk
jarum halus)
5.
Mikroskopis :
6.
Polimorfisa :
7.
Ukuran
partikel :
8.
Kelarutan :
a.
Air : Sukar Larut (Laut dalam Air Mendidih)
b.
Metanol : Mudah Larut
c.
Benzene : Sukar Larut
d.
Dapar
pH 7,4 : -
e.
Lain
– Lain : Eter : Mudah Larut
9.
Titik
Lebur : 158oC – 161oC
10.
Bobot
jenis
a.
Sebenarnya :
b.
Bulk :
11.
pH
( %dalam air ) :
12.
pKa
koefisien partisi :
13.
Kecepatan
disolusi :
14.
Data
stailitas dalam sediaan :
B.
Gliserin (FI IV hal 413, Handbook
of Pharmaceutical Excipient edisi 6 hal 283).
1.
Warna : tidak berwarna
2.
Rasa :
manis diikuti rasa hangat
3.
Bau :
tidak berbau
4.
Penampilan : cairan seperti sirup, jernih
5.
Rumus Molekul : C3H8O3.
6.
Berat Molekul : 92,09
7.
Higroskopik : jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk massa hablur berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai
lebih kurang 20 derajat.
8.
Kelarutan : dapat bercampur
dengan air, dan dengan etanol (95%) ; praktis tidak larut dalam kloroform
P, dalam eter P, dan dalam minyak lemak.
9.
Khasiat : zat tambahan,
pelarut
10.
Titik Beku : -1,60
C.
11.
Konsentrasi : <50%.
12.
Berat Jenis : Tidak kurang dari
1,249. 1,2620 g/cm3
13.
OTT : Gliserin bisa meledak jika
bercampur dengan oksidator kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat atau
potasium permanganat. Adanya kontaminan besi bisa menggelapkan warna dari
campuran yang terdiri dari fenol, salisilat dan tanin. Gliserin membentuk
kompleks asam borat, asam gliseroborat yang merupakan asam yang lebih kuat dari
asam borat.
14.
Stabilitas : Gliserin
bersifat higroskopis. Dapat terurai dengan pemanasan yang bisa menghasilkan
akrolein yang beracun. Campuran gliserin dengan air, etanol 95 % dan propilena
glikol secara kimiawi stabil. Gliserin bisa mengkristal jika disimpan pada suhu
rendah yang perlu dihangatkan sampai suhu 200 C untuk mencairkannya.
15.
Penyimpanan : Wadah tertutup
rapat.
C.
Vaselin album (Farmakope Indonesia IV hal. 822, Handbook of
Excipients 6th edition hal. 331)
1.
Pemerian : Putih atau kekuningan,
massa berminyak, transparan dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu
0C.
2.
Kelarutan : tidak larut dalam air,
sukar larut dalam etanol dingin, atau panas dan dalam etanol mutlak dingin,
mudah larut dalam benzene, karbon disulfit, dalam kloroform, larut dalam heksan
dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri.
3.
Konsentrasi : 10-30%
4.
Kegunaan : emolien dan basis salep.
5.
OTT : merupakan bahan inert yang
tidak dapat bercampur dengan banyak bahan.
6.
Stabilitas : jika teroksidasi dapat
menimbulkan warna dan bau yang tidak dikehendaki. Untuk mencegah ditambahkan
antioksidan.
7.
Wadah dan penyimpanan : di tempat
tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering.
D.
Oleum cocos (FI III hal.456 dan Handbook Of Pharmaceutical
Exipient hal.6)
1.
Pemerian : putih, hampir putih, praktis tidak berbau, sukar
larut.
2.
Kelarutan : mudah larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, eter,
toluene, sukar larut dalam etanol, praktispraktis tidak larut air.
3.
Stabilitas : mudah teroksidasi dan terhidrolisis
E. Aquadest (FI IV hal. 112)
1.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau.
2.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar
3.
Rumus molekul : H2O.
4.
BM :
18,02
5.
Kegunaan : Sebagai pelarut
6.
Stabilitas :
Dalam semua keadaan fisik (es, cairan, udara).
7.
OTT :
Bereaksi
dengan obat-obatan dan eksipien lain
yang rentan terhadap hidrolisis, bereaksi
keras dengan logam alkali.
8.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik.
2.2
Cara Kerja
A.
Alat
dan Bahan
Alat:
1.
Batang Pengaduk
2.
Beaker Glass
3.
Cawan uap
4.
Gelas Ukur
5.
Kaca
Arloji
6.
Kertas
Perkamen
7.
Mortir
dan Stamper
8.
Penangas
air
9.
Pipet Tetes
10.
Pot
Plastik
11.
Spatel
12.
Timbangan analitik
Bahan:
1.
Asam
salisilat
2.
Aquades
3.
Emulgid
4.
Gliserin
5.
Oleum cocos
6.
Vaselin
B.
Cara
Kerja
Metode
fusion
1.
Disiapkan alat dan bahan.
2.
Ditimbang
bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel
yang dikehendaki
3.
Ditimbang
basis semi solida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air sampai
lumer
4.
Untuk
sediaan cream pemanasan fasa air dan fasa minyak masing – masing dilakukan pada
suhu 70oC
5.
Setelah
dipanaskan, dimasukkan ke dalam mortar, aduk homogen sampai dingin dan
terbentuk masa semi solida
6.
Ditambahkan
basis yang sudah dingin sedikit demi sedikit ke dalam bahan berkhasiat yang
telah digerus, aduk sampai homogen dan tercampur dengan rata. Apabila bahan
berkhasiat yang dipakai tahan pemanansan pada saat dicampurkan pada basis pada
saat dilelehkan
Metode triturasi
1.
Disiapkan alat dan bahan.
2.
Ditimbang
bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel
yang dikehendaki
3.
Ditimbang
basis semi solida campurkan satu sama lainnya daalam mortar sambil digerus
hingga homogen
4.
Ditambahkan
basis yang sudah tercampur sedikit demi sedikit ke dalam mortar yang telah
berisi zat berkhasiat. Bahan berkhasiat dapat dilarutkan dahulu dalam pelarut
yang dapat bercampur dengan basis yang digunakan atau didispersikan dalam
keadeaan padat. Dapat digunakan pelarut organic untuk melarutkan zat aktifnya
5.
Diaduk
sampai homogen dan tercampur dengan rata
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Formula dan
Perhitungan
A.
Formulasi
Salep
|
Krim
|
Asam salisilat 5%
|
Aqua
|
Gliserin 10%
|
Asam salisilat 5%
|
Vaselin
|
Emulgid 10%
|
Oleum cocos 20%
|
B.
Perhitungan
1.
Formulasi Salep Metode
Fusion
Asam
salisilat 5% = 

Gliserin
10% = 

Vaselin ad 

2.
Formulasi Salep Metode
Triturasi
Asam
salisilat 5% = 

Gliserin
10% = 

Vaselin
ad 

3.
Formulasi Krim Metode
Fusion
Asam
salisilat 5% = 

Emulgid
10% = 

Oleum
cocos 20% = 

Aquadest ad 10 ml – (0,5 + 1,1 + 2,1) = 6,3
ml
4.
Formulasi Krim Metode
Triturasi
Asam salisilat 5% = 

Emulgid
10% = 

Oleum
cocos 20% = 

Aquadest ad 10 ml – (0,5 + 1 + 2) = 6,5
ml
3.2
Data Pengamatan
A.
Sediaan
Salep
Hari
|
Homogenitas
|
|
Fusion
|
Triturasi
|
|
0
|
Homogen
|
Homogen
|
1
|
Homogen
|
Homogen
|
2
|
Homogen
|
Homogen
|
3
|
Homogen
|
Homogen
|
4
|
Homogen
|
Homogen
|
5
|
Homogen
|
Homogen
|
6
|
Homogen
|
Homogen
|
B.
Sediaan
Krim
Hari
|
Homogenitas
|
|
Fusion
|
Triturasi
|
|
0
|
Homogen
|
Homogen
|
1
|
Homogen
|
Homogen
|
2
|
Homogen
|
Homogen
|
3
|
Homogen
|
Homogen
|
4
|
Homogen
|
Homogen
|
5
|
Homogen
|
Homogen
|
6
|
Homogen
|
Homogen
|
1.3
Pembahasan
Dalam percobaan kali ini dilakukan proses pembuatan
sediaan semi solid yaitu sediaan salep dan krim. Dalam pembuatannya digunakan dua metode yang berbeda yaitu
metode fusion dan metode triturasi, serta akan dilakukan perbandingan
stabilitas sediaan dalam waktu 6 hari untuk mengetahui metode pembuatan yang
paling cocok untuk membuat sediaan salep dan krim.
A.
Salep
Sediaan salep yang dibuat
menggunakan bahan aktif asam salisilat, kemudian sebagai basis salep digunakan bahan
vaselin, bahan tambahan yang digunakan adalah gliserin dengan fungsi sebagai
bahan emolien, yaitu bahan tambahan yang berfungsi untuk mencegah keringnya
sediaan salep yang dibuat untuk
melindungi kulit dari iritasi ketika penggunaan salep pada kulit.
Pada proses pembuatan salep menggunakan metode triturasi
dimana seluruh bahan seperti zat aktif, basis salep beserta bahan tambahan
digerus bersama-sama tanpa dilakukan pemanasan terlebih dahulu pada tiap-tiap
bahan tersebut, didapatkan bentuk yang kurang bagus karena salep yang dihasilkan tidak dapat
menyatu dengan baik ketika digerus dan cenderung terpisah bagian-bagiannya
sehingga sulit untuk digerus, tetapi dengan kecepatan penggerusan yang
cepat dapat menghasilkan hasil akhir yang baik sehingga sediaan menjadi
homogeny. Dari uji homogenitas menggunakan object glass
didapatkan sediaan yang homogen selama 6 hari, tapi kurang bagusnya wujud fisik
sediaan salep yang dihasilkan menandakan bahwa sediaan salep apabila dibuat
secara metode triturasi kurang cocok, khususnya untuk yang menggunakan formula
seperti yang digunakan oleh praktikan dalam percobaan kali ini.
Pada sediaan salep yang dibuat dengan menggunakan metode
fusion, yaitu dimana basis dari setiap fase yaitu fase minyak dan fase air
dipanaskan terlebih dahulu sehingga didapatkan basis yang lebih mudah digerus
dengan bahan aktif, didapatkan sediaan salep yang lebih baik daripada yang
dibuat menggunakan metode triturasi. Dalam uji homogenitas didapatkan sediaan
yang homogen selama 6 hari. Hal ini menunjukan bahwa sediaan salep dengan
formulasi yang digunakan oleh praktikan lebih cocok dibuat menggunakan metode
fusion.
Dalam pembuatan salep sebaiknya disesuaikan antara cara
pembuatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam formulasi sediaan,
penggunaan vaselin sebagai bahan basis membutuhkan pemanasan terhadap vaselin
tersebut, hal ini dikarenakan vaselin merupakan bahan basis salep yang berwujud
agak padat sehingga apabila digerus akan sulit bercampur dengan bahan aktif dan
bahan tambahan lainnya dan bentuk sediaan pun akan kurang bagus karena tidak
homogen. Vaselin tersebut lebih baik dipanasakan terlebih dahulu sehingga
menjadi bentuk yang lebih cair sehingga akan mempermudah proses penggerusan
dalam lumpang agar didapatkan sediaan yang homogen.
B.
Krim
Pada
Pembuatan sediaan krim dibuat menggunakan bahan aktif asam saisilat, kemudian
sebagai basis krim digunakan bahan emulgid dan oleum cocos.
Pada proses pembuatan krim menggunakan metode triturasi
dimana seluruh bahan seperti zat aktif, basis krim beserta bahan tambahan
digerus bersama-sama tanpa dilakukan pemanasan terlebih dahulu pada tiap-tiap
bahan tersebut, didapatkan bentuk yang kurang bagus karena krim yang dihasilkan
tidak dapat menyatu dengan baik ketika digerus dan ditambahkan aquades cenderung
terpisah bagian-bagiannya sehingga sulit untuk digerus, tetapi
dengan kecepatan penggerusan yang cepat dapat menghasilkan hasil akhir yang
baik sehingga sediaan menjadi homogeny. Dari uji homogenitas
menggunakan object glass didapatkan sediaan yang homogen, kurang bagusnya wujud
fisik sediaan krim yang dihasilkan menandakan bahwa sediaan krim apabila
dibuat secara metode triturasi kurang cocok, khususnya untuk yang menggunakan
formula seperti yang digunakan oleh praktikan dalam percobaan kali ini.
Pada sediaan krim yang dibuat dengan menggunakan metode
fusion, yaitu dimana basis dari setiap fase yaitu fase minyak dan fase air
dipanaskan terlebih dahulu sehingga didapatkan basis yang lebih mudah digerus
dengan bahan aktif, didapatkan sediaan krim yang lebih baik daripada yang
dibuat menggunakan metode triturasi. Dalam uji homogenitas didapatkan sediaan
yang homogen selama 6 hari. Hal ini menunjukan bahwa sediaan krim dengan
formulasi yang digunakan oleh praktikan lebih cocok dibuat menggunakan metode
fusion.
Dalam pembuatan krim sebaiknya disesuaikan antara cara
pembuatan dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam formulasi sediaan. Untuk
penggunaan bahan-bahan yang dipanaskan terlebih dahulu sebaiknya dilakukan
penambahan dalam penimbangan untuk mencegah kurangnya bahan yang digunakan, hal
ini dikarenakan bahan tersebut dapat menguap sehingga jumlahnya berkurang
ketika akan digerus dalam lumpang.
BAB
V
KESIMPULAN
Dari
hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan didapatkan beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Metode pembuatan yang cocok untuk pembuatan salep dan
krim dengan formulasi yang digunakan oleh praktikan adalah metode fusion.
2.
Basis salep vaselin dalam cara pembuatan salep sebaiknya
dipanaskan terlebih dahulu untuk mendapatkan sediaan yang homogen.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta.Gadjah
Mada University press.
Anonim.1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta.Departemen Kesehatan RI
Anonim.1997.Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI
Anonim.2007.Kapita Selekta Dispensing I.Yogyakarta.fakultas Framsai UGM
Ansel,H. 1989. Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim. US press :
Jakarta
Dirjen, Pom . 1975. Farmakope Indonesia Edisi IV .Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta
Dirjen, Pom. 1979 .Farmakope Indonesia edisi III.
Departemen Kesehatan Republik Indosnesia : Jakarta
Lachman, dkk . 2008. Teori Dan Praktek Farmasi Industri Edisi
III , Universitas Indonesia : Jakarta
No comments:
Post a Comment