BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah
satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi
standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka
pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala
besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan
pentahapan yang terprogram.
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.
Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka
penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk
bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri
maupu internasional.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh
disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh
produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung
dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan
personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan
pemeriksaan mutu.
1.2 Tujuan
1.2.1
Tujuan
Penulisan
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kosmetologi pada Semester
Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017
1.2.2 Tujuan Pembahasan
a. Dengan
adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita,
khususnya tentang kosmetik.
b. Pembahasan
ini digunakan untuk melindungi
masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari
penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan.
c. Meningkatkan nilai
tambah dan daya saing produk kosmetik
Indonesia dalam era pasar bebas.
d. Dipahaminya penerapan CPKB oleh para
pelaku usaha industri kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri
kosmetik.
e. Diterapkannya CPKB secara konsisten
oleh industri kosmetik.
1.3 Sistematika Penulisan
Agar
sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB
I: PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Penulisan
1.2.2 Tujuan Pembahasan
1.3 Sistematika Penulisan
BAB
II: LANDASAN
TEORI
2.1 Sekilas CPKB
2.2 Tujuan CPKB
2.3 Aspek CPKB
2.4 Landasan Kosmetik
BAB
III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BAB II
DASAR
TEORI
Kosmetik adalah
bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau
gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik. (Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745
tentang Kosmetik; Permenkes No. 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi
Kosmetik).
Kosmetik impor adalah kosmetik produksi
pabrik kosmetik luar negeri yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia.
(Keputusan Kepala Badan POM No.HK.00.05.4.1745 Tahun 2003).
2.1
Sekilas CPKB
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah
satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi
standar mutu dan keamanan.
CPKB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik.CPKBsecarasingkatdapatdidefinisikansuatuketentuanbagiindustriKosmetik
yangdibuatuntukmemastikan agar mutukosmetik yang dihasilkansesuaipersyaratan
yangditetapkandantujuanpenggunaannya.
2.2
Tujuan CPKB
Adapun tujuan dari CPKB adalah,
Secara
Umum:
a. Melindungi masyarakat terhadap
hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan
standar mutu dan keamanan.
b. Meningkatkan nilai tambah dan daya
saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.
Secara Khusus :
a. Dengan dipahaminya penerapan CPKB
oleh para pelaku usaha industri Kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan
industri Kosmetik.
b. Diterapkannya CPKB secara konsisten
oleh industri Kosmetik.
2.3
Aspek CPKB
Pedoman CPKB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi
industry kosmetik dalam menerapkan cara pembuatan kosmetik yang baik untuk seluruh
aspek dan rangkaian proses pembuatankosmetik. CPKBmencakupseluruhaspekproduksidanpengendalianmutu
.
CPKB merupakan
suatu konsep dalam industry kosmetik mengenai prosedur atau langkah-langkah
yang dilakukan dalam suatu industry
farmasi untuk menjamin mutu kosmetik jadi yang diproduksi dengan menerapkan
“Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan
produksi sehingga kosmetik yangdihasilkansenantiasamemenuhipersyaratanmutu
yangditentukansesuaidengantujuanpenggunaannya.Berikutadalahaspek-aspek yang
diatur dalam CPKB :
1. Sistem Manajemen Mutu
a. Sistem mutu harus dibangun,
dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang
diinginkan dapat dicapai. Hendaknya dijabarkan struktur organisasi, tugas dan
fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi, proses dan
sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
b. Sistem mutu harus dibentuk dan
disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan
hendaknya diperhatikan elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.
c. Pelaksanaan sistem mutu harus
menjamin bahwa apabila diperlukan, dilakukan pengambilan contoh bahan awal,
produk antara dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk
menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan
yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.
d. Pengambilan contoh (sampling),
pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal, produk dalam proses, produk
antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
e. Program pemantauan lingkungan,
tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal,
pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan
spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang
ditetapkan.
f. Pengambilan contoh hendaklah
dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut,
guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan identitas dan
kualitas bets yang diterima.
2.
Ketentuan
Umum
a. Audit
Internal: Adalah kegiatan
yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai pengadaan bahan sampai
pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan sehingga seluruh
aspek produksi tersebut selalu memenuhi Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
b.
Bahan Awal: Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk.
c.
Bahan Baku:
Semua bahan utama dan bahan tambahan yang digunakan dalam
pembuatan produk kosmetik.
d.
Bahan Pengemas: Suatu
bahan yang digunakan dalam pengemasan produk ruahan untuk menjadi produk jadi.
e.
Bahan Pengawet: Bahan
yang ditambahkan pada produk dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan
jasad renik.
f.
Bets: Sejumlah
produk kosmetik yang diproduksi dalam sutu siklus pembuatan yang mempunyai
sifat dan mutu yang seragam.
g.
Dokumentasi:
Seluruh prosedur tertulis, instruksi, dan catatan yang terkait dalam
pembuatan dan pemeriksaan mutu produk.
h.
Kalibrasi: Kombinasi
pemeriksaan dan penyetelan suatu instrument untuk menjadikannya memenuhi syarat
batas keakuratan menurut standar yang diakui.
i.
Karantina: Status
suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik
maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan
untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
j.
Nomor Bets: Suatu
rancangan nomor dan atau huruf atau kombinasi keduanya yang menjadi tanda
riwayat suatu bets secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu dan
pendistribusiannya.
k.
Pelulusan (released): Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk
diproses, dikemas atau didistribusikan.
l.
Pembuatan:
Satu rangkaian kegiatan untuk membuat produk, meliputi kegiatan pengadaan bahan
awal, pengolahan dan pengawasan mutu serta pelulusan produk jadi.
m.
Pengawasan Dalam Proses: Pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian pembuatan produk termasuk
pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan
dalam rangka menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
n.
Pengawasan Mutu (Quality Control): Semua upaya yang diambil selama
pembuatan untuk menjamin kesesuaian produk yang dihasilkan terhadap spesifikasi
yang ditetapkan.
o.
Pengemasan:
Adalah bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk
menjadi produk jadi .
p.
Pengolahan:
Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan
menjadi produk ruahan.
q.
Penolakan (rejected): Status bahan atau produk
yang tidak boleh digunakan untuk diolah, dikemas atau didistribusikan.
r.
Produk (kosmetik): Suatu bahan atau sediaan yang dimaksud untuk
digunakan pada berbagai bagian dari badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan
organ genital eksternal) atau gigi dan selaput lendir di rongga mulut dengan
maksud untuk membersihkannya, membuat wangi atau melindungi supaya tetap dalam
keadaan baik, mengubah penampakan atau memperbaiki bau badan.
s.
Produksi:
Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan pengemasan untuk menjadi
produk jadi.
t.
Produk Antara:
Suatu bahan atau campuran bahan yang telah melalui satu atau lebih tahap
pengolahan namun masih membutuhkan tahap selanjutnya.
u.
Produk Jadi:
Suatu produk yang telah melalui semua tahap
proses pembuatan.
v.
Produk Kembalian (returned): Produk jadi yang dikirim kembali
kepada produsen.
w.
Produk Ruahan:
Suatu produk yang sudah melalui proses pengolahan dan sedang menanti
pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
x.
Sanitasi:
Kontrol kebersihan terhadap sarana pembuatan, personil, peralatan
dan bahan yang ditangani.
y.
Spesifikasi Bahan: Deskripsi bahan atau produk yang meliputi sifat
fisik, kimiawi dan biologik, yang menggambarkan standar dan penyimpangan yang
ditoleransi.
z.
Tanggal Pembuatan: Adalah tanggal pembuatan suatu bets produk tertentu.
3.
Personalia
a.
Personalia
harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya.
Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil
bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan.
b.
Semua
personil harus melaksanakan higiene perorangan.
c.
Setiap
personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka
atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku,
bahan pengemas, bahan dalam proses, dan produk jadi.
d.
Setiap
personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau
personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada
penyelia.
e.
Hindari
bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah
terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala
serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.
f.
Merokok,
makan, minum, menguyah dan menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain
yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang
di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat
merugikan mutu produk.
g.
Semua
personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene
perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.
h.
Semua personil harus memenuhi persyaratan kesehatan, baik fisik
maupun mental, serta mengenakan pakaian kerja yang bersih.
i.
Personil yang bekerja di area produksi hendaklah tidak berpenyakit
kulit, penyakit menular atau memiliki luka terbuka, memakai pakaian kerja,
penutup rambut dan alas kaki yang sesuai dan memakai sarung tangan serta masker
apabila diperlukan.
j.
Personil harus tersedia dalam jumlah yang memadai, mempunyai
pengalaman praktis sesuai dengan prosedur, proses dan peralatan.
k.
Personil di Bagian Pengolahan, Produksi dan Pengawasan Mutu
setidak-tidaknya berpendidikan minimal setara dengan Sekolah Menengah Tingkat
Atas.
l.
Semua personil harus memahami prinsip Cara Pembuatan Kosmetik yang
Baik (CPKB), mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakannya
melalui pelatihan berkala dan berkelanjutan.
4. Bangunan dan Fasilitas
a. Upaya yang efektif harus dilakukan
untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.
b. Produk kosmetik dan produk
perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya
dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan
dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi
kontaminasi silang dan risiko campur baur.
c. Garis pembatas, tirai plastik,
penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya campur baur.
d. Hendaknya disediakan ruang ganti
pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna
mencegah terjadinya kontaminasi.
e. Apabila memungkinkan hendaklah
disediakan area tertentu, antara lain :
1. Penerimaan
material;
2. Pengambilan
contoh material;
3. Penyimpanan
barang datang dan karantina;
4. Gudang
bahan awal;
5. Penimbangan
dan penyerahan;
6. Pengolahan;
7. Penyimpanan
produk ruahan;
8. Pengemasan;
9. Karantina
sebelum produk dinyatakan lulus;
10.
Gudang produk jadi;
11.
Tempat bongkar muat;
12.
Laboraorium;
13.
Tempat pencucian peralatan.
f.
Permukaan
dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan
dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah
dibersihkan dan disanitasi.
g. Saluran pembuangan air (drainase)
harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat
mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila
diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
h. Lubang untuk pemasukan dan
pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa
sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.
i. Bangunan hendaknya mendapat
penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan
dalam bangunan.
j. Pipa, fitting lampu, lubang
ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa
untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang
di luar area pengolahan.
k. Laboratorium hendaknya terpisah
secara fisik dari area produksi.
l. Area gudang hendaknya mempunyai luas
yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan
sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam
keadaan kering, bersih dan rapi.
m. Area gudang hendaknya harus
memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina.
Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah
terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang
ditolak atau ditarik serta produk kembalian.
n. Apabila diperlukan hendaknya
disediakan gudang khusus di mana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan
serta terjamin keamanannya.
o. Penyimpanan bahan pengemas/barang
cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing label yang
berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah
terjadinya campur baur.
5. Peralatan/mesin
a. Rancang
Bangun
1.
Permukaan
peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau
menyerap bahan.
2.
Peralatan
tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui
tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak
salah/tidak tepat.
3.
Peralatan
harus mudah dibersihkan.
4.
Peralatan
yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap
ledakan.
c. Pemasangan
dan Penempatan
1.
Peralatan/mesin
harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran
proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak
terjadi campur baur antar produk.
2.
Saluran
air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa
sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran air ini hendaknya
diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
3.
Sistem-sistem
penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air
minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus
berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
d. Pemeliharaan
1. Peralatan untuk menimbang, mengukur,
menguji, dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua
catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan.
2. Petunjuk cara pembersihan peralatan
hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah
dilihat dengan jelas.
6. Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan
higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap
produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan higiene hendaknya mencakup
personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal.
7. Produksi
a. Air
1. Air harus mendapat perhatian khusus
karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem
pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air
hendaknya disanitasi sesuai prosedur tetap.
2. Air yang digunakan untuk produksi
sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air meliputi parameter kimiawi
dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan
setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
3. Pemilihan metoda
pengolahan air seperti deionisasi,
destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk.
4. Sistem penyimpanan maupun
pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
5. Perpipaan hendaklah dibangun
sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya
pencemaran.
b. Bahan
1. Semua pasokan
bahan awal (bahan baku dan
bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya
terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan
produk jadinya.
2. Contoh bahan awal hendaklah
diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang
ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.
3. Bahan awal harus diberi label yang
jelas.
4. Semua bahan
harus bersih dan diperiksa
kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
c. Pencatatan Bahan
1. Semua bahan
hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai
nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal
penerimaan, nama pemasok, nomor bets, dan jumlah.
2. Setiap penerimaan
dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan
diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
d. Material Ditolak (Reject)
Pasokan
bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya
ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.
e. Sistem Pemberian Nomor Bets
1. Setiap produk antara,
produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor
bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.
2. Sistem pemberian nomor
bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama
untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
3. Bila memungkinkan, nomor bets
hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar.
4. Catatan pemberian
nomor bets
hendaknya dipelihara.
f. Penimbangan dan Pengukuran
1.
Penimbangan
hendaknya dilakukan di tempat
tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.
2. Semua pelaksanaan penimbangan dan
pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang
berbeda.
g. Prosedur dan Pengolahan
1. Semua bahan awal harus lulus uji
sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
2. Semua prosedur
pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis.
3. Semua pengawasan selama proses yang
diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat.
4. Produk ruahan
harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh
Bagian Pengawasan Mutu.
5. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada
kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
6. Hendaknya dilakukan
pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang
memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan
kelembaban.
h. Hasil akhir proses produksi harus
dicatat.
1.
Produk Kering
Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian
khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendalian debu, atau sistem
hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai.
2. Produk Basah
a. Cairan, krim,
dan lotion harus
diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba
dan kontaminasi lainnya.
b. Penggunaan sistem
produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.
c. Bila digunakan
sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus
dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah dibersihkan.
i. Produk Aerosol
1.
Pembuatan
aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan
ini.
2.
Pembuatan
harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan
atau kebakaran.
j. Pelabelan dan Pengemasan
1, Lini pengemasan
hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan
berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya
harus dipindahkan.
2, Selama proses pelabelan
dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak
dan diperiksa.
3.
Setiap
lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai
secara jelas untuk mencegah campur baur.
4.
Sisa
label dan bahan pengemas
harus dikembalikan ke gudang dan dicatatat. Bahan pengemas yang
ditolak harus dicatatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.
k.
Produk Jadi, Karantina
dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi.
Semua
produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah
dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk
jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
8. Pengawasan Mutu
9. Dokumentasi
a. Hendaknya ada sistem untuk mencegah
digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku.
b. Bila terjadi atau ditemukan suatu
kekeliruan dalam dokumen, hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa
sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi.
c. Bila dokumen merupakan instruksi,
hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah.
d. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan
disahkan.
e. Salinan dokumen hendaklah diberikan
kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat.
f. Semua dokumen hendaknya direvisi dan
diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik
kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.
10. Internal Audit
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian
seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan
untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar,
atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk
keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat
pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat, pada saat selesainya
tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
11. Penyimpanan
a. Area penyimpanan
hendaknya cukup luas untuk memungkinkan
penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan
maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi,
produk yang di karantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau
ditarik dari peredaran.
b. Area penyimpanan
hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin
kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik.
Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya
disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
c. Tempat penerimaan dan pengiriman
barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area
penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang
yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.
d. Area penyimpanan untuk produk
karantina hendaknya diberi batas secara jelas.
12. Kontrak Manufacturing & Analysis
13. Penangan Keluhan
14. Penarikan Produk
a. Produk kembalian hendaklah
diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau
diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah misalnya pembatas dari bahan pita,
rantai atau tali.
b. Semua produk kembalian hendaklah
diuji kembali apabila perlu, di samping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk
diedarkan kembali.
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi
syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
d. Produk yang ditolak hendaklah
dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
e. Catatan produk kembalian hendaklah
dipelihara.
2.4
LANDASAN
HUKUM KOSMETIKA
1. UU No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan.
2. Permenkes No.
1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika.
3. Permenkes No.
1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik.
4. Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745
tentang Kosmetik.
5. Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
Hk.00.05.4.3870 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik/
6. Permenkes RI No.220/Menkes/Per/
IX/1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan.
IX/1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan.
7. Permenkes RI
No.140/Menkes/Per/III/1990 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
8. Permenkes RI
No.376/Menkes/Per/III/1990 tentang Bahan, Zat Warna, Zat Pengawet dan Tabir
Surya pada Kosmetika.
9. UU No. 8 th 1999 tentang
perlindungan konsumen.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
140/Menkes/Per/lll/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan,Kosmetika dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
11. Permenkes No
239/1977 Tentang Perizinan Produksi Kosmetika & Alkes.
12. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).
13. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821).
14. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan dan Susunan Organisasi Lebaga
Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden
Nomor 46 Tahun 2002.
15. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun
2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non
Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun
2002.
16. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
17. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan makanan Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik.
18. Surat Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan RI dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor
264A/MENKES/SKB/VII/2003 dan Nomor 02/SKB/MPAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi dan
Kewenangan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan.
19. “Agreement of Asean Harmonized of
Cosmetic Regulations” di lingkungan negara-negara Asean.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan
bahwa CPKB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan
Kosmetik yang Baik. CPKB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi
industry Kosmetik yang dibuat untuk
memastikan agar mutu kosmetik yang dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan
dan tujuan penggunaannya.
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk
menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional.
Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era
globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik
Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
dalam negeri maupu internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2006. Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Jakarta : Badan
Pengawasan Obat dan Makanan.
Anonim, 2006. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Azwar, Azrul. Dr. 1998. Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta
: Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Prescott, L.M., dan Klein, D.A.
2002. Microbiology fifth edition. : Mc
Graw Hill: New York
Suma’mur P.K. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta
: CV Haji Masagung.
No comments:
Post a Comment