Thursday, August 12, 2021

Pengenalan Hewan Coba dan Rute Pemberian Obat

 

LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat

25 Maret 2017

Kelompok 7
Ketua : Wilda Dian Sari (066115 0
LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN

Pengenalan Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat

25 Maret 2017

Kelompok 7
Ketua : Wilda Dian Sari (066115 075)
Anggota Kelompok: 1. Fathia Hanifah (066115 077)
                             2. Retno Ajeng (066115 079)
                        3. Suherlina (066115 080)

Dosen Pembimbing:


1. Nina Herlina Sopandi, M.Si                     4. Emma Nilafita, M.Farm., Apt
2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si                      5. Sara Nurmala, M.Farm
3. Yulianita, M.Farm



Asisten Dosen:


1. Arbi N
2. Catherine DH
3. Ilham Rinaldi
4. Isep Ramdan
5. M. Iqbal Luthfi
6. Indra Jatnika
7. Silvia Yolanda
8. Ria Komala


 


LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Terselesaikannya Laporan Praktikum ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum ini.

Adapun tujuan penyusunan Laporan Praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Praktikum Farmakologi Sistem dan Organ pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2017/2018.

Do’a penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan terimakasih.

 

Bogor,       Maret 2017

 

Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2   Tujuan....................................................................................................... 1

1.3 Hipotesis.................................................................................................... 2

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB III: METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan........................................................................................... 8

3.2 Cara Kerja.................................................................................................. 8

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan....................................................................................... 10

4.2 Pembahasan................................................................................................ 12

BAB V: PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................................................ 15

5.2 Saran........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16

LAMPIRAN..................................................................................................... 17

 

                                                


BAB I

                                                         PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute pemberian obat. Adapun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang ditampakkan pertama kali.

Seiring berkembangnya waktu, ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat apalagi dalam bidang kesehatan atau farmasi. Untuk mengembangkan ilmu dari bidang kesehatan ini tentu harus dilakukan sebuah penelitian. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengembangkan ilmu atau pun menciptakan sesuatu yang baru. Dalam penelitian tidak luput dari adanya uji coba. Uji coba biasanya dilakukan pada mahkluk hidup seperti hewan percobaan sebelum akhirnya dilakukan pada manusia. Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia.

Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.

1.2            Tujuan

·                 Mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk pengujian obat

·       Mengetahui cara pemberian obat

·       Mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan secara berbeda rute pemberian

 

1.3            Hipotesis

·       Metode yang paling baik digunakan adalah peroral karna dapar diperoleh efek yang              sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh

·       Urethan menimbulkan efek anaestasi, menurunkan aktifitas, dan membuat mengantuk --Menurut literatur, pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu:

1.     Hewan liar

2.     Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka

3.     Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup)

4.     Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem isolator Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E., 1987).

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Definisi  Hewan Coba:

Hewan coba / hewan uji  atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik.

 

 

 

Jenis Hewan Coba:

1.     Tikus

Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik, aktifitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau dalam keadaan defisiensi nutrisi, cenderung menjadi galak dan sering menyerang, dapat hidup sendiri di kandangnya.

2.     Mencit

Cenderung berkumpul bersama, penakut fotofobik, lebih aktif pada malam hari, aktifitas terhambat dengan kehadiran manusia, dan tidak menggigit.

Mencit dan tikus digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya. ( Sundari, 2011).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut :

a.      Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik

b.     Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama

c.      Stabilitas obat di dalam lambung atau usus

d.     Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute

e.      Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter

f.      Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute
     

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).


Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:

a.      Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal

b.     Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan

c.      Inhalasi langsung ke dalam paru-paru

 

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:

a.      Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga

b.     Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru

c.      Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan

Rute penggunaan obat dapat dengan cara:

a.      Melalui rute oral

b.     Melalui rute parenteral

c.      Melalui rute inhalasi

d.     Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya

e.      Melalui rute kulit (Anief, 1990).

 

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).

 

Rute Pemberian Obat

1.     Oral
Mencit dan tikus:

Pegang mencit sesuai dengan cara yang disebutkan sebelumnya sehingga leher mencit dalam keadaan lurus. Kemudian masukkan suntikan oral kedalam mulut sampai esophagus (posisi suntikan oral yang dimasukkan tegak lurus).

2.     Subkutan

Mencit dan tikus:

Obat disuntikkan di bawah kulit daerah tengkuk (di leher bagian atas) dengan terlebih dahulu mencubit kulitnya, lalu suntikkan dengan sudut 45 derajat.

3.     Intraperitoncal

Mencit dan tikus:

Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu dengan menunggingkan mencit atau tikus. Jarum disuntikkan sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi dari garis tengah  (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai organ di dalam peritoneum.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.(Tjay,T.HdanRahardja,K,2002).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE KERJA

3.1  Alat Dan Bahan

Alat:

·       Jarum suntik

·       Kain lap

·       Pinset

·       Timbangan hewan coba

·       Wadah hewan coba

Bahan:

·       Kelinci

·       Mencit

·       Tikus

 

3.2  Cara Kerja

A.    Penanganan Hewan coba

·       Diamati keadaan biologi dari hewan coba, meliputi: bobot badan, frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, rasa nyeri dan gejala lainnya.

1.     Bobot badan

Ditimbang bobot badan menggunakan timbangan biasa kemudian catat berat badan hewan coba.

2.     Frekwensi jantung 

Diutupi hewan coba dengan kain lap kemudian dcubit kulit leher hewan coba dan dlilitkan ekornya ke jari kelingking pratikan, selanjutnya diraba bagian dada dengan jari telunjuk untuk membaca detak jantung hewan coba, dihitung selama 15 menit dan dicatat berapa frekwensi jantung permenitnya.

                                  

3.     Laju nafas

Dilakukan perlakuan seperti pada nomer 2, diperhatikan laju nafas pada hewan coba. Selanjutnya, dihitung selama 15 detik dan dicatat berapa laju nafas permenitnya.

4.     Reflex 

Diambil salah satu hewan coba kemudian dipegang ekor hewan coba, selanjutnya,dibalikan hewan coba dan lihat reflex hewan tersebut dengan cepat atau lambatnya hewan tersebut berbalik.

5.     Tonus otot

Diletakan hewan coba pada meja, dibiarkan hewan tersebut berjalan dan diperhatikan gerak jalannya hewan tersebut.

6.     Kesadaran

Dipegang hewan coba kemudian diperhatikan mata pada hewan tersebut bagus atau tidaknya mata atau pupil mata pada hewan tersebut.

7.     Rasa nyeri

Dicubit telinga hewan coba dengan menggunakan pinset, diperhatikan reflex yang timbul pada hewan tersebut .

8.     Gejala – gejala lain

Salivasi

Diperhatikan hewan coba apakah hewan tersebut megeluarkan air liur, dengan ciri kedua tangan hewan coba mengusap  pada mulutnya sendiri.

Urinasi

Diperhatikan hewan coba apakah dia mengeluarkan urin atau tidak.

Defekasi

Diperhatikan hewan coba apakah hewan tersebut megeluarkan feses atau tidak.

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Data Pengamatan

A.    Sebelum pemberian kafein

Data Biologis Hewan Coba

Hewan Coba

Mencit

Tikus

Berat badan

21 gram

114 gram

Frekuensi jantung

128/menit

72/menit

Laju nafas

112/menit

76/menit

Refleks

+++

+++

Tonus Otot

+++

+++

Kesadaran

+++

+++

Rasa nyeri

+++

+++

Gejala lain:

 

 

·       Urinasi

5

-

·       Defekasi

2

5

·       Konvulsi

-

­-

·       Strob

2

-

·       Grooming

4

­3

·       Menunduk

1

­-

 

 

 

 

 

 

 

 

B.    Setelah pemberian  kafein

Data Biologis Hewan Coba

Mencit

10 menit

20 menit

30 menit

Berat badan

21 gram

21 gram

21 gram

Frekuensi jantung

128/menit

140/menit

128/menit

Laju nafas

112/menit

116/menit

116/menit

Refleks

+++

+++

+++

Tonus Otot

+++

+++

+++

Kesadaran

+++

+++

+++

Rasa nyeri

+++

+++

+++

Gejala lain:

 

 

 

·       Urinasi

-

-

-

·       Defekasi

-

-

-

·       Konvulsi

-

­-

­-

·       Strob

1

-

-

·       Grooming

2

­-

­-

·       Menunduk

2

­-

­-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.    Waktu pengaruh pemberian obat sejak obat diberikan sampai terjadi efek

Kelompok

Berat (g)

Vol. Pemberian (ml)

Rute Pemberian

Onset (menit)

Durasi (menit)

1

17

0.4

Oral

10

40

2

23

0.5

Subkutan

30

46.07

3

18

0.45

I.P

5

40

4

22

0.55

Oral

10

30

5

18

0.45

Subkutan

5

45

6

20

0.5

I.P

4.36

50

7

21

0.525

Oral

2.40

35.21

8

20

0.5

Subkutan

2.35

60

9

19

0.45

I.P

20

35

10

17

0.425

I.P

10

30

 

4.2 Pembahasan

Pada praktikum  ini kita telah melakukan percobaan cara menangani hewan coba dan berbagai rute pemberian obat  kepada hewan coba tersebut. Praktikum  ini adalah dasar untuk percobaan-percobaan farmakologi selanjutnya karena hewan coba adalah media pembantu dalam melakukan penelitian.

Tidak semua hewan dapat dijadikan hewan percobaan hanya beberapa saja yang karakteristik tubuhnya hampir sama dengan manusia contohnya seperti tikus, mencit dan kelinci. Penanganan hewan coba ini pun berbeda-beda caranya tergantung dari jenis hewan yang akan dipakai.

Alasan mengapa menggunakan tikusdan mencit karenagenetik, karakteristik biologi dan prilakunya sangat  mirip dengan manusia, selain itu dari segi keamanan yang baik dan harganya lebih ekonomis.

Setelah pemberian kafein, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun pemberian dengan rute oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda. Rata-rata memerlukan waktu yang lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara lain:

1.     Stabilitas pada pH lambung

2.     stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan

3.     stabilitas terhadap flora usus

4.     kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna

5.     stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna

6.     stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.

Pada hewan coba yang digunakan pada tikus memiliki bobot 114 gram sedangkan pada mencit memiliki bobot 21 gram. Sehingga untuk pemberian obat urethan dengan dosis 0,1 g/kg BB pada tikus putih dengan bobot 114 gram adalah  sedangkan pada mencit dengan bobot 21 gram memerlukan obat dengan volume  Untuk pengamatan frekuensi jantung pada tikus memiliki 72 denyut/menit. Sedangkan pada mencit memiliki 128 denyut/menit. Pada hewan coba untuk denyut jantung normalnya yaitu 325-780 denyut/menit. Perbedaan denyut jantung ini didasarkan pada perhitungan denyut yang kurang teliti sehingga didapatkan hasil yang berbeda dengan denyut normal atau kemungkinan hewan coba tersebut mengalami stress sehingga denyut jantungnya melemah.

Untuk pengukuran laju nafas didapatkan hasil 76 nafas/menit pada tikus dan 112 nafas /menit pada mencit. Untuk laju nafas normal pada hewan coba adalah 94-163 nafas/menit. Sehingga dikatakan hewan coba tersebut memiliki pernafasan yang normal.

Pada pengamatan refleks dan tonus otot pada hewan coba ini memiliki reflek dan tonus otot yang sangat baik dilihat dari kemampuan dia merefleks suatu ancaman dengan sangat cepat dan kemampuan dia memegang besi saat digantung sangat baik.

Untuk pengamatan tingkat kesadaran dan rasa nyeri memiliki hasil yang sangat baik. Karena hewan coba tersebut  masih dapat dikatakan normal dan masih layak digunakan untuk percobaan.

Untuk uji gejala lain seperti uji urinasi dan defekasi didapatkan hasil yang sangat baik. Sedangkan untuk pengamatan kejang didapatkan hasil yang negatif artinya hewan coba yang diamati masih sehat.

Kesalahan hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :

·       Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan uji     diperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill

·        Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya. Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik

·       Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul efek pada hewan percobaan walaupundiberikan injeksi sesuai dosis yang telah ditentukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1  Kesimpulan

·       Cara pemberian secara oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke kerongkongan.

·       Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.

·       Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat

·       Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara oral

·       Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral

·       Bahanuji (obat) yang ditujukanuntukpenggunaanpadamanusia, perlu di telitidanlolosujilabolatorium

·       Menggunakanhewanpercobaanuntukkelayakandankeamananpadasuatuuji (obat)

·       TikusdanMencitlayakdigunakanuntukhewancoba

·       Data biologishewancoba yang kami gunakandalamkeadaan normal

·       Data biologispentinguntukmengetahuikeadaanhewancoba yang belum di beriobatmaupuntelah di beriobat (efek).

 

5.2  Saran

·       Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala spuit   agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki

·       Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anief, M. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Tubuh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ganiswara, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV.  Jakarta: Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Kedokteran EGC.

 

Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.

 

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

 

Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

1.     Alur dan Bagan Kerja

     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.     Perhitungan Dosis dan Grafik

 

A.    Hewan coba I (Mencit)

Kafein (0,1 gram/kg BB)

Berat badan : 21 gram

Dosis konversi                        : 0,1 gram   ~       X

                                      1000 gram     21 gram

                                      X = 0,1 gram x 21 gram  =  0,0021 gram

                                                   1000 gram

Dosis penyuntikan      : 0,4 %  =   0.4 gram  ~  0,0021 gram

                                                       100 ml               X  ml

                                                =   0,525 ml

 

 

 

B.    Hewan coba II (Tikus)

Kafein (0,1 gram/kg BB)

Berat badan : 114 gram

Dosis konversi                        : 0,1 gram      ~     X

                                    1000 gram       114 gram

                                    X = 0,1 gram x 114 gram  = 0,0114 gram

                                                1000 gram

 

Dosis penyuntikan      : 0,4 %  =   0.4 gram  ~  0,0114 gram

                                                       100 ml               X  ml

                                                  =   2,85 ml

 

 

 75)
Anggota Kelompok: 1. Fathia Hanifah (066115 077)
                             2. Retno Ajeng (066115 079)
                        3. Suherlina (066115 080)

Dosen Pembimbing:


1. Nina Herlina Sopandi, M.Si                     4. Emma Nilafita, M.Farm., Apt
2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si                      5. Sara Nurmala, M.Farm
3. Yulianita, M.Farm



Asisten Dosen:


1. Arbi N
2. Catherine DH
3. Ilham Rinaldi
4. Isep Ramdan
5. M. Iqbal Luthfi
6. Indra Jatnika
7. Silvia Yolanda
8. Ria Komala


 


LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.

Terselesaikannya Laporan Praktikum ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum ini.

Adapun tujuan penyusunan Laporan Praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Praktikum Farmakologi Sistem dan Organ pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2017/2018.

Do’a penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Laporan Praktikum ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan terimakasih.

 

Bogor,       Maret 2017

 

Penyusun


DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2   Tujuan....................................................................................................... 1

1.3 Hipotesis.................................................................................................... 2

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB III: METODE KERJA

3.1 Alat dan Bahan........................................................................................... 8

3.2 Cara Kerja.................................................................................................. 8

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan....................................................................................... 10

4.2 Pembahasan................................................................................................ 12

BAB V: PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................................................ 15

5.2 Saran........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 16

LAMPIRAN..................................................................................................... 17

 

                                                


BAB I

                                                         PENDAHULUAN

1.1            Latar Belakang

Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute pemberian obat. Adapun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat yang ditampakkan pertama kali.

Seiring berkembangnya waktu, ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat apalagi dalam bidang kesehatan atau farmasi. Untuk mengembangkan ilmu dari bidang kesehatan ini tentu harus dilakukan sebuah penelitian. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengembangkan ilmu atau pun menciptakan sesuatu yang baru. Dalam penelitian tidak luput dari adanya uji coba. Uji coba biasanya dilakukan pada mahkluk hidup seperti hewan percobaan sebelum akhirnya dilakukan pada manusia. Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia.

Tidak semua hewan coba dapat digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.

1.2            Tujuan

·                 Mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk pengujian obat

·       Mengetahui cara pemberian obat

·       Mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan secara berbeda rute pemberian

 

1.3            Hipotesis

·       Metode yang paling baik digunakan adalah peroral karna dapar diperoleh efek yang              sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh

·       Urethan menimbulkan efek anaestasi, menurunkan aktifitas, dan membuat mengantuk --Menurut literatur, pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu:

1.     Hewan liar

2.     Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka

3.     Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup)

4.     Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem isolator Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E., 1987).

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).

Definisi  Hewan Coba:

Hewan coba / hewan uji  atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik.

 

 

 

Jenis Hewan Coba:

1.     Tikus

Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik, aktifitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau dalam keadaan defisiensi nutrisi, cenderung menjadi galak dan sering menyerang, dapat hidup sendiri di kandangnya.

2.     Mencit

Cenderung berkumpul bersama, penakut fotofobik, lebih aktif pada malam hari, aktifitas terhambat dengan kehadiran manusia, dan tidak menggigit.

Mencit dan tikus digunakan sebagai hewan model hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya. ( Sundari, 2011).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut :

a.      Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik

b.     Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama

c.      Stabilitas obat di dalam lambung atau usus

d.     Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute

e.      Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter

f.      Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute
     

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).


Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:

a.      Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal

b.     Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan

c.      Inhalasi langsung ke dalam paru-paru

 

Efek lokal dapat diperoleh dengan cara:

a.      Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga

b.     Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru

c.      Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan

Rute penggunaan obat dapat dengan cara:

a.      Melalui rute oral

b.     Melalui rute parenteral

c.      Melalui rute inhalasi

d.     Melalui rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya

e.      Melalui rute kulit (Anief, 1990).

 

Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).

 

Rute Pemberian Obat

1.     Oral
Mencit dan tikus:

Pegang mencit sesuai dengan cara yang disebutkan sebelumnya sehingga leher mencit dalam keadaan lurus. Kemudian masukkan suntikan oral kedalam mulut sampai esophagus (posisi suntikan oral yang dimasukkan tegak lurus).

2.     Subkutan

Mencit dan tikus:

Obat disuntikkan di bawah kulit daerah tengkuk (di leher bagian atas) dengan terlebih dahulu mencubit kulitnya, lalu suntikkan dengan sudut 45 derajat.

3.     Intraperitoncal

Mencit dan tikus:

Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu dengan menunggingkan mencit atau tikus. Jarum disuntikkan sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi dari garis tengah  (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai organ di dalam peritoneum.

Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.(Tjay,T.HdanRahardja,K,2002).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

METODE KERJA

3.1  Alat Dan Bahan

Alat:

·       Jarum suntik

·       Kain lap

·       Pinset

·       Timbangan hewan coba

·       Wadah hewan coba

Bahan:

·       Kelinci

·       Mencit

·       Tikus

 

3.2  Cara Kerja

A.    Penanganan Hewan coba

·       Diamati keadaan biologi dari hewan coba, meliputi: bobot badan, frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, rasa nyeri dan gejala lainnya.

1.     Bobot badan

Ditimbang bobot badan menggunakan timbangan biasa kemudian catat berat badan hewan coba.

2.     Frekwensi jantung 

Diutupi hewan coba dengan kain lap kemudian dcubit kulit leher hewan coba dan dlilitkan ekornya ke jari kelingking pratikan, selanjutnya diraba bagian dada dengan jari telunjuk untuk membaca detak jantung hewan coba, dihitung selama 15 menit dan dicatat berapa frekwensi jantung permenitnya.

                                  

3.     Laju nafas

Dilakukan perlakuan seperti pada nomer 2, diperhatikan laju nafas pada hewan coba. Selanjutnya, dihitung selama 15 detik dan dicatat berapa laju nafas permenitnya.

4.     Reflex 

Diambil salah satu hewan coba kemudian dipegang ekor hewan coba, selanjutnya,dibalikan hewan coba dan lihat reflex hewan tersebut dengan cepat atau lambatnya hewan tersebut berbalik.

5.     Tonus otot

Diletakan hewan coba pada meja, dibiarkan hewan tersebut berjalan dan diperhatikan gerak jalannya hewan tersebut.

6.     Kesadaran

Dipegang hewan coba kemudian diperhatikan mata pada hewan tersebut bagus atau tidaknya mata atau pupil mata pada hewan tersebut.

7.     Rasa nyeri

Dicubit telinga hewan coba dengan menggunakan pinset, diperhatikan reflex yang timbul pada hewan tersebut .

8.     Gejala – gejala lain

Salivasi

Diperhatikan hewan coba apakah hewan tersebut megeluarkan air liur, dengan ciri kedua tangan hewan coba mengusap  pada mulutnya sendiri.

Urinasi

Diperhatikan hewan coba apakah dia mengeluarkan urin atau tidak.

Defekasi

Diperhatikan hewan coba apakah hewan tersebut megeluarkan feses atau tidak.

 

 

 

 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Data Pengamatan

A.    Sebelum pemberian kafein

Data Biologis Hewan Coba

Hewan Coba

Mencit

Tikus

Berat badan

21 gram

114 gram

Frekuensi jantung

128/menit

72/menit

Laju nafas

112/menit

76/menit

Refleks

+++

+++

Tonus Otot

+++

+++

Kesadaran

+++

+++

Rasa nyeri

+++

+++

Gejala lain:

 

 

·       Urinasi

5

-

·       Defekasi

2

5

·       Konvulsi

-

­-

·       Strob

2

-

·       Grooming

4

­3

·       Menunduk

1

­-

 

 

 

 

 

 

 

 

B.    Setelah pemberian  kafein

Data Biologis Hewan Coba

Mencit

10 menit

20 menit

30 menit

Berat badan

21 gram

21 gram

21 gram

Frekuensi jantung

128/menit

140/menit

128/menit

Laju nafas

112/menit

116/menit

116/menit

Refleks

+++

+++

+++

Tonus Otot

+++

+++

+++

Kesadaran

+++

+++

+++

Rasa nyeri

+++

+++

+++

Gejala lain:

 

 

 

·       Urinasi

-

-

-

·       Defekasi

-

-

-

·       Konvulsi

-

­-

­-

·       Strob

1

-

-

·       Grooming

2

­-

­-

·       Menunduk

2

­-

­-

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

C.    Waktu pengaruh pemberian obat sejak obat diberikan sampai terjadi efek

Kelompok

Berat (g)

Vol. Pemberian (ml)

Rute Pemberian

Onset (menit)

Durasi (menit)

1

17

0.4

Oral

10

40

2

23

0.5

Subkutan

30

46.07

3

18

0.45

I.P

5

40

4

22

0.55

Oral

10

30

5

18

0.45

Subkutan

5

45

6

20

0.5

I.P

4.36

50

7

21

0.525

Oral

2.40

35.21

8

20

0.5

Subkutan

2.35

60

9

19

0.45

I.P

20

35

10

17

0.425

I.P

10

30

 

4.2 Pembahasan

Pada praktikum  ini kita telah melakukan percobaan cara menangani hewan coba dan berbagai rute pemberian obat  kepada hewan coba tersebut. Praktikum  ini adalah dasar untuk percobaan-percobaan farmakologi selanjutnya karena hewan coba adalah media pembantu dalam melakukan penelitian.

Tidak semua hewan dapat dijadikan hewan percobaan hanya beberapa saja yang karakteristik tubuhnya hampir sama dengan manusia contohnya seperti tikus, mencit dan kelinci. Penanganan hewan coba ini pun berbeda-beda caranya tergantung dari jenis hewan yang akan dipakai.

Alasan mengapa menggunakan tikusdan mencit karenagenetik, karakteristik biologi dan prilakunya sangat  mirip dengan manusia, selain itu dari segi keamanan yang baik dan harganya lebih ekonomis.

Setelah pemberian kafein, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun pemberian dengan rute oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat kali ini yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda. Rata-rata memerlukan waktu yang lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara lain:

1.     Stabilitas pada pH lambung

2.     stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan

3.     stabilitas terhadap flora usus

4.     kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna

5.     stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna

6.     stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.

Pada hewan coba yang digunakan pada tikus memiliki bobot 114 gram sedangkan pada mencit memiliki bobot 21 gram. Sehingga untuk pemberian obat urethan dengan dosis 0,1 g/kg BB pada tikus putih dengan bobot 114 gram adalah  sedangkan pada mencit dengan bobot 21 gram memerlukan obat dengan volume  Untuk pengamatan frekuensi jantung pada tikus memiliki 72 denyut/menit. Sedangkan pada mencit memiliki 128 denyut/menit. Pada hewan coba untuk denyut jantung normalnya yaitu 325-780 denyut/menit. Perbedaan denyut jantung ini didasarkan pada perhitungan denyut yang kurang teliti sehingga didapatkan hasil yang berbeda dengan denyut normal atau kemungkinan hewan coba tersebut mengalami stress sehingga denyut jantungnya melemah.

Untuk pengukuran laju nafas didapatkan hasil 76 nafas/menit pada tikus dan 112 nafas /menit pada mencit. Untuk laju nafas normal pada hewan coba adalah 94-163 nafas/menit. Sehingga dikatakan hewan coba tersebut memiliki pernafasan yang normal.

Pada pengamatan refleks dan tonus otot pada hewan coba ini memiliki reflek dan tonus otot yang sangat baik dilihat dari kemampuan dia merefleks suatu ancaman dengan sangat cepat dan kemampuan dia memegang besi saat digantung sangat baik.

Untuk pengamatan tingkat kesadaran dan rasa nyeri memiliki hasil yang sangat baik. Karena hewan coba tersebut  masih dapat dikatakan normal dan masih layak digunakan untuk percobaan.

Untuk uji gejala lain seperti uji urinasi dan defekasi didapatkan hasil yang sangat baik. Sedangkan untuk pengamatan kejang didapatkan hasil yang negatif artinya hewan coba yang diamati masih sehat.

Kesalahan hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :

·       Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan uji     diperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill

·        Injeksi yang salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya. Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik

·       Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul efek pada hewan percobaan walaupundiberikan injeksi sesuai dosis yang telah ditentukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB V

PENUTUP

 

5.1  Kesimpulan

·       Cara pemberian secara oral dengan menggunakan oral sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan langsung ke kerongkongan.

·       Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan onset of action dibanding secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.

·       Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan efek yang lebih cepat

·       Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara oral

·       Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral

·       Bahanuji (obat) yang ditujukanuntukpenggunaanpadamanusia, perlu di telitidanlolosujilabolatorium

·       Menggunakanhewanpercobaanuntukkelayakandankeamananpadasuatuuji (obat)

·       TikusdanMencitlayakdigunakanuntukhewancoba

·       Data biologishewancoba yang kami gunakandalamkeadaan normal

·       Data biologispentinguntukmengetahuikeadaanhewancoba yang belum di beriobatmaupuntelah di beriobat (efek).

 

5.2  Saran

·       Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala spuit   agar dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki

·       Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anief, M. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Tubuh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anief, M. 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ganiswara, Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV.  Jakarta: Falkultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Kedokteran EGC.

 

Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

 

Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.

 

Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.

 

Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

1.     Alur dan Bagan Kerja

     

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.     Perhitungan Dosis dan Grafik

 

A.    Hewan coba I (Mencit)

Kafein (0,1 gram/kg BB)

Berat badan : 21 gram

Dosis konversi                        : 0,1 gram   ~       X

                                      1000 gram     21 gram

                                      X = 0,1 gram x 21 gram  =  0,0021 gram

                                                   1000 gram

Dosis penyuntikan      : 0,4 %  =   0.4 gram  ~  0,0021 gram

                                                       100 ml               X  ml

                                                =   0,525 ml

 

 

 

B.    Hewan coba II (Tikus)

Kafein (0,1 gram/kg BB)

Berat badan : 114 gram

Dosis konversi                        : 0,1 gram      ~     X

                                    1000 gram       114 gram

                                    X = 0,1 gram x 114 gram  = 0,0114 gram

                                                1000 gram

 

Dosis penyuntikan      : 0,4 %  =   0.4 gram  ~  0,0114 gram

                                                       100 ml               X  ml

                                                  =   2,85 ml

 

 

 

No comments:

Baban's Words Part 2

FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ