Jika bukan aku yang kau ingin
Enyahlah segera dari hati ini
Rasa ini tak lagi ingin kupertahankan
Usai sudah kisah yang dulu pernah ada
Kita telah sampai
Dan terimakasih untuk semua
Sunday, December 26, 2021
Friday, December 24, 2021
Wednesday, December 22, 2021
Saturday, December 11, 2021
Wednesday, November 17, 2021
Monday, November 15, 2021
Saturday, November 13, 2021
Friday, November 12, 2021
Monday, October 18, 2021
Sunday, October 10, 2021
Thursday, October 7, 2021
Tak Siap Mendengar Jawabannya
Jangan pernah bertanya sesuatu
Dimana kamu sudah tau dan tak siap mendengar jawabannya
Wednesday, September 22, 2021
When You're Gone
Jika suatu saat nanti kamu kembali
Akan kuceritakan bagaimana lemah dan takutnya aku setelah kamu pergi
Wednesday, August 18, 2021
Kuis
1. Penyakit degenerative yang termasuk metabolic syndrome menjadi salah satu faktor pemicu Kardiovaskuler, adalah .....
a. Dislipidemia
b. Diabetes
c. Hipertensi
d. Semua Benar
2. Di bawah ini adalah pengertian mixed dislipidemia ....
a. Peningkatan Trigliserida
b. Peningkatan HDL
c. Penurunan LDL
d. Peningkatan Trigliserida dan LDL
e. Penurunan HDL
3. Yang merupakan site of action (tempat aksi) dari fenofibrate adalah ....
a. jantung
b. Hati
c. Ginjal
d. Darah
e. Paru-paru
4. Berikut ini adalah pernyataan yang BENAR mengenai Non-HDL .....
a. Bukan merupakan target terapi manajemen dislipidemia
b. Mencakup parameter lipid yang bersifat aterogenic
c. Parameter lipid yang lebih kuat menjadi predictor CVD Event
d. Sudah masuk menjadi guideline sebagai target terapi tatalaksana dislipidemia
5. Efek samping utama dari pemakaian statin jangka panjang, yaitu ....
a. Rhabdomiolisis
b. Diare
c. Pusing
d. Gangguan Pendengaran
e. Gangguan Penglihatan
6. Parameter lipid yang menjadi target terapi dalam Tatalaksana Dislipidemia, kecuali ....
a. LDL
b. Non-LDL
c. Total Kolesterol
d. HbA1C
7. Seorang pasien perempuan berusia 66 tahun, diketahui memiliki LDL 200 mg/dl, Trigliserida 280 mg/dl, HDL 20 mg/dl. Dari diagnosa dokter diketahui pasien mengalami Mixed Dislipidemia. Pasien pernah mengalami hepatitis A dan TIA. Obat manakah yang paling tepat diberikan kepada pasien tersebut?
a. Simvastatin + Fenofibrate
b. Simvastatin + Niasin
c. Simvastatin + Ezetimibe
d. Simvastatin + Kolestipol
e. Simvastatin + Rosuvastatin
8. Berikut ini adalah pernyataan yang SALAH mengenai kombinasi Statin + Fenofibrate dalam manajemen terapi dislipidemia, yaitu ....
a. Lebih efektif dibandingkan mono terapi statin
b. Efek samping rhabdomiolisis
c. Kombinasi statin + fenofibrate meningkatkan efek samping rhabdomiolisis pada pasien
d. Kombinasi statin + fenofibrate sudah didukung oleh berbagai penelitian / jurnal
9. Peran farmasis dalam penanganan dislipidemia adalah sebagai berikut .....
a. Memberikan diagnosa perburukan penyakit
b. Memberikan konseling obat yang harus digunakan
c. Membacakan clinical sympto
d. mengganti pengobatan
e. Menaikkan dosis pengobatan
10. Yang bukan merupakan manfaat modifikasi sediaan fenofibrate nano teknologi adalah .......
a. Meningkatkan absorpsi dan bioavailability fenofibrate dalam tubuh
b. No Food Effect, bisa diberikan dengan atau tanpa makanan
c. Optimal Dose
d. Dosis menjadi 2 (dua) kali sehari
Tuesday, August 17, 2021
Saturday, August 14, 2021
Post Test: Disrupting Therapeutic Inertia in Diabetes Management
1. Yang menjadi perhatian dalam konseling pada agen hipoglikemik insulin adalah
A. Posisi penyuntikan, teknik penyuntikan, waktu administrasi
B. Posisi penyuntikan, reaksi efek samping, interaksi obat
C. Waktu asministrasi, interaksi obat, golongan obat
D. Interaksi obat, tipe insulin, precaution
2. Yang termasuk dalam insulin basal adalah
A. Insulin Lispro
B. Insulin Aspart
C. Insulin Glargine
D. Human insulin
3. Insulin diadministrasikan secara
A. Intravena
B. Subkutan
C. Intramuskular
D. Intraarterial
4. Lokasi yang dianjurkan untuk penyuntikan insulin sebagai berikut, kecuali
A. Lengan atas
B. Perut
C. Bokong
D. Tangan
5. Untuk menjaga stabilitas obat, penyimpanan not-in use pen insulin disarankan pada suhu
A. 2-8 °C
B. < 15°C
C. < 30°C
D. 15-30 °C
5. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan insulin sebagai berikut, kecuali
A. Tidak menyimpan insulin dalam suhu ekstrim
B. Insulin disimpan dalam tempat yang terlindung cahaya
C. Tidak menyimpan insulin pada frezzer
D. Setelah dibuka, insulin dapat digunakan sampai 96 hari
6. Lipohipertropi pada area penyuntikan dapat dicegah dengan cara
A. Menyuntikkan insulin pada suhu kamar
B. Rotasi tempat penyuntikan
C. Anmnesa alergi pasien
D. Menyuntikkan insulin dengn sudut penyuntikan 80°
7. Kondisi hipoglikemia, dapat disebabkan oleh hal berikut, kecuali
A. Kontrol asupan makan yang terlambat
B. Aktivitas olahraga yang berat
C. Pusing
D. Overdosis obat antidiabetes
8. Bagaimana prosedur membuang jarum insulin yang benar
A. Dalam wadah yang tidak mudah rusak krn benda tajam
B. Dibuang ditempat sampah
C. Dibalut kain
D. Dicuci sebelum dibuang
9. Bagaimana pemeriksaan keamanan pada 9 insulin
A. Dengan memutar dosis
B. Dengan mengocok pen insulin
C. Dengan cek keluarnya cairan pada jarum insulin setelah dipasang, minimal 2 unit
D. Dengan dilihat
10. Untuk penggunaan pertama Iglarlixi, berapa lama insulin ditempatkan di suhu ruangan
A. 6 jam
B. 3 jam
C. 2 jam
D. 1 jam
11. Alasan insulin dirancang untuk disuntikkan ke jaringan subkutan adalah:
A. Tidak sakit
B. Lebih estetik
C. Penyerapan konsisten
D. Penyerapan bervariasi
12. Berikut pertimbangan khusus pada terapi injeksi, kecuali
A. Perdarahan
B. Reaksi Hipersensitivitas
C. Lipohipertropi
D. Keluarga pasien
13. Berdasarkan PMK No. 72-73 Tahun 2016, Pelayanan Farmasi Klinis bertujuan untuk memastikan bahwa obat digunakan secara:
A. Aman
B. Efektif
C. Ekonomis
D. Semua benar
14. Tinjauan sistematis dan meta-analisis menunjukkan pentingnya peranan apoteker dalam perawatan pasien langsung. Yang berdampak pada:
A. Hasil terapi dan keselamatan yang menguntungkan
B. Efek signifikan pada A1C, kolesterol LDL, tekanan darah, dan efek samping obat
C. Peningkatan kualitas hidup dan kesehatan umum
D. Semua benar
Friday, August 13, 2021
Thursday, August 12, 2021
Pengenalan Hewan Coba dan Rute Pemberian Obat
LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN
“Pengenalan Hewan Coba Dan Rute
Pemberian Obat”
“25 Maret 2017”
Kelompok 7
Ketua : Wilda Dian Sari (066115 0LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN
“Pengenalan Hewan Coba Dan Rute
Pemberian Obat”
“25 Maret 2017”
Kelompok 7
Ketua : Wilda Dian Sari (066115 075)
Anggota Kelompok: 1. Fathia Hanifah (066115 077)
2. Retno
Ajeng (066115 079)
3. Suherlina
(066115 080)
Dosen Pembimbing:
1. Nina Herlina Sopandi, M.Si 4. Emma Nilafita, M.Farm., Apt
2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si 5. Sara Nurmala, M.Farm
3. Yulianita, M.Farm
Asisten Dosen:
1. Arbi N
2. Catherine DH
3. Ilham Rinaldi
4. Isep Ramdan
5. M. Iqbal Luthfi
6. Indra Jatnika
7. Silvia Yolanda
8. Ria Komala
LABORATORIUM
FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW
yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Terselesaikannya
Laporan Praktikum ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang
berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum ini.
Adapun
tujuan penyusunan Laporan Praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas Praktikum Farmakologi Sistem dan Organ pada Semester Genap Tahun
Pelajaran 2017/2018.
Do’a
penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas
oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan
Praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari
segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Laporan Praktikum ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan
terimakasih.
Bogor, Maret
2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
ii
BAB
I: PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..........................................................................................
1
1.2
Tujuan.......................................................................................................
1
1.3 Hipotesis....................................................................................................
2
BAB
II: TINJAUAN PUSTAKA
BAB
III: METODE KERJA
3.1
Alat dan Bahan...........................................................................................
8
3.2
Cara Kerja..................................................................................................
8
BAB
IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Pengamatan.......................................................................................
10
4.2
Pembahasan................................................................................................
12
BAB
V: PENUTUP
5.1
Kesimpulan................................................................................................
15
5.2
Saran...........................................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
16
LAMPIRAN.....................................................................................................
17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah
seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi
farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi.
Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute
pemberian obat. Adapun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar
kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya
reaksi obat yang ditampakkan pertama kali.
Seiring
berkembangnya waktu, ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat apalagi dalam
bidang kesehatan atau farmasi. Untuk mengembangkan ilmu dari bidang kesehatan
ini tentu harus dilakukan sebuah penelitian. Penelitian tersebut bertujuan
untuk mengembangkan ilmu atau pun menciptakan sesuatu yang baru. Dalam
penelitian tidak luput dari adanya uji coba. Uji coba biasanya dilakukan pada
mahkluk hidup seperti hewan percobaan sebelum akhirnya dilakukan pada manusia.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan
percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan,
sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat
untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan
kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan
dalam suatu penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan
gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan
lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.
1.2
Tujuan
·
Mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk
pengujian obat
·
Mengetahui cara pemberian obat
·
Mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan
secara berbeda rute pemberian
1.3
Hipotesis
·
Metode yang paling baik digunakan adalah peroral karna
dapar diperoleh efek yang
sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh
· Urethan
menimbulkan efek anaestasi, menurunkan aktifitas, dan membuat mengantuk --Menurut
literatur, pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum
dilakukan karena mudah, aman, dan murah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana
faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang
terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu:
1.
Hewan liar
2.
Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara
secara terbuka
3.
Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan
yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup)
4.
Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu
hewan yang dipelihara dengan sistem isolator Sudah barang tentu penggunaan
hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis
yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula
hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan
dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman
(Sulaksonono, M.E., 1987).
Penggunaan hewan percobaan dalam
penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun
yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan
dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Definisi Hewan Coba:
Hewan
coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik.
Jenis Hewan Coba:
1.
Tikus
Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik,
aktifitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau
dalam keadaan defisiensi nutrisi, cenderung menjadi galak dan sering menyerang,
dapat hidup sendiri di kandangnya.
2.
Mencit
Cenderung berkumpul bersama, penakut
fotofobik, lebih aktif pada malam hari, aktifitas terhambat dengan kehadiran manusia,
dan tidak menggigit.
Mencit dan tikus digunakan sebagai hewan model
hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada
manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip
murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya
banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya
mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya. (
Sundari, 2011).
Cara memegang hewan serta cara
penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari
masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan,
keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan
menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan
juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi,
sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut :
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal
atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang
dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung
atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan
melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi
pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis
dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan
dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula
kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat
secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang
bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a. Oral melalui saluran gastrointestinal
atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena,
intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru
Efek
lokal dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural,
dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk
paru-paru
c.
Rektal,
uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing
dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut
dalam cairan badan
Rute
penggunaan obat dapat dengan cara:
a. Melalui rute oral
b. Melalui rute parenteral
c. Melalui rute inhalasi
d. Melalui rute membran mukosa seperti
mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya
e. Melalui rute kulit (Anief, 1990).
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan
fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim
dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda.
Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya
dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug,
B.G, 1989).
Rute
Pemberian Obat
1. Oral
Mencit dan tikus:
Pegang mencit sesuai dengan cara yang
disebutkan sebelumnya sehingga leher mencit dalam keadaan lurus. Kemudian
masukkan suntikan oral kedalam mulut sampai esophagus (posisi suntikan oral
yang dimasukkan tegak lurus).
2. Subkutan
Mencit
dan tikus:
Obat disuntikkan di bawah kulit daerah
tengkuk (di leher bagian atas) dengan terlebih dahulu mencubit kulitnya, lalu
suntikkan dengan sudut 45 derajat.
3. Intraperitoncal
Mencit
dan tikus:
Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah
dari abdomen yaitu dengan menunggingkan mencit atau tikus. Jarum disuntikkan
sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi
dari garis tengah (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai
organ di dalam peritoneum.
Bentuk sediaan yang
diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan
demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan
obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik
diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang
efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.
Penggunaan
hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.(Tjay,T.HdanRahardja,K,2002).
BAB
III
METODE
KERJA
3.1 Alat Dan Bahan
Alat:
· Jarum
suntik
· Kain
lap
· Pinset
· Timbangan
hewan coba
· Wadah
hewan coba
Bahan:
· Kelinci
· Mencit
· Tikus
3.2 Cara Kerja
A. Penanganan
Hewan coba
·
Diamati keadaan biologi dari hewan coba,
meliputi: bobot badan, frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, rasa
nyeri dan gejala lainnya.
1. Bobot
badan
Ditimbang bobot badan
menggunakan timbangan biasa kemudian catat berat badan hewan coba.
2. Frekwensi
jantung
Diutupi hewan coba dengan kain lap
kemudian dcubit kulit leher hewan coba dan dlilitkan ekornya ke jari kelingking
pratikan, selanjutnya diraba bagian dada dengan jari telunjuk untuk membaca
detak jantung hewan coba, dihitung selama 15 menit dan dicatat berapa frekwensi
jantung permenitnya.
3. Laju
nafas
Dilakukan perlakuan
seperti pada nomer 2, diperhatikan laju nafas pada hewan coba. Selanjutnya,
dihitung selama 15 detik dan dicatat berapa laju nafas permenitnya.
4. Reflex
Diambil salah satu
hewan coba kemudian dipegang ekor hewan coba, selanjutnya,dibalikan hewan coba
dan lihat reflex hewan tersebut dengan cepat atau lambatnya hewan tersebut
berbalik.
Diletakan hewan coba
pada meja, dibiarkan hewan tersebut berjalan dan diperhatikan gerak jalannya
hewan tersebut.
6. Kesadaran
Dipegang hewan coba
kemudian diperhatikan mata pada hewan tersebut bagus atau tidaknya mata atau
pupil mata pada hewan tersebut.
7. Rasa
nyeri
Dicubit telinga hewan
coba dengan menggunakan pinset, diperhatikan reflex yang timbul pada hewan
tersebut .
8. Gejala
– gejala lain
Salivasi
Diperhatikan hewan coba
apakah hewan tersebut megeluarkan air liur, dengan ciri kedua tangan hewan coba
mengusap pada mulutnya sendiri.
Urinasi
Diperhatikan hewan coba
apakah dia mengeluarkan urin atau tidak.
Defekasi
Diperhatikan hewan coba
apakah hewan tersebut megeluarkan feses atau tidak.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
A. Sebelum pemberian kafein
Data Biologis Hewan Coba |
Hewan Coba |
|
Mencit |
Tikus |
|
Berat badan |
21 gram |
114 gram |
Frekuensi jantung |
128/menit |
72/menit |
Laju nafas |
112/menit |
76/menit |
Refleks |
+++ |
+++ |
Tonus Otot |
+++ |
+++ |
Kesadaran |
+++ |
+++ |
Rasa nyeri |
+++ |
+++ |
Gejala lain: |
|
|
· Urinasi |
5 |
- |
· Defekasi |
2 |
5 |
· Konvulsi |
- |
- |
· Strob |
2 |
- |
· Grooming |
4 |
3 |
· Menunduk |
1 |
- |
B. Setelah pemberian kafein
Data Biologis Hewan Coba |
Mencit |
||
10 menit |
20 menit |
30
menit |
|
Berat badan |
21 gram |
21 gram |
21 gram |
Frekuensi jantung |
128/menit |
140/menit |
128/menit |
Laju nafas |
112/menit |
116/menit |
116/menit |
Refleks |
+++ |
+++ |
+++ |
Tonus Otot |
+++ |
+++ |
+++ |
Kesadaran |
+++ |
+++ |
+++ |
Rasa nyeri |
+++ |
+++ |
+++ |
Gejala lain: |
|
|
|
· Urinasi |
- |
- |
- |
· Defekasi |
- |
- |
- |
· Konvulsi |
- |
- |
- |
· Strob |
1 |
- |
- |
· Grooming |
2 |
- |
- |
· Menunduk |
2 |
- |
- |
C. Waktu pengaruh pemberian obat sejak obat diberikan
sampai terjadi efek
Kelompok |
Berat (g) |
Vol. Pemberian (ml) |
Rute Pemberian |
Onset (menit) |
Durasi (menit) |
1 |
17 |
0.4 |
Oral |
10 |
40 |
2 |
23 |
0.5 |
Subkutan |
30 |
46.07 |
3 |
18 |
0.45 |
I.P |
5 |
40 |
4 |
22 |
0.55 |
Oral |
10 |
30 |
5 |
18 |
0.45 |
Subkutan |
5 |
45 |
6 |
20 |
0.5 |
I.P |
4.36 |
50 |
7 |
21 |
0.525 |
Oral |
2.40 |
35.21 |
8 |
20 |
0.5 |
Subkutan |
2.35 |
60 |
9 |
19 |
0.45 |
I.P |
20 |
35 |
10 |
17 |
0.425 |
I.P |
10 |
30 |
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini kita telah melakukan percobaan cara
menangani hewan coba dan berbagai rute pemberian obat kepada hewan coba tersebut. Praktikum ini adalah dasar untuk percobaan-percobaan
farmakologi selanjutnya karena hewan coba adalah media pembantu dalam melakukan
penelitian.
Tidak semua hewan dapat dijadikan hewan percobaan
hanya beberapa saja yang karakteristik tubuhnya hampir sama dengan manusia
contohnya seperti tikus, mencit dan kelinci. Penanganan hewan coba ini pun
berbeda-beda caranya tergantung dari jenis hewan yang akan dipakai.
Alasan mengapa menggunakan tikusdan
mencit karenagenetik, karakteristik biologi dan prilakunya sangat mirip dengan manusia, selain itu dari segi
keamanan yang baik dan harganya lebih ekonomis.
Setelah pemberian kafein, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun
pemberian dengan rute oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus
diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan
rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat
kali ini
yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot
hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda.
Rata-rata memerlukan waktu yang lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini
disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu
jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat
itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang
mempengaruhi, antara lain:
1.
Stabilitas pada pH lambung
2.
stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan
3.
stabilitas terhadap flora usus
4.
kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna
5.
stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran
cerna
6.
stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.
Pada hewan coba
yang digunakan pada tikus memiliki bobot 114 gram sedangkan pada mencit memiliki bobot 21 gram. Sehingga untuk pemberian obat urethan dengan dosis
0,1 g/kg BB pada tikus putih dengan bobot 114 gram adalah
Untuk pengukuran
laju nafas didapatkan hasil 76
nafas/menit pada tikus dan 112
nafas /menit pada mencit. Untuk laju nafas normal pada hewan coba adalah 94-163
nafas/menit. Sehingga dikatakan hewan coba tersebut memiliki pernafasan yang
normal.
Pada pengamatan
refleks dan tonus otot pada hewan coba ini memiliki reflek dan tonus otot yang
sangat baik dilihat dari kemampuan dia merefleks suatu ancaman dengan sangat
cepat dan kemampuan dia memegang besi saat digantung sangat baik.
Untuk pengamatan
tingkat kesadaran dan rasa nyeri memiliki hasil yang sangat baik. Karena hewan
coba tersebut masih dapat dikatakan normal dan masih layak
digunakan untuk percobaan.
Untuk uji gejala
lain seperti uji urinasi dan defekasi didapatkan hasil yang sangat baik.
Sedangkan untuk pengamatan kejang didapatkan hasil yang negatif artinya hewan
coba yang diamati masih sehat.
Kesalahan hasil percobaan ini
dikarenakan antara lain :
·
Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini
dikarenakan setiap hewan uji
diperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill
·
Injeksi yang
salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah
sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya.
Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk
tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke
sirkualsi sistemik
·
Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang
berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan
onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul
efek pada hewan percobaan walaupundiberikan injeksi sesuai dosis yang telah
ditentukan.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·
Cara pemberian secara oral dengan menggunakan oral
sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan
langsung ke kerongkongan.
·
Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan
onset of action dibanding secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan
Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh
darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih
dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.
·
Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan
efek yang lebih cepat
·
Onset of action dari rute pemberian obat secar IP
lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara oral
·
Duration of action dari rute pemberian obat secara IP
lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral
·
Bahanuji (obat) yang
ditujukanuntukpenggunaanpadamanusia, perlu di telitidanlolosujilabolatorium
·
Menggunakanhewanpercobaanuntukkelayakandankeamananpadasuatuuji
(obat)
·
TikusdanMencitlayakdigunakanuntukhewancoba
·
Data biologishewancoba yang kami gunakandalamkeadaan
normal
·
Data
biologispentinguntukmengetahuikeadaanhewancoba yang belum di
beriobatmaupuntelah di beriobat (efek).
5.2 Saran
· Lebih
berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala
spuit agar dosis yang diberikan tepat
dan tercapai efek yang dikehendaki
· Lebih
berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami
kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief,
M. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam
Tubuh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, M.
1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ganiswara,
Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi
Edisi IV. Jakarta: Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Edisi VI. Jakarta: Kedokteran EGC.
Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan
Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.
Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
Tjay,Tan
Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat
Penting, PT Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN
1. Alur dan Bagan Kerja
2. Perhitungan Dosis dan Grafik
A. Hewan
coba I (Mencit)
Kafein
(0,1 gram/kg BB)
Berat
badan : 21 gram
1000 gram
21 gram
1000 gram
100 ml X
ml
= 0,525 ml
B. Hewan
coba II (Tikus)
Kafein
(0,1 gram/kg BB)
Berat
badan : 114 gram
1000 gram 114 gram
1000
gram
100 ml X
ml
= 2,85 ml
75)
Anggota Kelompok: 1. Fathia Hanifah (066115 077)
2. Retno
Ajeng (066115 079)
3. Suherlina
(066115 080)
Dosen Pembimbing:
1. Nina Herlina Sopandi, M.Si 4. Emma Nilafita, M.Farm., Apt
2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si 5. Sara Nurmala, M.Farm
3. Yulianita, M.Farm
Asisten Dosen:
1. Arbi N
2. Catherine DH
3. Ilham Rinaldi
4. Isep Ramdan
5. M. Iqbal Luthfi
6. Indra Jatnika
7. Silvia Yolanda
8. Ria Komala
LABORATORIUM
FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW
yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Terselesaikannya
Laporan Praktikum ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik
secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang
berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum ini.
Adapun
tujuan penyusunan Laporan Praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas Praktikum Farmakologi Sistem dan Organ pada Semester Genap Tahun
Pelajaran 2017/2018.
Do’a
penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas
oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan
Praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari
segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Laporan Praktikum ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan
terimakasih.
Bogor, Maret
2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
ii
BAB
I: PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..........................................................................................
1
1.2
Tujuan.......................................................................................................
1
1.3 Hipotesis....................................................................................................
2
BAB
II: TINJAUAN PUSTAKA
BAB
III: METODE KERJA
3.1
Alat dan Bahan...........................................................................................
8
3.2
Cara Kerja..................................................................................................
8
BAB
IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Pengamatan.......................................................................................
10
4.2
Pembahasan................................................................................................
12
BAB
V: PENUTUP
5.1
Kesimpulan................................................................................................
15
5.2
Saran...........................................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
16
LAMPIRAN.....................................................................................................
17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah
seharusnya kita mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi
farmasetik, farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi.
Kali ini kami akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute
pemberian obat. Adapun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar
kita dapat mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya
reaksi obat yang ditampakkan pertama kali.
Seiring
berkembangnya waktu, ilmu pengetahuan semakin berkembang pesat apalagi dalam
bidang kesehatan atau farmasi. Untuk mengembangkan ilmu dari bidang kesehatan
ini tentu harus dilakukan sebuah penelitian. Penelitian tersebut bertujuan
untuk mengembangkan ilmu atau pun menciptakan sesuatu yang baru. Dalam
penelitian tidak luput dari adanya uji coba. Uji coba biasanya dilakukan pada
mahkluk hidup seperti hewan percobaan sebelum akhirnya dilakukan pada manusia.
Penggunaan hewan percobaan terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan
percobaan tersebut antara lain sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan,
sebagai model, di samping itu di bidang farmasi juga digunakan sebagai alat
untuk mengukur besaran kualitas dan kuantitas suatu obat sebelum diberikan
kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat digunakan
dalam suatu penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat memberikan
gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, di samping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita dapat dan
lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.
1.2
Tujuan
·
Mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk
pengujian obat
·
Mengetahui cara pemberian obat
·
Mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan
secara berbeda rute pemberian
1.3
Hipotesis
·
Metode yang paling baik digunakan adalah peroral karna
dapar diperoleh efek yang
sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh
· Urethan
menimbulkan efek anaestasi, menurunkan aktifitas, dan membuat mengantuk --Menurut
literatur, pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar secara umum
dilakukan karena mudah, aman, dan murah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, di mana
faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang
terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan, yaitu:
1.
Hewan liar
2.
Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara
secara terbuka
3.
Hewan yang bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan
yang dipelihara dengan sistim barrier (tertutup)
4.
Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu
hewan yang dipelihara dengan sistem isolator Sudah barang tentu penggunaan
hewan percobaan tersebut di atas disesuaikan dengan macam percobaan biomedis
yang akan dilakukan. Semakin meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula
hasil percobaan yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan
dilakukan terhadap hewan percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila
menggunakan hewan percobaan konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman
(Sulaksonono, M.E., 1987).
Penggunaan hewan percobaan dalam
penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah berjalan puluhan tahun
yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi
persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan
dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis,
mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip
kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Definisi Hewan Coba:
Hewan
coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik.
Jenis Hewan Coba:
1.
Tikus
Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik,
aktifitasnya tidak terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau
dalam keadaan defisiensi nutrisi, cenderung menjadi galak dan sering menyerang,
dapat hidup sendiri di kandangnya.
2.
Mencit
Cenderung berkumpul bersama, penakut
fotofobik, lebih aktif pada malam hari, aktifitas terhambat dengan kehadiran manusia,
dan tidak menggigit.
Mencit dan tikus digunakan sebagai hewan model
hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada
manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip
murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya
banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan perkembangannya
mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor lingkungan hidupnya. (
Sundari, 2011).
Cara memegang hewan serta cara
penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari
masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan,
keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan
menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan
juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G, 1989).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi,
sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut :
a. Tujuan terapi menghendaki efek lokal
atau efek sistemik
b. Apakah kerja awal obat yang
dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c. Stabilitas obat di dalam lambung
atau usus
d. Keamanan relatif dalam penggunaan
melalui bermacam-macam rute
e. Rute yang tepat dan menyenangkan bagi
pasien dan dokter
f. Harga obat yang relatif ekonomis
dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan
dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula
kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat
secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang
bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a. Oral melalui saluran gastrointestinal
atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena,
intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru
Efek
lokal dapat diperoleh dengan cara:
a. Intraokular, intranasal, aural,
dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk
paru-paru
c.
Rektal,
uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing
dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut
dalam cairan badan
Rute
penggunaan obat dapat dengan cara:
a. Melalui rute oral
b. Melalui rute parenteral
c. Melalui rute inhalasi
d. Melalui rute membran mukosa seperti
mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya
e. Melalui rute kulit (Anief, 1990).
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan
fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh
karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim
dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda.
Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya
dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug,
B.G, 1989).
Rute
Pemberian Obat
1. Oral
Mencit dan tikus:
Pegang mencit sesuai dengan cara yang
disebutkan sebelumnya sehingga leher mencit dalam keadaan lurus. Kemudian
masukkan suntikan oral kedalam mulut sampai esophagus (posisi suntikan oral
yang dimasukkan tegak lurus).
2. Subkutan
Mencit
dan tikus:
Obat disuntikkan di bawah kulit daerah
tengkuk (di leher bagian atas) dengan terlebih dahulu mencubit kulitnya, lalu
suntikkan dengan sudut 45 derajat.
3. Intraperitoncal
Mencit
dan tikus:
Hewan dipegang sesuai ketentuan sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya. Pada saat penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah
dari abdomen yaitu dengan menunggingkan mencit atau tikus. Jarum disuntikkan
sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan abdomen, posisi jarum agak menepi
dari garis tengah (linea alba) untuk menghindari agar tidak mengenai
organ di dalam peritoneum.
Bentuk sediaan yang
diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan
demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan
obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik
diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang
efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.
Penggunaan
hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.(Tjay,T.HdanRahardja,K,2002).
BAB
III
METODE
KERJA
3.1 Alat Dan Bahan
Alat:
· Jarum
suntik
· Kain
lap
· Pinset
· Timbangan
hewan coba
· Wadah
hewan coba
Bahan:
· Kelinci
· Mencit
· Tikus
3.2 Cara Kerja
A. Penanganan
Hewan coba
·
Diamati keadaan biologi dari hewan coba,
meliputi: bobot badan, frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, rasa
nyeri dan gejala lainnya.
1. Bobot
badan
Ditimbang bobot badan
menggunakan timbangan biasa kemudian catat berat badan hewan coba.
2. Frekwensi
jantung
Diutupi hewan coba dengan kain lap
kemudian dcubit kulit leher hewan coba dan dlilitkan ekornya ke jari kelingking
pratikan, selanjutnya diraba bagian dada dengan jari telunjuk untuk membaca
detak jantung hewan coba, dihitung selama 15 menit dan dicatat berapa frekwensi
jantung permenitnya.
3. Laju
nafas
Dilakukan perlakuan
seperti pada nomer 2, diperhatikan laju nafas pada hewan coba. Selanjutnya,
dihitung selama 15 detik dan dicatat berapa laju nafas permenitnya.
4. Reflex
Diambil salah satu
hewan coba kemudian dipegang ekor hewan coba, selanjutnya,dibalikan hewan coba
dan lihat reflex hewan tersebut dengan cepat atau lambatnya hewan tersebut
berbalik.
Diletakan hewan coba
pada meja, dibiarkan hewan tersebut berjalan dan diperhatikan gerak jalannya
hewan tersebut.
6. Kesadaran
Dipegang hewan coba
kemudian diperhatikan mata pada hewan tersebut bagus atau tidaknya mata atau
pupil mata pada hewan tersebut.
7. Rasa
nyeri
Dicubit telinga hewan
coba dengan menggunakan pinset, diperhatikan reflex yang timbul pada hewan
tersebut .
8. Gejala
– gejala lain
Salivasi
Diperhatikan hewan coba
apakah hewan tersebut megeluarkan air liur, dengan ciri kedua tangan hewan coba
mengusap pada mulutnya sendiri.
Urinasi
Diperhatikan hewan coba
apakah dia mengeluarkan urin atau tidak.
Defekasi
Diperhatikan hewan coba
apakah hewan tersebut megeluarkan feses atau tidak.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
A. Sebelum pemberian kafein
Data Biologis Hewan Coba |
Hewan Coba |
|
Mencit |
Tikus |
|
Berat badan |
21 gram |
114 gram |
Frekuensi jantung |
128/menit |
72/menit |
Laju nafas |
112/menit |
76/menit |
Refleks |
+++ |
+++ |
Tonus Otot |
+++ |
+++ |
Kesadaran |
+++ |
+++ |
Rasa nyeri |
+++ |
+++ |
Gejala lain: |
|
|
· Urinasi |
5 |
- |
· Defekasi |
2 |
5 |
· Konvulsi |
- |
- |
· Strob |
2 |
- |
· Grooming |
4 |
3 |
· Menunduk |
1 |
- |
B. Setelah pemberian kafein
Data Biologis Hewan Coba |
Mencit |
||
10 menit |
20 menit |
30
menit |
|
Berat badan |
21 gram |
21 gram |
21 gram |
Frekuensi jantung |
128/menit |
140/menit |
128/menit |
Laju nafas |
112/menit |
116/menit |
116/menit |
Refleks |
+++ |
+++ |
+++ |
Tonus Otot |
+++ |
+++ |
+++ |
Kesadaran |
+++ |
+++ |
+++ |
Rasa nyeri |
+++ |
+++ |
+++ |
Gejala lain: |
|
|
|
· Urinasi |
- |
- |
- |
· Defekasi |
- |
- |
- |
· Konvulsi |
- |
- |
- |
· Strob |
1 |
- |
- |
· Grooming |
2 |
- |
- |
· Menunduk |
2 |
- |
- |
C. Waktu pengaruh pemberian obat sejak obat diberikan
sampai terjadi efek
Kelompok |
Berat (g) |
Vol. Pemberian (ml) |
Rute Pemberian |
Onset (menit) |
Durasi (menit) |
1 |
17 |
0.4 |
Oral |
10 |
40 |
2 |
23 |
0.5 |
Subkutan |
30 |
46.07 |
3 |
18 |
0.45 |
I.P |
5 |
40 |
4 |
22 |
0.55 |
Oral |
10 |
30 |
5 |
18 |
0.45 |
Subkutan |
5 |
45 |
6 |
20 |
0.5 |
I.P |
4.36 |
50 |
7 |
21 |
0.525 |
Oral |
2.40 |
35.21 |
8 |
20 |
0.5 |
Subkutan |
2.35 |
60 |
9 |
19 |
0.45 |
I.P |
20 |
35 |
10 |
17 |
0.425 |
I.P |
10 |
30 |
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ini kita telah melakukan percobaan cara
menangani hewan coba dan berbagai rute pemberian obat kepada hewan coba tersebut. Praktikum ini adalah dasar untuk percobaan-percobaan
farmakologi selanjutnya karena hewan coba adalah media pembantu dalam melakukan
penelitian.
Tidak semua hewan dapat dijadikan hewan percobaan
hanya beberapa saja yang karakteristik tubuhnya hampir sama dengan manusia
contohnya seperti tikus, mencit dan kelinci. Penanganan hewan coba ini pun
berbeda-beda caranya tergantung dari jenis hewan yang akan dipakai.
Alasan mengapa menggunakan tikusdan
mencit karenagenetik, karakteristik biologi dan prilakunya sangat mirip dengan manusia, selain itu dari segi
keamanan yang baik dan harganya lebih ekonomis.
Setelah pemberian kafein, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun
pemberian dengan rute oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus
diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan
rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat
kali ini
yaitu perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot
hewan coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda.
Rata-rata memerlukan waktu yang lama untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini
disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu
jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yang mempengaruhi yaitu faktor obat
itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang
mempengaruhi, antara lain:
1.
Stabilitas pada pH lambung
2.
stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan
3.
stabilitas terhadap flora usus
4.
kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna
5.
stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran
cerna
6.
stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.
Pada hewan coba
yang digunakan pada tikus memiliki bobot 114 gram sedangkan pada mencit memiliki bobot 21 gram. Sehingga untuk pemberian obat urethan dengan dosis
0,1 g/kg BB pada tikus putih dengan bobot 114 gram adalah
Untuk pengukuran
laju nafas didapatkan hasil 76
nafas/menit pada tikus dan 112
nafas /menit pada mencit. Untuk laju nafas normal pada hewan coba adalah 94-163
nafas/menit. Sehingga dikatakan hewan coba tersebut memiliki pernafasan yang
normal.
Pada pengamatan
refleks dan tonus otot pada hewan coba ini memiliki reflek dan tonus otot yang
sangat baik dilihat dari kemampuan dia merefleks suatu ancaman dengan sangat
cepat dan kemampuan dia memegang besi saat digantung sangat baik.
Untuk pengamatan
tingkat kesadaran dan rasa nyeri memiliki hasil yang sangat baik. Karena hewan
coba tersebut masih dapat dikatakan normal dan masih layak
digunakan untuk percobaan.
Untuk uji gejala
lain seperti uji urinasi dan defekasi didapatkan hasil yang sangat baik.
Sedangkan untuk pengamatan kejang didapatkan hasil yang negatif artinya hewan
coba yang diamati masih sehat.
Kesalahan hasil percobaan ini
dikarenakan antara lain :
·
Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini
dikarenakan setiap hewan uji
diperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill
·
Injeksi yang
salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah
sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya.
Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk
tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke
sirkualsi sistemik
·
Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang
berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan
onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul
efek pada hewan percobaan walaupundiberikan injeksi sesuai dosis yang telah
ditentukan.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
·
Cara pemberian secara oral dengan menggunakan oral
sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan
langsung ke kerongkongan.
·
Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan
onset of action dibanding secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan
Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh
darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih
dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.
·
Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan
efek yang lebih cepat
·
Onset of action dari rute pemberian obat secar IP
lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara oral
·
Duration of action dari rute pemberian obat secara IP
lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral
·
Bahanuji (obat) yang
ditujukanuntukpenggunaanpadamanusia, perlu di telitidanlolosujilabolatorium
·
Menggunakanhewanpercobaanuntukkelayakandankeamananpadasuatuuji
(obat)
·
TikusdanMencitlayakdigunakanuntukhewancoba
·
Data biologishewancoba yang kami gunakandalamkeadaan
normal
·
Data
biologispentinguntukmengetahuikeadaanhewancoba yang belum di
beriobatmaupuntelah di beriobat (efek).
5.2 Saran
· Lebih
berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pembacaan skala
spuit agar dosis yang diberikan tepat
dan tercapai efek yang dikehendaki
· Lebih
berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial agar tidak mengalami
kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ dalam yang vital.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief,
M. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam
Tubuh. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Anief, M.
1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Ganiswara,
Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi
Edisi IV. Jakarta: Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Edisi VI. Jakarta: Kedokteran EGC.
Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Setiawati, A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan
Terapi”. Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru.
Sulaksono, M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
Tjay,Tan
Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat
Penting, PT Gramedia, Jakarta.
LAMPIRAN
1. Alur dan Bagan Kerja
2. Perhitungan Dosis dan Grafik
A. Hewan
coba I (Mencit)
Kafein
(0,1 gram/kg BB)
Berat
badan : 21 gram
1000 gram
21 gram
1000 gram
100 ml X
ml
= 0,525 ml
B. Hewan
coba II (Tikus)
Kafein
(0,1 gram/kg BB)
Berat
badan : 114 gram
1000 gram 114 gram
1000
gram
100 ml X
ml
= 2,85 ml
Baban's Words Part 2
FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ
-
TEKNOLOGI FARMASI SEDIAAN CAIR DAN PADAT DATA PREFORMULASI Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas M...
-
1. Metode yang menggunakan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan a...
-
LAPORAN PRAKTIKUM KOSMETOLOGI II MASKARA Tanggal Percobaan: 2 Juni 2018 Kelompok/Kelas: 6/B Dosen Pembimbing: 1. ...