BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Mengetahui cara pembuatan sediaan semi solid dengan
bermacam-macam basis semi solida.
1.2 Dasar
Teori
A. Salep
Salep adalah
sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau
selaput lendir. Dasar salep yang
digunakan sebagai pembawa
dibagi dalam 4 kelompok:
dasar salep senyawa
hidrokarbon, dasar salep
serap, dasar salep yang dapat
dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan
salah satu dasar salep tersebut (Ansel, 1995).
Salep merupakan
sediaan semisolid berbahan dasar lemak ditujukan untuk kulit dan mukosa. Dasar
salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi
dalam 4 kelompok yaitu: dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep
serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan
air dan dasar salep yang larut dalam air. Setiap bahan salep
menggunakan salah satu dasar salep tersebut :
1. Dasar
salep hidrokarbon
Dasar salep ini dikenal sebagai dasar salep berlemak seperti vaselin album
(petrolatum), parafin liquidum.
Vaselin album adalah
golongan lemak mineral
diperoleh dari minyak bumi,titik cair sekitar 10-50°C,
mengikat 30% air, tidak berbau, transparan, konsistensi lunak. Hanya
sejumlah kecil komponen air dapat dicampurkan ke dalamnya. Sifat
dasar salep hidrokarbon sukar dicuci,
tidak mengering dan tidak berubah dalam
waktu lama. Salep ini ditujukan untuk
memperpanjang kontak bahan
obat dengan kulit dan bertindak sebagai penutup.
Dasar salep hidrokarbon terutama
digunakan sebagai bahan emolien.
2. Dasar
salep serap
Dasar salep serap dibagi dalam 2 tipe, yaitu bentuk
anhidrat (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat [adeps lanae]) dan bentuk
emulsi (lanolin dan cold cream) yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan
tambahan. Adeps lanae ialah lemak murni dari lemak bulu domba, keras dan
melekat sehingga sukar dioleskan, mudah mengikat air. Adeps lanae hyrosue atau
lanolin ialah adeps lanae dengan aqua 25-27%.
Dasar salep
berminyak terdiri dari minyak hidrofob seperti vaselin, paraffin cair, minyak
tumbuhan, silicon. Sifat
dasar salep ini:
tidak mengandung air, hidrofob, tidak
larut air, tidak
tercuci oleh air.
Dasar salep absorbsi
meliputi minyak hidrofil seperti adeps lanae, hidrofilik
petrolatum. Dua tipe dasar salep
absorbsi: dasar salep anhidrus dapat menyerap air dan membentuk emulsi A/M.
(Voigt, 1994).
Hanya sejumlah
komponen kecil berair dapat
dicampurkan ke dalamnya. Salep ini
dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak
sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama
sebagai emolien, dan sukar dicuci, tidak
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Anonim, 1995).
Dasar salep serap
dapat dibagi dalam 2 kelompok: dasar salep yang dapat bercampur dengan air
membentuk emulsi air dalam minyak (parafin hidrofilik dan lanolin anhidrat),
dan emulsi air dalam minyak
yang dapat bercampur
dengan sejumlah larutan air
tambahan (lanolin). Dasar
salep serap juga
bermanfaat sebagai emolien (Anonim, 1995).
3.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air
Dasar salep
yang dapat dicuci dengan air mudah dicuci dari kulit. Beberapa bahan obat
dapat menjadi lebih
efektif menggunakan dasar
salep ini daripada dasar salep hidrokarbon. Keuntungan
lain adalah dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap cairan yang terjadi
pada kelainan dermatologik (Anonim, 1995).
4.
Dasar salep larut dalam air
Disebut juga
kelompok dasar salep tak berlemak dan terdiri
dari konstituen larut
air. Dasar salep jenis
ini memberikan banyak keuntungan seperti
dasar salep yang
dapat dicuci dengan
air dan tidak mengandung bahan
tak larut dalam
air seperti parafin,
lanolin anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat
disebut gel (Anonim, 1995).
Pemilihan dasar
salep tergantung beberapa faktor seperti khasiat yang diinginkan, sifat bahan
obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan ketahanan sediaan
jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang kurang ideal untuk
mendapatkan stabilitas yang
diinginkan. Misalnya obat-obat yang
cepat terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon daripada dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
dasar salep yang mengandung air (Anonim, 1995).
B.
Krim
Menurut
Farmakope Indonesia Edisi III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi mengandng air
tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.
Krim terdiri dari emulsi minyak
di dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai
panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk
pemakaian kosmetika dan estetika.
Ada dua tipe krim, yaitu :
1.
Tipe M/A atau O/W
Krim m/a (vanishing cream) yang digunakan melalui kulit akan hilang tanpa
bekas. Pembuatan krim m/a sering menggunakan zat pengemulsi campuran dari
surfaktan (jenis lemak yang ampifil) yang umumnya merupakan rantai panjang
alcohol walaupun untuk beberapa sediaan kosmetik pemakaian asam lemak lebih
popular.
2.
Tipe A/M atau W/O,
Yaitu minyak terdispersi dalam air.Krim berminyak mengandung zat pengemulsi
A/M yang spesifik seperti adeps lane, wool alcohol atau ester asam lemak dengan
atau garam dari asam lemak dengan logam bervalensi 2, misal Ca.
Krim A/M dan M/A membutuhkan emulgator yang berbeda-beda.Jika emulgator
tidak tepat, dapat terjadi pembalikan fasa.
Pada umumnya senyawa peningkat penetrasi akan meningkatkan permeabilitas
kulit dengan mengurangi tahanan difusi stratum corneum dengan cara merusaknya
secara reversible. Contoh; dimetil sulfida (DMSO), zat ini bersifat dipolar,
aprotik dan dapat bercampur dengan air, pelarut organik pada umumnya.
Metode Pembuatan:
1. Metode
Pelelehan ( fusion) Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah
meleleh diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
2. Metode
Triturasi Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis
ditambahkan terakhir. Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk
melarutkan zat khasiatnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch yang
cukup besar dan keberhasilan produksi sangat tergantung dari tahap-tahap
pembuatan dan proses pemindahan dari satu tahap pembuatan ke tahap yang lain.
Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan,
antara lain: . Kondisi temperatur /suhu . Kontaminasi dengan kotoran .
Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap.
Adapun kelebihan dari sediaan krim yaitu:
· Mudah menyebar rata
·
Praktis
·
Lebih mudah
dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe M/A
·
Cara kerja
langsung pada jaringan setempat
·
Tidak
lengket, terutama pada tipe M/A (minyak dalam air).
· Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup
beracun, sehingga pengaruh absorpsi biasanya tidak diketahui
pasien.
Adapun kekurangan
dari sediaan krim yaitu:
· Mudah kering dan mudah rusak
khususnya tipe A/M (air dalam minyak)
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
karena terganggu system campuran terutama disebabkan karena perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran 2 tipe krim jika zat pengemulsinya tidak tersatukan.
·
Susah dalam
pembuatannya, karena pembuatan krimharus dalam
keadaan panas.
·
Mudah
lengket, terutama tipe A/M (air dalam minyak).
·
Mudah pecah,
disebabkan dalam pembuatan formulanya tidak pas.
· Pembuatannya harus secara aseptik.
BAB II
METODOLOGI KERJA
2.1 Preformulasi
A. Asam
Salisilat (Farmakope
Indonesia III hal. 56)
1.
Warna : Putih
2.
Rasa :
Agak Manis
3.
Bau : Tidak Berbau
4.
Organoleptik : Hablur Putih (Biasanya berbentuk
jarum halus)
5.
Mikroskopis :
6.
Polimorfisa :
7.
Ukuran
partikel :
8.
Kelarutan :
a. Air : Sukar Larut (Laut dalam Air Mendidih)
b. Metanol : Mudah Larut
c. Benzene : Sukar Larut
d. Dapar pH 7,4 : -
e. Lain – Lain : Eter : Mudah Larut
9.
Titik
Lebur : 158oC – 161oC
10.
Bobot
jenis
a. Sebenarnya :
b. Bulk :
11.
pH
( %dalam air ) :
12.
pKa
koefisien partisi :
13.
Kecepatan
disolusi :
14.
Data
stailitas dalam sediaan :
B. Gliserin (FI
IV hal 413, Handbook of Pharmaceutical Excipient edisi 6 hal 283).
1.
Warna : tidak berwarna
2.
Rasa :
manis diikuti rasa hangat
3.
Bau :
tidak berbau
4.
Penampilan : cairan seperti sirup, jernih
5.
Rumus Molekul : C3H8O3.
6.
Berat Molekul : 92,09
7.
Higroskopik : jika disimpan beberapa lama pada suhu rendah dapat
memadat membentuk massa hablur berwarna yang tidak melebur hingga suhu mencapai
lebih kurang 20 derajat.
8.
Kelarutan : dapat bercampur
dengan air, dan dengan etanol (95%) ; praktis tidak larut dalam kloroform
P, dalam eter P, dan dalam minyak lemak.
9.
Khasiat : zat tambahan,
pelarut
10. Titik Beku : -1,60 C.
11. Konsentrasi :
<50%.
12. Berat Jenis :
Tidak kurang dari 1,249. 1,2620 g/cm3
13. OTT : Gliserin bisa meledak jika
bercampur dengan oksidator kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat atau
potasium permanganat. Adanya kontaminan besi bisa menggelapkan warna dari
campuran yang terdiri dari fenol, salisilat dan tanin. Gliserin membentuk
kompleks asam borat, asam gliseroborat yang merupakan asam yang lebih kuat dari
asam borat.
14. Stabilitas : Gliserin bersifat higroskopis.
Dapat terurai dengan pemanasan yang bisa menghasilkan akrolein yang beracun.
Campuran gliserin dengan air, etanol 95 % dan propilena glikol secara kimiawi
stabil. Gliserin bisa mengkristal jika disimpan pada suhu rendah yang perlu
dihangatkan sampai suhu 200 C untuk mencairkannya.
15. Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.
C. Vaselin album (Farmakope Indonesia
IV hal. 822, Handbook of Excipients 6th edition hal. 331)
1.
Pemerian : Putih atau kekuningan,
massa berminyak, transparan dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu
0C.
2.
Kelarutan : tidak larut dalam air,
sukar larut dalam etanol dingin, atau panas dan dalam etanol mutlak dingin,
mudah larut dalam benzene, karbon disulfit, dalam kloroform, larut dalam heksan
dalam sebagian besar minyak lemak dan minyak atsiri.
3.
Konsentrasi : 10-30%
4.
Kegunaan : emolien dan basis salep.
5.
OTT : merupakan bahan inert yang
tidak dapat bercampur dengan banyak bahan.
6.
Stabilitas : jika teroksidasi dapat
menimbulkan warna dan bau yang tidak dikehendaki. Untuk mencegah ditambahkan
antioksidan.
7.
Wadah dan penyimpanan : di tempat
tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering.
D. Oleum cocos (FI III hal. 456 dan
Handbook Of Pharmaceutical Exipient hal.6)
1.
Pemerian : putih, hampir putih, praktis tidak berbau, sukar
larut.
2.
Kelarutan : mudah larut dalam karbon tetraklorida, kloroform, eter, toluene,
sukar larut dalam etanol, praktispraktis tidak larut air.
3.
Stabilitas : mudah teroksidasi dan terhidrolisis
E. Aquadest (FI IV hal. 112)
1.
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak
berbau.
2.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar
3.
Rumus molekul : H2O.
4.
BM :
18,02
5.
Kegunaan : Sebagai pelarut
6.
Stabilitas :
Dalam semua keadaan fisik (es, cairan, udara).
7.
OTT :
Bereaksi
dengan obat-obatan dan eksipien lain
yang rentan terhadap hidrolisis, bereaksi
keras dengan logam alkali.
8.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
2.2 Cara
Kerja
A.
Alat
dan Bahan
Alat:
1.
Batang Pengaduk
2.
Beaker Glass
3.
Cawan uap
4.
Gelas Ukur
5.
Kaca
Arloji
6.
Kertas
Perkamen
7.
Mortir
dan Stamper
8.
Penangas
air
9.
Pipet Tetes
10.
Pot
Plastik
11.
Spatel
12.
Timbangan analitik
Bahan:
1.
Asam
salisilat
2.
Aquades
3.
Emulgid
4.
Gliserin
5.
Oleum cocos
6.
Vaselin
B. Cara Kerja
Metode
fusion
1. Disiapkan
alat dan bahan.
2.
Ditimbang
bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel
yang dikehendaki
3.
Ditimbang
basis semi solida yang tahan pemanasan, panaskan di atas penangas air sampai
lumer
4.
Untuk
sediaan cream pemanasan fasa air dan fasa minyak masing – masing dilakukan pada
suhu 70oC
5. Setelah dipanaskan, dimasukkan
ke dalam mortar, aduk homogen sampai dingin dan terbentuk masa semi solida
6. Ditambahkan basis yang
sudah dingin sedikit demi sedikit ke dalam bahan berkhasiat yang telah digerus,
aduk sampai homogen dan tercampur dengan rata. Apabila bahan berkhasiat yang
dipakai tahan pemanansan pada saat dicampurkan pada basis pada saat dilelehkan
Metode triturasi
1. Disiapkan
alat dan bahan.
2.
Ditimbang
bahan berkhasiat yang akan digunakan, gerus halus sesuai dengan ukuran partikel
yang dikehendaki
3.
Ditimbang
basis semi solida campurkan satu sama lainnya daalam mortar sambil digerus
hingga homogen
4.
Ditambahkan
basis yang sudah tercampur sedikit demi sedikit ke dalam mortar yang telah
berisi zat berkhasiat. Bahan berkhasiat dapat dilarutkan dahulu dalam pelarut
yang dapat bercampur dengan basis yang digunakan atau didispersikan dalam
keadeaan padat. Dapat digunakan pelarut organic untuk melarutkan zat aktifnya
5.
Diaduk
sampai homogen dan tercampur dengan rata
BAB III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Formula dan Perhitungan
A.
Formulasi
Salep
|
Krim
|
Asam salisilat 5%
|
Aqua
|
Gliserin 10%
|
Asam salisilat 5%
|
Vaselin
|
Emulgid 10%
|
|
Oleum cocos 20%
|
B. Perhitungan
1. Formulasi
Salep Metode Fusion
Asam salisilat 5% = 

Gliserin 10%
= 

Vaselin ad 

2. Formulasi
Salep Metode Triturasi
Asam salisilat 5% = 

Gliserin 10%
= 

Vaselin ad 

3. Formulasi
Krim Metode Fusion
Asam salisilat 5% = 

Emulgid 10% = 

Oleum cocos 20% = 

Aquadest ad 10 ml – (0,5 + 1,1 + 2,1) = 6,3 ml
4. Formulasi
Krim Metode Triturasi
Asam salisilat 5% =


Emulgid 10% = 

Oleum cocos 20% = 

Aquadest ad 10 ml – (0,5 + 1 + 2)
= 6,5 ml
3.2 Data Pengamatan
A.
Sediaan
Salep
Hari
|
Homogenitas
|
|
Fusion
|
Triturasi
|
|
0
|
Homogen
|
Homogen
|
1
|
Homogen
|
Homogen
|
2
|
Homogen
|
Homogen
|
3
|
Homogen
|
Homogen
|
4
|
Homogen
|
Homogen
|
5
|
Homogen
|
Homogen
|
6
|
Homogen
|
Homogen
|
B.
Sediaan
Krim
Hari
|
Homogenitas
|
|
Fusion
|
Triturasi
|
|
0
|
Homogen
|
Homogen
|
1
|
Homogen
|
Homogen
|
2
|
Homogen
|
Homogen
|
3
|
Homogen
|
Homogen
|
4
|
Homogen
|
Homogen
|
5
|
Homogen
|
Homogen
|
6
|
Homogen
|
Homogen
|
1.3 Pembahasan
Dalam
percobaan kali ini dilakukan proses pembuatan sediaan semi solid yaitu sediaan
salep dan krim. Dalam pembuatannya digunakan dua metode yang berbeda yaitu
metode fusion dan metode triturasi, serta akan dilakukan perbandingan
stabilitas sediaan dalam waktu 6 hari untuk mengetahui metode pembuatan yang
paling cocok untuk membuat sediaan salep dan krim.
A. Salep
Sediaan
salep yang dibuat menggunakan bahan aktif asam salisilat,
kemudian sebagai basis salep digunakan bahan vaselin, bahan tambahan yang
digunakan adalah gliserin dengan fungsi sebagai bahan emolien, yaitu bahan
tambahan yang berfungsi untuk mencegah keringnya sediaan salep yang dibuat untuk melindungi kulit dari iritasi ketika
penggunaan salep pada kulit.
Pada proses
pembuatan salep menggunakan metode triturasi dimana seluruh bahan seperti zat
aktif, basis salep beserta bahan tambahan digerus bersama-sama tanpa dilakukan
pemanasan terlebih dahulu pada tiap-tiap bahan tersebut, didapatkan bentuk
yang kurang bagus karena salep yang dihasilkan tidak dapat menyatu dengan baik
ketika digerus dan cenderung terpisah bagian-bagiannya sehingga sulit untuk digerus,
tetapi dengan kecepatan penggerusan yang cepat dapat menghasilkan hasil akhir
yang baik sehingga sediaan menjadi homogeny. Dari uji
homogenitas menggunakan object glass didapatkan sediaan yang homogen selama 6
hari, tapi kurang bagusnya wujud fisik sediaan salep yang dihasilkan menandakan
bahwa sediaan salep apabila dibuat secara metode triturasi kurang cocok,
khususnya untuk yang menggunakan formula seperti yang digunakan oleh praktikan
dalam percobaan kali ini.
Pada sediaan
salep yang dibuat dengan menggunakan metode fusion, yaitu dimana basis dari
setiap fase yaitu fase minyak dan fase air dipanaskan terlebih dahulu sehingga
didapatkan basis yang lebih mudah digerus dengan bahan aktif, didapatkan
sediaan salep yang lebih baik daripada yang dibuat menggunakan metode
triturasi. Dalam uji homogenitas didapatkan sediaan yang homogen selama 6 hari.
Hal ini menunjukan bahwa sediaan salep dengan formulasi yang digunakan oleh
praktikan lebih cocok dibuat menggunakan metode fusion.
Dalam
pembuatan salep sebaiknya disesuaikan antara cara pembuatan dan bahan-bahan
yang akan digunakan dalam formulasi sediaan, penggunaan vaselin sebagai bahan
basis membutuhkan pemanasan terhadap vaselin tersebut, hal ini dikarenakan
vaselin merupakan bahan basis salep yang berwujud agak padat sehingga apabila
digerus akan sulit bercampur dengan bahan aktif dan bahan tambahan lainnya dan
bentuk sediaan pun akan kurang bagus karena tidak homogen. Vaselin tersebut
lebih baik dipanasakan terlebih dahulu sehingga menjadi bentuk yang lebih cair
sehingga akan mempermudah proses penggerusan dalam lumpang agar didapatkan
sediaan yang homogen.
B.
Krim
Pada Pembuatan
sediaan krim dibuat menggunakan bahan aktif asam saisilat, kemudian sebagai
basis krim digunakan bahan emulgid dan oleum cocos.
Pada proses
pembuatan krim menggunakan metode triturasi dimana seluruh bahan seperti zat
aktif, basis krim beserta bahan tambahan digerus bersama-sama tanpa dilakukan
pemanasan terlebih dahulu pada tiap-tiap bahan tersebut, didapatkan bentuk yang
kurang bagus karena krim yang dihasilkan tidak dapat menyatu dengan baik ketika
digerus dan ditambahkan aquades cenderung terpisah bagian-bagiannya sehingga
sulit untuk digerus, tetapi dengan kecepatan penggerusan yang cepat dapat
menghasilkan hasil akhir yang baik sehingga sediaan menjadi homogeny.
Dari uji homogenitas menggunakan object glass didapatkan sediaan yang homogen, kurang
bagusnya wujud fisik sediaan krim yang dihasilkan menandakan bahwa sediaan krim apabila
dibuat secara metode triturasi kurang cocok, khususnya untuk yang menggunakan
formula seperti yang digunakan oleh praktikan dalam percobaan kali ini.
Pada sediaan
krim yang dibuat dengan menggunakan metode fusion, yaitu dimana basis dari
setiap fase yaitu fase minyak dan fase air dipanaskan terlebih dahulu sehingga
didapatkan basis yang lebih mudah digerus dengan bahan aktif, didapatkan
sediaan krim yang lebih baik daripada yang dibuat menggunakan metode triturasi.
Dalam uji homogenitas didapatkan sediaan yang homogen selama 6 hari. Hal ini
menunjukan bahwa sediaan krim dengan formulasi yang digunakan oleh praktikan
lebih cocok dibuat menggunakan metode fusion.
Dalam
pembuatan krim sebaiknya disesuaikan antara cara pembuatan dan bahan-bahan yang
akan digunakan dalam formulasi sediaan. Untuk penggunaan bahan-bahan yang
dipanaskan terlebih dahulu sebaiknya dilakukan penambahan dalam penimbangan
untuk mencegah kurangnya bahan yang digunakan, hal ini dikarenakan bahan
tersebut dapat menguap sehingga jumlahnya berkurang ketika akan digerus dalam
lumpang.
BAB
V
KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan oleh praktikan
didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode
pembuatan yang cocok untuk pembuatan salep dan krim dengan formulasi yang
digunakan oleh praktikan adalah metode fusion.
2. Basis
salep vaselin dalam cara pembuatan salep sebaiknya dipanaskan terlebih dahulu
untuk mendapatkan sediaan yang homogen.
3. Zat tambahan yang digunakan untuk membuat sediaan
Semi Solida adalah untuk memperbaiki konsistensi, pengawet, pendapar, pelembab,
antioksidan, pengompleks, dan peningkat penetrasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief.
2006. Ilmu Meracik Obat.
Yogyakarta.Gadjah Mada University press.
Anonim.1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta.Departemen Kesehatan RI
Anonim.1997.Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI
Anonim.2007.Kapita Selekta Dispensing I.Yogyakarta.fakultas
Framsai UGM
Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. US press : Jakarta
Dirjen,
Pom . 1975. Farmakope Indonesia Edisi IV
.Departemen Kesehatan Republik Indonesia
: Jakarta
Dirjen,
Pom. 1979 .Farmakope Indonesia edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indosnesia : Jakarta
Lachman,
dkk . 2008. Teori Dan Praktek Farmasi
Industri Edisi III , Universitas
Indonesia : Jakarta
LAMPIRAN

Salep Fusion

Krim
Fusion

Salep
Triturasi

Krim
Triturasi

|
|||||||
|
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
No comments:
Post a Comment