LAPORAN PRAKTIKUM
FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN
FARMAKOLOGI SISTEM DAN ORGAN
“Pengenalan
Hewan Coba Dan Rute Pemberian Obat”
“25 Maret 2017”
Kelompok 7
Ketua : Wilda Dian Sari (066115 075)
Anggota Kelompok: 1. Fathia Hanifah (066115 077)
2. Retno Ajeng (066115 079)
3. Suherlina (066115 080)
Ketua : Wilda Dian Sari (066115 075)
Anggota Kelompok: 1. Fathia Hanifah (066115 077)
2. Retno Ajeng (066115 079)
3. Suherlina (066115 080)
Dosen
Pembimbing:
1. Nina Herlina Sopandi, M.Si
2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si
2. Ir. E. Mulyati Effendi, M.Si
3. Yulianita, M.Farm
4. Emma Nilafita, M.Farm., Apt
4. Emma Nilafita, M.Farm., Apt
5. Sara Nurmala, M.Farm
Asisten Dosen:
1. Arbi N
2. Catherine DH
3. Ilham Rinaldi
4. Isep Ramdan
5. M. Iqbal Luthfi
6. Indra Jatnika
7. Silvia Yolanda
8. Ria Komala
2. Catherine DH
3. Ilham Rinaldi
4. Isep Ramdan
5. M. Iqbal Luthfi
6. Indra Jatnika
7. Silvia Yolanda
8. Ria Komala
LABORATORIUM FARMASI
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, puji dan syukur penyusun panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala kemudahan, rahmat dan
karunia-Nya sehingga Laporan Praktikum ini dapat diselesaikan. Shalawat dan
salam tak lupa pula penyusun curahkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad SAW
yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Terselesaikannya
Laporan Praktikum ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan yang
berbahagia ini penyusun ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga
kepada semua pihak yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Laporan Praktikum ini.
Adapun
tujuan penyusunan Laporan Praktikum ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memenuhi tugas Praktikum Farmakologi Sistem dan Organ pada Semester Genap Tahun
Pelajaran 2017/2018.
Do’a
penyusun semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penyusun dibalas
oleh Allah SWT, Amin. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan
Praktikum ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun dari
segi penyajian. Namun penyusun juga berharap semoga Laporan Praktikum ini dapat
bermanfaat bagi pembacanya. Atas segala bentuk dukungan, penyusun mengucapkan
terimakasih.
Bogor, Maret
2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR......................................................................................
i
DAFTAR
ISI.....................................................................................................
ii
BAB
I: PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang..........................................................................................
1
1.2
Tujuan.......................................................................................................
1
1.3 Hipotesis....................................................................................................
2
BAB
II: TINJAUAN PUSTAKA
BAB
III: METODE KERJA
3.1
Alat dan Bahan...........................................................................................
8
3.2
Cara Kerja..................................................................................................
8
BAB
IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Data Pengamatan.......................................................................................
10
4.2
Pembahasan................................................................................................
12
BAB
V: PENUTUP
5.1
Kesimpulan................................................................................................
15
5.2
Saran...........................................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................
16
LAMPIRAN.....................................................................................................
17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik,
farmakodinamik, farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi. Kali ini kami
akan membahas dalam bab farmakologi obat dengan sub-bab rute pemberian obat.
Adapun yang melatar belakangi pengangkatan materi adalah agar kita dapat
mengetahui kaitan antara rute pemberian obat dengan waktu cepatnya reaksi obat
yang ditampakkan pertama kali.
Seiring berkembangnya waktu, ilmu
pengetahuan semakin berkembang pesat apalagi dalam bidang kesehatan atau
farmasi. Untuk mengembangkan ilmu dari bidang kesehatan ini tentu harus
dilakukan sebuah penelitian. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengembangkan
ilmu atau pun menciptakan sesuatu yang baru. Dalam penelitian tidak luput dari
adanya uji coba. Uji coba biasanya dilakukan pada mahkluk hidup seperti hewan
percobaan sebelum akhirnya dilakukan pada manusia. Penggunaan hewan percobaan
terus berkembang hingga kini. Kegunaan hewan percobaan tersebut antara lain
sebagai pengganti dari subyek yang diinginkan, sebagai model, di samping itu di
bidang farmasi juga digunakan sebagai alat untuk mengukur besaran kualitas dan
kuantitas suatu obat sebelum diberikan kepada manusia.
Tidak semua hewan coba dapat
digunakan dalam suatu penelitian, harus dipilih mana yang sesuai dan dapat
memberikan gambaran tujuan yang akan dicapai. Hewan sebagai model atau sarana
percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain
persyaratan genetis/keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya,
di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan
reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia. Oleh karena itu, kita
dapat dan lebih mudah menggunakan hewan coba sebagai hewan percobaan.
1.2
Tujuan
·
Mengetahui beberapa hewan yang dapat digunakan untuk
pengujian obat
·
Mengetahui cara pemberian obat
·
Mengetahui bagaimana pengaruh obat yang diberikan
secara berbeda rute pemberian
1.3 Hipotesis
·
Metode yang paling baik digunakan adalah peroral karna
dapar diperoleh efek yang
sistemik yaitu obat beredar ke seluruh tubuh
·
Urethan menimbulkan efek anaestasi, menurunkan
aktifitas, dan membuat mengantuk --Menurut literatur, pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obar
secara umum dilakukan karena mudah, aman, dan murah.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ditinjau dari segi sistem pengelolaannya atau cara
pemeliharaannya, di mana faktor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan
sifat biologis yang terlihat/karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan
hewan, yaitu:
1. Hewan liar
2. Hewan yang
konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka
3. Hewan yang
bebas kuman spesifik patogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistim barrier
(tertutup)
4. Hewan yang
bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara dengan sistem
isolator Sudah barang tentu penggunaan hewan percobaan tersebut di atas
disesuaikan dengan macam percobaan biomedis yang akan dilakukan. Semakin
meningkat cara pemeliharaan, semakin sempurna pula hasil percobaan yang
dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan terhadap hewan
percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan
konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman (Sulaksonono, M.E., 1987).
Penggunaan
hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia (Tjay,T.H dan Rahardja,K, 2002).
Definisi
Hewan Coba:
Hewan
coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang
khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik.
Jenis Hewan
Coba:
1. Tikus
Sangat cerdas, tidak begitu fotofobik, aktifitasnya tidak
terhambat dengan kehadiran manusia, bila diperlakukan kasar atau dalam keadaan
defisiensi nutrisi, cenderung menjadi galak dan sering menyerang, dapat hidup sendiri
di kandangnya.
2. Mencit
Cenderung berkumpul bersama, penakut fotofobik, lebih aktif
pada malam hari, aktifitas terhambat dengan kehadiran manusia, dan tidak menggigit.
Mencit dan tikus digunakan sebagai hewan model
hidup dalam berbagai kegiatan penelitan terutama yang akan diterapkan pada
manusia. Hewan ini mudah didapat, mudah dikembangbiakkan dan harganya relatip
murah, ukurannya kecil sehingga mudah ditangani, jumlah anak perperanakannya
banyak. Sebagaimana makhluk hidup lainnya selama pertumbuhan dan
perkembangannya mencit tidak dapat lepas dari pengaruh berbagai faktor
lingkungan hidupnya. ( Sundari, 2011).
Cara
memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan
ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya.
Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun
rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau
pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang memegangnya (Katzug, B.G,
1989).
Memilih rute penggunaan obat
tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab
itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut :
a.
Tujuan
terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik
b.
Apakah
kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
c.
Stabilitas
obat di dalam lambung atau usus
d.
Keamanan
relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
e.
Rute
yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
f.
Harga
obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam rute
Bentuk sediaan yang diberikan akan
mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan
mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat
memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat
beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek
obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1990).
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara:
a.
Oral
melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b.
Parenteral
dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c.
Inhalasi
langsung ke dalam paru-paru
Efek lokal dapat diperoleh dengan
cara:
a.
Intraokular,
intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b.
Intrarespiratoral,
berupa gas masuk paru-paru
c.
Rektal,
uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing
dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut
dalam cairan badan
Rute penggunaan obat dapat dengan
cara:
a.
Melalui
rute oral
b.
Melalui
rute parenteral
c.
Melalui
rute inhalasi
d.
Melalui
rute membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina dan sebagainya
e.
Melalui
rute kulit (Anief, 1990).
Rute pemberian obat ( Routes of
Administration ) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat,
karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda
pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah
suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat
di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang
dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung
dari rute pemberian obat (Katzug, B.G, 1989).
Rute
Pemberian Obat
1.
Oral
Mencit dan tikus:
Mencit dan tikus:
Pegang
mencit sesuai dengan cara yang disebutkan sebelumnya sehingga leher mencit
dalam keadaan lurus. Kemudian masukkan suntikan oral kedalam mulut sampai
esophagus (posisi suntikan oral yang dimasukkan tegak lurus).
2.
Subkutan
Mencit
dan tikus:
Obat
disuntikkan di bawah kulit daerah tengkuk (di leher bagian atas) dengan
terlebih dahulu mencubit kulitnya, lalu suntikkan dengan sudut 45 derajat.
3.
Intraperitoncal
Mencit
dan tikus:
Hewan
dipegang sesuai ketentuan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Pada saat
penyuntikkan, posisi kepala lebih rendah dari abdomen yaitu dengan menunggingkan
mencit atau tikus. Jarum disuntikkan sehingga membentuk sudut 46 derajat dengan
abdomen, posisi jarum agak menepi dari garis tengah (linea alba) untuk
menghindari agar tidak mengenai organ di dalam peritoneum.
Bentuk
sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang
diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi
obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik.
Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.
Penggunaan
hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah
berjalan puluhan tahun yang lalu. Hewan sebagai model atau sarana percobaan
haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan
genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping
faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi
biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.(Tjay,T.HdanRahardja,K,2002).
BAB
III
METODE
KERJA
3.1
Alat
Dan Bahan
Alat:
· Jarum
suntik
· Kain
lap
· Pinset
· Timbangan
hewan coba
· Wadah
hewan coba
Bahan:
·
Kelinci
·
Mencit
·
Tikus
3.2 Cara Kerja
A.
Penanganan Hewan coba
·
Diamati keadaan biologi dari hewan coba,
meliputi: bobot badan, frekwensi jantung, laju nafas, reflex, tonus otot, rasa
nyeri dan gejala lainnya.
1.
Bobot badan
·
Diambil salah satu hewan coba
·
Selanjutnya ditimbang bobot badan
menggunakan timbangan biasa kemudian catat berat badan hewan coba.
2.
Frekwensi jantung
·
Diutupi hewan coba dengan kain lap
kemudian dcubit kulit leher hewan coba dan dlilitkan ekornya ke jari kelingking
pratikan
·
Selanjutnya diraba bagian dada dengan
jari telunjuk untuk membaca detak jantung hewan coba, dihitung selama 15 menit
dan dicatat berapa frekwensi jantung permenitnya.
3.
Laju nafas
·
Dilakukan perlakuan seperti pada nomer 2
·
Diperhatikan laju nafas pada hewan coba,
·
Selanjutnya, dihitung selama 15 detik
dan dicatat berapa laju nafas permenitnya.
4.
Reflex
·
Diambil salah satu hewan coba kemudian
dipegang ekor hewan coba
·
Selanjutnya,dibalikan hewan coba dan
lihat reflex hewan tersebut dengan cepat atau lambatnya hewan tersebut
berbalik.
·
Diletakan hewan coba pada meja
·
Selanjutnya, dibiarkan hewan tersebut
berjalan dan diperhatikan gerak jalannya hewan tersebut.
6.
Kesadaran
·
Dipegang hewan coba kemudian
diperhatikan mata pada hewan tersebut bagus atau tidaknya mata atau pupil mata
pada hewan tersebut.
7.
Rasa nyeri
·
Diletakan hewan coba pada tempat
·
Selanjutnya di cubit telinga hewan coba
dengan menggunakan pinset,
·
Diperhatikan reflex yang timbulpada
hewan tersebut .
8.
Gejala – gejala lain
Salipasi
·
Diperhatikan hewan coba apakah hewan
tersebut megeluarkan air liur, dengan ciri kedua tangan hewan coba
mengusap pada mulutnya sendiri.
Urinasi
·
Diperhatikan hewan coba apakah dia
mengeluarkan urin atau tidak.
Defekasi
·
Diperhatikan hewan coba apakah hewan
tersebut megeluarkan feses atau tidak.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.
Data Pengamatan
Data Biologis Hewan Coba
|
Hewan Coba
|
|
Hewan coba I
|
Hewan coba II
|
|
Berat badan
|
180 gram
|
3 gram
|
Frekuensi jantung
|
60 kali/menit
|
88 kali/menit
|
Laju nafas
|
71 kali/menit
|
92 kali/ menit
|
Refleks
|
+++
|
+++
|
Tonus Otot
|
+++
|
+++
|
Kesadaran
|
+++
|
+++
|
Rasa nyeri
|
+++
|
+++
|
Gejala lain :
|
|
|
·
Salivasi
|
+++
|
+++
|
·
Urinasi
|
+++
|
+++
|
·
Defekasi
|
+++
|
+++
|
·
Konvulsi
|
-
|
-
|
Pengamatan
|
Hewan Coba
|
|
Mencit
|
Tikus
|
|
Bobot Badan
|
21 gram
|
114 gram
|
Frekuensi Jantung
|
128/menit
|
72/menit
|
Laju nafas
|
112/menit
|
76/menit
|
Refleks
|
+ + +
|
+ + +
|
Tonus otot
|
+ + +
|
+ + +
|
Kesadaran
|
+ + +
|
+ + +
|
Rasa nyeri
|
+ + +
|
+ + +
|
Ø
Tabel 2. Waktu pengaruh pemberian obat sejak obat
diberikan sampai terjadi efek.
Mencit
|
BB (Gram)
|
Rute
Pemberian
|
Dosis
|
T (waktu)
|
Respon
|
Kel I
|
36
|
Oral
|
0,6 ml
|
50detik
|
mati
|
Kel 2
|
27
|
Subkutan
|
0,486
|
1 menit 30detik
|
Lemas
|
Kel 3
|
31
|
Intra vena
|
0,58
|
1 menit 20 detik
|
Lemas
|
Kel 4
|
30
|
Oral
|
0,5 ml
|
10 detik
|
Mati
|
Kel 5
|
29
|
Subkutan
|
0,522
|
30 menit 1 detik
|
Lemas
|
Kel 6
|
31
|
Intra vena
|
0,58l
|
18 menit 14 detik
|
Aktifitas melemah
|
Kel 7
|
34
|
Oral
|
0,6ml
|
2 menit 40 detik
|
Lemah
|
Kel 8
|
31
|
Subkutan
|
0,55
|
4 menit 26 detik
|
Lemah
|
4.2 Pembahasan
Pada
praktikum ini kita telah melakukan percobaan cara menangani hewan coba dan
berbagai rute pemberian obat kepada hewan coba tersebut. Praktikum ini adalah
dasar untuk percobaan-percobaan farmakologi selanjutnya karena hewan coba
adalah media pembantu dalam melakukan penelitian.
Tidak
semua hewan dapat dijadikan hewan percobaan hanya beberapa saja yang
karakteristik tubuhnya hampir sama dengan manusia contohnya seperti tikus,
mencit dan kelinci. Penanganan hewan coba ini pun berbeda-beda caranya
tergantung dari jenis hewan yang akan dipakai.
Seperti
misalnya, pada tikus dan mencit ,
peganglah pada ekornya tapi hati-hati jangan sampai hewan membalikan tubuhnya
dan menggigit. Karna itu selain ekornya pegang juga bagian leher belakang
(tengkuk) dengan ibu jari dan ibu telunjuk. Untuk kelinci dan marmut jangan
sekali-kali memegang telinga karna syaraf dan pembuluh darah dapat terganggu.
Pemberian obat pada hewan coba terdapat berbagai rute
pemberian diantaranya enteral dan parenteral. Enteral yaitu contohnya seperti
penggunaan oral , sublingual dan rektal. Tetapi penggunaan obat secara
sublingual dan rektal sulit dilakukan pada hewan coba, sehingga rute yang cocok
digunakan untuk hewan coba adalah dengan cara rute oral. Sedangkan pada
parenteral yaitu contohnya seperti rute intravena, subkutan, intramuskular, dan
intra peritonial. Tetapi rute yang biasa atau paling sering digunakan adalah
rute intravena melalui ujung ekor karena pada ujung ekor hewan coba terdapat
banyak pembuluh darah sehingga obat cepat diresap dan disebarkan keseluruh
tubuh.
Pada hewan coba yang digunakan pada tikus memiliki bobot
56 gram sedangkan pada mencit memiliki bobot 12 gram. Sehingga untuk pemberian
obat urethan dengan dosis 1,8 g/kg BB pada tikus putih dengan bobot 56 gram adalah
sedangkan pada
mencit dengan bobot 12 gram memerlukan obat dengan volume
Untuk pengamatan
frekuensi jantung pada tikus memiliki 120 denyut/menit. Sedangkan pada mencit
memiliki 112 denyut/menit. Pada hewan coba untuk denyut jantung normalnya yaitu
325-780 denyut/menit. Perbedaan denyut jantung ini didasarkan pada perhitungan
denyut yang kurang teliti sehingga didapatkan hasil yang berbeda dengan denyut
normal atau kemungkinan hewan coba tersebut mengalami stress sehingga denyut
jantungnya melemah. Untuk pengukuran laju nafas didapatkan hasil 116
nafas/menit pada tikus dan 100 nafas /menit pada mencit. Untuk laju nafas normal
pada hewan coba adalah 94-163 nafas/menit. Sehingga dikatakan hewan coba
tersebut memiliki pernafasan yang normal. Pada pengamatan refleks dan tonus
otot pada hewan coba ini memiliki reflek dan tonus otot yang sangat baik
dilihat dari kemampuan dia merefleks suatu ancaman dengan sangat cepat dan
kemampuan dia memanjat untuk keluar dari topless sangat baik. Untuk pengamatan tingkat kesadaran dan rasa
nyeri memiliki hasil yang sangat baik. Karena hewan coba tersebut masih dapat
dikatakan normal dan masih layak digunakan untuk percobaan. Untuk uji gejala
lain seperti salivasi didapat hasil yang kurang baik sedangkan untuk uji
urinasi dan defekasi didapatkan hasil yang sangat baik. Sedangkan untuk
pengamatan kejang didapatkan hasil yang negatif artinya hewan coba yang diamati
masih sehat.


Padapraktikum
kali inimengenaipengenalanhewancobadanrutepemberianobat kami
menggunakanhewancobatikusdanmencit,alasanmengapamenggunakantikusdanmencitkarenagenetik,
karakteristikbiologidanprilakunyasangatmiripdenganmanusia, selainitudarisegikeamanan
yang baikdanharganyalebihekonomis.
Pertama,
kami
mempelajaricarapenangananhewancobauntuktikusdanmencityaitudengancaramenarikekornyaterlebihdahululalumenutupbadanhewantersebutdengankain
yang
bertujuanuntukmencegahapabilasewaktu-waktuhewantersebutmenggigittanganpraktikan,
selanjutnya
di cubit kulitleherhewandanekornya di
selipkankekelingkingpraktikansehinggahewansiapuntukdiberiperlakuan
(injeksi).
Selanjutnya,
kami mencatat data biologinyasepertibobotbadan, frekwensijantung, lajunafas,
refleks, tonus otot, kesadaran, rasa nyeridangejala lain. Bobotbadanhewancoba
yang kami gunakanadalah 180 gram (Tikus) dan 3 gram (mencit), pengamatan data
biologisbobotbadanperludilakukanuntukmengetahuiberapabanyak (ml bilainjeksi)
obat yang diberikankepadahewancoba, setelah di lakukanperhitunganapabila kami
akanmenggunakanurethan (injeksi) untuktikus 3,24 ml danuntukmencit 0,054 ml.
FrekwensijantungTikusyaitu 60 kali/menitdanmencit 88 kali/menit, haltersebutmenunjukanbahwanhewancoba
yang kami gunakan normal karenafrekwensijantung normal yaitu 60-100 kali/menit.
Selanjutnyalajunafas, tikus 71 kali/menitsedangkanmencit 92 kali/menit,
halinijugamenunjukkanbahwahewancoba yang kami gunakandalamkeadaan normal.
Selanjutnyapengamatanrefleks, tonus otot, kesadarandan rasa nyerimenunjukkan
data yang sangatbaik, adapungejala lain yang
adayaitusalipasiurinasidandefekasi, padasaatsalipasihewancobamenunjukan cirri
nyayaitudenganmengusapngusappipidengankeduatangannya, sedangkan defekasiselamapraktikumhewancobahanya
1x mengeluarkankotoran,
saatpengamatanurinasi kami menyimpankertasputih di
dalamwadahnyadansaatterakhir di
amatikertasputihtersebutmenjadiagakbasahdanberbaumenyengat,haltersebutmenunjukanbahwahewancoba
kami mengeluarkanurin. Terakhir, gejala yang kami amatiadalahkejang,
selamapraktikumberlangsungtidakadatanda-tandabahwahewancoba yang kami
gunakanmengalamikejang.Dari semua data biologis yang kami peroleh,
keduahewancoba yang kami gunakanlayakuntuk di jadikanhewancoba, adapuntujuanuntukmengetahui
data biologisadalahuntukmengetahuiefek yang timbulapabila di
lakukanpemberianobat.
Pada praktikum kali ini kelompok kami melakukan percobaan mata kuliah
Farmakologi Dasar dengan judul percobaan Penanganan hewan Coba dan Rute Pemberian
Obat. Pada percobaan kali ini di lakukan berbagai macam cara pemberian obat
urethan kepada mencit, tikus dan kelinci. Pada awalnya mencit, tikus dan
kelinci bersifat normal (aktif berlari, memanjat, dll). Kemudian disuntikkan
obat urethan ke masing-masing mencit
dengan berbagai macam cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra
peritoneal, intra muscular, dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada
masing-masing mencit berbeda-beda, sesuai dengan berat badan mencit
masing-masing.
Setelah
pemberian urethan, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun ada 1 perbedaan
pada hasilnya, yaitu perbedaan pada waktu obat mulai bereaksi terhadap
masing-masing mencit. Injeksi melalui vena dilihat paling cepat memberikan efek
obatnya. Itu disebabkan obat langsung diinjeksikan ke dalam pembuluh darah vena
, sehingga distribusi dan absorpsi obat lebih cepat. Sedangkan oral sangat lama
kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi melalui saluran cerna terlebih
dahulu.dan juga hewan percobaan rentan sekali mati dikarnakan adanya kesalahan
pada teknis pemberian obat kali ini yaitu perhitungan dosis,
dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan coba, yang berarti
setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda.Percobaan pertama diberikan
pada jalur peroral dan intravena. Pemberian obat secaraoral tidak
memperlihatkan efek obat yang diinginkan, rata-rata memerlukan waktu yanglama
untuk dapat mencapai onsetnya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor
yangmempengaruhi bioavailabilitas obat, yaitu jumlah obat dalam persen terhadap
dosis yangmencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu
faktor yangmempengaruhi yaitu faktor obat itu sendiri, misalnya sifat-sifat
fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang mempengaruhi, antara lain:
1.
Stabilitas pada pH lambung
2.
stabilitas terhadap enzim-enzim pencernaan
3.
stabilitas terhadap flora usus
4.
kelarutan dalam air atau cairan saluran cerna
5.
stabilitas terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran
cerna
6.
stabilitas terhadap enzim-enzim di dalam hati.
Percobaan pengaruh
obat, terhadap jenis kelamin yang berbeda ternyata tidak menunjukkan efek
yang berbeda. Efek yang ditimbulkan obat adalah tidur tidak bereaksi.Perbedaan
cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dariobat.
Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan memberikan efek yang
yang berbeda-beda. Pada pemberian secara oral, akan memberikan onset
paling lambat karenamelalui saluran cerna dan lambat di absorbsi oleh tubuh.
Selain itu banyak faktor yangdapat mempengaruhi bioavaibilitas obat sehingga
mempengaruhi efek yang ditimbulkan.Pemberian secara intravena seharusnya
menunjukkan onset paling cepat karena kadar obat langsung terdistribusi
dan dibawa oleh darah dalam pembuluh.
Kesalahan
hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :
·
Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini
dikarenakan setiap hewan uji
diperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill
·
Injeksi yang
salah dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah
sehingga absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya.
Injeksi yang salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk
tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke
sirkualsi sistemik
·
Tingkat resistensi dari hewan percobaan yang
berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten tentu mengakibatkan
onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada seharusnya atau tidak timbul
efek pada hewan percobaan walaupundiberikan injeksi sesuai dosis yang telah
ditentukan.
Kondisi pada hewan coba semakin lama
akan semakin lemas hingga tertidur, pada percobaan kali ini kelompok kami tidak
melakukan penungguan terhadap hewan coba yang telah diberikan urethan sampai
pada kondisi hewan kelbali normal, karena jika percobaan dilakukan sampai hewan
coba kembali sadar akan membutuhkan waktu yang lama. Maka dari itu kami hanya
melakukan pengamatan hanya sebatas mengetahui efek dari urethan yang diberikan
pada mencit tikus dan kelinci.
Pada
praktikum ini, di lakukan berbagai macam cara pemberian obat urethan kepada 8
mencit. Pada awalnya mencit bersifat normal (aktif berlari, memanjat,
dll). Kemudian disuntikkan obat urethan ke masing-masing mencit dengan
berbagai macam cara pemberian obat, yaitu oral, intra vena, intra peritoneal,
intra muscular, dan subcutan. Dosis yang diberikan kepada masing-masing mencit
berbeda-beda, sesuai dengan berat badan mencit masing-masing. Setelah pemberian
urethan, perubahan mulai terjadi pada mencit, namun ada 1 perbedaan pada
hasilnya, yaitu perbedaan pada waktu obat mulai bereaksi terhadap masing-masing
mencit. Injeksi melalui vena dilihat
paling cepat memberikan efek obatnya. Itu disebabkan obat langsung diinjeksikan
ke dalam pembuluh darah vena , sehingga distribusi dan absorpsi obat lebih
cepat. Sedangkan oral sangat lama kerjanya, dikarenakan obat harus diabsorpsi
melalui saluran cerna terlebih dahulu.dan juga hewan percobaan rentan sekali
mati dikarnakan adanya kesalahan pada teknis pemberian obat kali ini yaitu
perhitungan dosis, dimana dosis yang diberikan harus sesuai dengan bobot hewan
coba, yang berarti setiap hewan coba memiliki dosis yang berbeda-beda.Percobaan
pertama diberikan pada jalur peroral dan
intravena. Pemberian obat secaraoral tidak memperlihatkan efek obat yang
diinginkan, rata-rata memerlukan waktu yanglama untuk dapat mencapai onsetnya.
Hal ini disebabkan banyaknya faktor yangmempengaruhi bioavailabilitas obat,
yaitu jumlah obat dalam persen terhadap dosis yang mencapai sirkulasi sistemik
dalam bentuk utuh atau aktif. Salah satu faktor yangmempengaruhi yaitu faktor
obat itu sendiri, misalnya sifat-sifat fisikokimia obat.Sifat fisikokimia obat yang
mempengaruhi, antara lain
1.Stabilitas
pada pH lambung,
2.stabilitas
terhadap enzim-enzim pencernaan,
3.stabilitas
terhadap flora usus
4.kelarutan
dalam air atau cairan saluran cerna
5.ukuran
molekul,6.derajat ionisasi pada pH salauran cerna,
7.kelarutan
bentuk non-ion dalam lemak,
8.stabilitas
terhadap enzim-enzim dalam dinding saluran cerna, dan
9.stabilitas
terhadap enzim-enzim di dalam hati.
Keterangan :
·
Poin nomor 1—3 menentukan jumlah obat yang tersedia untuk diabsorpsi.
·
Poin nomor 4—7 menentukan kecepatan absorpsi obat.
·
Poin nomor 8 dan 9 menentukan kecepatan disintegrasi dan
disolusi obat.
Percobaan
pengaruh obat, terhadap jenis kelamin yang berbeda ternyata tidak menunjukkan efek
yang berbeda. Efek yang ditimbulkan obat adalah tidur tidak bereaksi.Perbedaan
cara pemberian obat ke dalam tubuh akan mempengaruhi onset dan durasi dariobat.
Dengan kata lain, perbedaan cara pemberian obat akan memberikan efek yang yang
berbeda-beda. Pada pemberian secara oral, akan memberikan onset paling lambat
karenamelalui saluran cerna dan lambat di absorbsi oleh tubuh. Selain itu
banyak faktor yangdapat mempengaruhi bioavaibilitas obat
sehingga mempengaruhi efek yang ditimbulkan.Pemberian secara intravena
seharusnya menunjukkan onset paling cepat karena kadar obat langsung
terdistribusi dan dibawa oleh darah dalam pembuluh.
Kesalahan
hasil percobaan ini dikarenakan antara lain :
1.
Mekanisme injeksi yang kurang benar. Hal ini dikarenakan setiap hewan
ujidiperlakukan oleh praktikan yang berbeda-beda dengan skill
2.
Injeksi yang salah
dapat mengakibatkan obat terakumulasi dalam jaringan yang salah sehingga
absorbsi dan distribusi obat menjadi berbeda dari yangseharusnya. Injeksi yang
salah juga bisa mengakibatkan dosis obat yang masuk tidak sesuai dengan yang
diharapkan atau bahkan obat tidak masuk ke sirkualsi sistemik.
3. Tingkat resistensi
dari hewan percobaan yang berbeda-beda. Hewan percobaan yang lebih resisten
tentu mengakibatkan onset dan durasi obat menjadi lebihcepat dari pada
seharusnya atau tidak timbul efek pada hewan percobaan walaupundiberikan
injeksi sesuai dosis yang telah ditentukan.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
·
Cara pemberian secara oral dengan menggunakan oral
sonde untuk mempermudah masukknya obat kedalam mulut mencit yang sempit dan
langsung ke kerongkongan.
·
Pada pemberian obat secara oral lebih lama menunjukkan
onset of action dibanding secara Intraperitonial, hal ini dikarenakan
Intraperitonial tidak mengalami fase absorpsi tapi langsung ke dalam pembuluh
darah.Sementara pemberian secara oral, obat akan mengalami absorpsi terlebih
dahulu lalu setelah itu masuk ke pembuluh darah dan memberikan efek.
·
Semakin tinggi dosis yang diberikan akan memberikan
efek yang lebih cepat
·
Onset of action dari rute pemberian obat secar IP
lebih cepat diperoleh daripada rute pemberian obat secara oral
·
Duration of action dari rute pemberian obat secara IP
lebih panjang (lama) dibandingkan rute pemberian obat secara oral
·
Bahanuji (obat) yang
ditujukanuntukpenggunaanpadamanusia, perlu di telitidanlolosujilabolatorium
·
Menggunakanhewanpercobaanuntukkelayakandankeamananpadasuatuuji
(obat)
·
TikusdanMencitlayakdigunakanuntukhewancoba
·
Data biologishewancoba yang kami
gunakandalamkeadaan normal
·
Data
biologispentinguntukmengetahuikeadaanhewancoba yang belum di beriobatmaupuntelah
di beriobat (efek).
5.2
Saran
·
Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan
dan dalam pembacaan skala spuit agar
dosis yang diberikan tepat dan tercapai efek yang dikehendaki
·
Lebih berhati-hati dalam pemberian obat secara interperitonial
agar tidak mengalami kerusakan pada abdomen maupun tusukan pada organ-organ
dalam yang vital.
DAFTAR
PUSTAKA
Anief, M.
1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Anief,
M. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Tubuh.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ganiswara,
Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi
Edisi IV. Jakarta: Falkultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Katzung,
B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Kedokteran EGC.
Katzung,
Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta
Tjay,Tan
Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
Setiawati,
A. dan F.D. Suyatna, 1995, Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan
Terapi”, Edisi IV, Editor: Sulistia G.G, Gaya Baru, Jakarta
Reksohadiprodjo,
M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press. Hal. 3.
Reksohadiprodjo,
M.S., 1994. Pusat
Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 3.
Setiawati,
A. dan F.D. Suyatna, 1995. Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”.
Edisi IV. Editor: Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 3-5.
Setiawati,
A. dan F.D. Suyatna, 1995.
Pengantar Farmakologi Dalam “Farmakologi dan Terapi”. Edisi IV. Editor:
Sulistia G.G. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 3-5.
Sulaksono,
M.E., 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan
Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
Sulaksono,
M.E., 1992.
Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik Hewan Percobaan dan
Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
LAMPIRAN
1.
Alur dan
Bagan Kerja
2.
Perhitungan
Dosis dan Grafik
A.
Oral pada mencit : v
= 

v =
= 0,0021
gram

Hewan coba II (Mencit)
Urethan 10% (1,8 gram/kg BB)
Berat badan : 3 gram


1000
gram 3 gram

1000
gram


100
ml X ml

B.
Oral pada tikus: v
= 

v =
= 0,32
gram

Hewan coba I (Tikus)
Urethan 10% (1,8 gram/kg BB)
Berat badan : 180 gram


1000
gram 180 gram

1000
gram


100
ml X ml

10
1 comment:
Post a Comment