Saturday, December 31, 2016

Terima Kasih 2016!

Tak terasa setahun berlalu dengan begitu cepatnya.
Hanya menunggu beberapa menit saja untuk meninggalkan tahun ini.
Hanya tinggal cerita, yang akan selalu menjadi kenangan dengan begitu banyak goresan canda, tawa dan tangis.
Tahun yang telah memperkenalkanku pada semua keadaan yang tak terpikirkan olehku sebelumnya.
Tahun yang telah mengajarkanku arti bahagia dengan kesederhanaan.
Tahun yang telah mengajarkanku arti kekecewaan yang berujung menjadi semangat dengan tekad yang besar.
Tahun yang telah mengajarkanku arti perubahan untuk menjadi lebih baik disetiap harinya.
Tahun yang telah mengajarkanku arti menerima apa yang tidak kita inginkan.
Tahun yang telah mengajarkanku arti hidup yang sebenarnya.
Terimakasih telah membawaku ke dalam cerita di tahun ini.
Terimakasih telah datang dalam hidupku dan mengizinkanku ada diantara lembar ceritamu, 2016.

Friday, November 11, 2016

CPKB


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat  pentingnya penerapan  CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram.
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu internasional.
Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
1.2 Tujuan
1.2.1     Tujuan Penulisan
               Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kosmetologi pada Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017


1.2.2     Tujuan Pembahasan
a.     Dengan adanya pembahasan ini tentunya akan semakin memperkaya ilmu pengetahuan kita, khususnya tentang kosmetik.
b.     Pembahasan ini digunakan untuk melindungi   masyarakat terhadap   hal-hal  yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan.
c.     Meningkatkan   nilai   tambah   dan  daya   saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.
d.     Dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri kosmetik.
e.     Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri kosmetik.
1.3  Sistematika Penulisan
Agar sistematis, Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I: PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan
1.2.1 Tujuan Penulisan
     1.2.2 Tujuan Pembahasan
1.3 Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1 Sekilas CPKB
2.2 Tujuan CPKB
2.3 Aspek CPKB
2.4 Landasan Kosmetik
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan



BAB II
DASAR TEORI

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. (Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 tentang Kosmetik; Permenkes No. 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik).
Kosmetik impor adalah kosmetik produksi pabrik kosmetik luar negeri yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia. (Keputusan Kepala Badan POM No.HK.00.05.4.1745 Tahun 2003).

2.1 Sekilas CPKB
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. 
CPKB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.CPKBsecarasingkatdapatdidefinisikansuatuketentuanbagiindustriKosmetik yangdibuatuntukmemastikan agar mutukosmetik yang dihasilkansesuaipersyaratan yangditetapkandantujuanpenggunaannya.

2.2 Tujuan CPKB
Adapun tujuan dari CPKB adalah,
Secara Umum:
a.      Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan standar mutu dan keamanan. 
b.      Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kosmetik Indonesia dalam era pasar bebas.
 Secara Khusus :
a.      Dengan dipahaminya penerapan CPKB oleh para pelaku usaha industri Kosmetik sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri Kosmetik. 
b.      Diterapkannya CPKB secara konsisten oleh industri Kosmetik.
2.3 Aspek CPKB
Pedoman CPKB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagi industry kosmetik dalam menerapkan cara pembuatan kosmetik yang baik untuk seluruh aspek dan rangkaian proses pembuatankosmetik. CPKBmencakupseluruhaspekproduksidanpengendalianmutu .
CPKB merupakan suatu konsep dalam industry kosmetik mengenai prosedur atau langkah-langkah yang  dilakukan dalam suatu industry farmasi untuk menjamin mutu kosmetik jadi yang diproduksi dengan menerapkan “Good Manufacturing Practices ” dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga kosmetik yangdihasilkansenantiasamemenuhipersyaratanmutu yangditentukansesuaidengantujuanpenggunaannya.Berikutadalahaspek-aspek yang diatur dalam CPKB :
1.       Sistem Manajemen Mutu
a.     Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Hendaknya dijabarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu.
b.     Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini.
c.     Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan, dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataan-kenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu.
d.     Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal, produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
e.     Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan.
f.      Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan identitas dan kualitas bets yang diterima.

2.     Ketentuan Umum
a.     Audit Internal: Adalah kegiatan  yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai pengadaan bahan sampai pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan sehingga seluruh aspek produksi tersebut selalu memenuhi Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik.
b.     Bahan Awal: Bahan baku dan  bahan pengemas yang digunakan dalam pembuatan suatu produk.
c.     Bahan Baku: Semua bahan  utama dan bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan produk kosmetik.
d.     Bahan Pengemas: Suatu bahan yang digunakan dalam pengemasan produk ruahan untuk menjadi produk jadi.
e.     Bahan Pengawet: Bahan yang ditambahkan  pada produk dengan tujuan untuk menghambat pertumbuhan jasad renik.
f.      Bets: Sejumlah produk kosmetik yang diproduksi dalam sutu siklus pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
g.     Dokumentasi: Seluruh  prosedur tertulis, instruksi, dan catatan yang terkait dalam pembuatan dan pemeriksaan mutu produk.
h.     Kalibrasi: Kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrument untuk menjadikannya memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.
i.       Karantina:  Status  suatu  bahan  atau produk yang dipisahkan baik secara fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
j.       Nomor Bets: Suatu rancangan nomor dan atau huruf atau kombinasi keduanya yang menjadi tanda riwayat suatu bets secara lengkap, termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
k.     Pelulusan (released): Status bahan atau produk yang boleh digunakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
l.       Pembuatan: Satu rangkaian kegiatan untuk membuat produk, meliputi kegiatan pengadaan bahan awal, pengolahan dan pengawasan mutu serta pelulusan produk jadi.
m.   Pengawasan Dalam Proses: Pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian pembuatan produk termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
n.     Pengawasan Mutu (Quality Control): Semua upaya yang diambil selama pembuatan untuk menjamin kesesuaian produk yang dihasilkan terhadap spesifikasi yang ditetapkan.
o.     Pengemasan: Adalah bagian dari siklus produksi yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menjadi produk jadi .
p.     Pengolahan: Bagian dari siklus produksi dimulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan menjadi produk ruahan.
q.     Penolakan (rejected):  Status  bahan  atau   produk  yang tidak boleh digunakan untuk diolah, dikemas atau didistribusikan.
r.      Produk (kosmetik): Suatu bahan  atau  sediaan yang dimaksud untuk digunakan pada berbagai bagian dari badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital eksternal) atau gigi dan selaput lendir di rongga mulut dengan maksud untuk membersihkannya, membuat wangi atau melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, mengubah penampakan atau memperbaiki bau badan.
s.     Produksi: Semua kegiatan dimulai dari pengolahan sampai dengan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
t.      Produk Antara: Suatu  bahan atau campuran bahan yang telah melalui satu atau lebih tahap pengolahan namun masih membutuhkan tahap selanjutnya.
u.     Produk Jadi: Suatu  produk   yang  telah  melalui  semua tahap proses pembuatan.
v.     Produk Kembalian (returned): Produk jadi yang dikirim kembali kepada produsen.
w.    Produk Ruahan: Suatu  produk yang sudah melalui proses pengolahan dan sedang menanti pelaksanaan pengemasan untuk menjadi produk jadi.
x.     Sanitasi: Kontrol  kebersihan  terhadap sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
y.     Spesifikasi Bahan: Deskripsi  bahan atau produk yang meliputi sifat fisik, kimiawi dan biologik, yang menggambarkan standar dan penyimpangan yang ditoleransi.
z.     Tanggal Pembuatan: Adalah tanggal pembuatan suatu bets produk tertentu.
3.     Personalia
a.     Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan.
b.     Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan.
c.     Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses, dan produk jadi.
d.     Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia.
e.     Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya.
f.      Merokok, makan, minum, menguyah dan menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk.
g.     Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai.
h.     Semua personil harus memenuhi persyaratan kesehatan, baik fisik maupun mental, serta mengenakan pakaian kerja yang bersih.
i.       Personil yang bekerja di area produksi hendaklah tidak berpenyakit kulit, penyakit menular atau memiliki luka terbuka, memakai pakaian kerja, penutup rambut dan alas kaki yang sesuai dan memakai sarung tangan serta masker apabila diperlukan.
j.       Personil harus tersedia dalam jumlah yang memadai, mempunyai pengalaman praktis sesuai dengan prosedur, proses dan peralatan.
k.     Personil di Bagian Pengolahan, Produksi dan Pengawasan Mutu setidak-tidaknya berpendidikan minimal setara dengan Sekolah Menengah Tingkat Atas.
l.       Semua personil harus memahami prinsip Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB), mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakannya melalui pelatihan berkala dan berkelanjutan.
4.       Bangunan dan Fasilitas
a.     Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama.
b.     Produk kosmetik dan produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur.
c.     Garis pembatas, tirai plastik, penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur.
d.     Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi.
e.     Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain :
1.  Penerimaan material;
2.  Pengambilan contoh material;
3.    Penyimpanan barang datang dan karantina;
4.  Gudang bahan awal;
5.  Penimbangan dan penyerahan;
6.  Pengolahan;
7.  Penyimpanan produk ruahan;
8.  Pengemasan;
9.  Karantina sebelum produk dinyatakan lulus;
10.                  Gudang produk jadi;
11.                  Tempat bongkar muat;
12.                  Laboraorium;
13.                  Tempat pencucian peralatan.
f.      Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan  disanitasi.
g.     Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi.
h.     Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk.
i.       Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan.
j.       Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya ceruk yang sukar dibersihkan dan sebaiknya dipasang di luar area pengolahan.
k.     Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi.
l.       Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi.
m.   Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.
n.     Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus di mana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya.
o.     Penyimpanan bahan pengemas/barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing label yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur.
5.       Peralatan/mesin
a.     Rancang Bangun
1.     Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan.
2.     Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat.
3.     Peralatan harus mudah dibersihkan.
4.     Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan.
c.      Pemasangan dan Penempatan  
1.     Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk.
2.     Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran air ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali.
3.     Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi  dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi.
d.       Pemeliharaan
1.  Peralatan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan.
2.  Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.



6.     Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan higiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal.
7.       Produksi
a.  Air
1.     Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai prosedur tetap.
2.     Air yang digunakan untuk produksi sekurang-kurangnya berkualitas air minum. Mutu air meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi.
3.     Pemilihan   metoda   pengolahan   air   seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk.
4.     Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik.
5.     Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran.
b.     Bahan
1.     Semua   pasokan   bahan   awal  (bahan   baku  dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya.
2.     Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan.
3.     Bahan awal harus diberi label yang jelas.
4.     Semua    bahan   harus   bersih   dan   diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.
c.     Pencatatan Bahan
1.     Semua   bahan   hendaklah   memiliki  catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor bets, dan jumlah.
2.     Setiap   penerimaan   dan   penyerahan  bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya.
d.     Material Ditolak (Reject)
Pasokan   bahan   yang  tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap.
e.     Sistem Pemberian Nomor Bets
1.     Setiap  produk  antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk.
2.     Sistem  pemberian  nomor  bets  hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan.
3.     Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar.
4.     Catatan    pemberian     nomor    bets    hendaknya dipelihara.
f.      Penimbangan dan Pengukuran  
1.     Penimbangan    hendaknya   dilakukan   di  tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi.
2.     Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda.
g.     Prosedur dan Pengolahan
1.     Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan.
2.     Semua   prosedur   pembuatan  harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis.
3.     Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat.
4.     Produk   ruahan   harus   diberi  penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu.
5.     Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi.
6.     Hendaknya   dilakukan   pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban.
h.     Hasil akhir proses produksi harus dicatat.
1.     Produk Kering
Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendalian debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai.
2.     Produk Basah
a.     Cairan,   krim,   dan    lotion    harus    diproduksi sedemikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya.
b.     Penggunaan   sistem   produksi  dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan.
c.     Bila   digunakan   sistem   perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah dibersihkan.
                      i.     Produk Aerosol
1.     Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini.
2.     Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran.
j.       Pelabelan dan Pengemasan
1, Lini  pengemasan  hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan.
2, Selama  proses   pelabelan   dan   pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa.
3.     Setiap   lini   pelabelan  dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur.
4.     Sisa   label   dan   bahan  pengemas   harus dikembalikan ke gudang dan dicatatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap.
k.     Produk Jadi, Karantina dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi.
Semua  produk  jadi  harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan.
8.     Pengawasan Mutu
9.     Dokumentasi
a.     Hendaknya ada sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku.
b.     Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen, hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi.
c.     Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah.
d.     Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan.
e.     Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat.
f.      Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan.
10. Internal Audit
Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat, pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik.
11.    Penyimpanan
a.     Area   penyimpanan   hendaknya   cukup   luas  untuk memungkinkan penyimpanan yang    memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang di karantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran.
b.     Area  penyimpanan  hendaknya   dirancang   atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya.
c.     Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan.
d.     Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas.
12.    Kontrak Manufacturing & Analysis
13.    Penangan Keluhan
14.    Penarikan Produk
a.     Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindah-pindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali.
b.     Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, di samping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali.
c.     Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak.
d.     Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap.
e.     Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara.


2.4 LANDASAN HUKUM KOSMETIKA
1.       UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2.       Permenkes No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika.
3.       Permenkes No. 1176/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Notifikasi Kosmetik.
4.       Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.00.05.4.1745 tentang Kosmetik.
5.       Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.4.3870 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik/
6.       Permenkes RI No.220/Menkes/Per/
IX/1976 tentang Produksi dan Peredaran Kosmetika dan Alat Kesehatan.
7.       Permenkes RI No.140/Menkes/Per/III/1990 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
8.       Permenkes RI No.376/Menkes/Per/III/1990 tentang Bahan, Zat Warna, Zat Pengawet dan Tabir Surya pada Kosmetika.
9.       UU No. 8 th 1999 tentang perlindungan konsumen.
10.    Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 140/Menkes/Per/lll/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan,Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
11.    Permenkes No 239/1977 Tentang Perizinan Produksi Kosmetika & Alkes.
12.    Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran    Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).
13.    Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42,  Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821).
14.    Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan dan Susunan Organisasi  Lebaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2002.
15.    Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2002.
16.    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja  Badan Pengawas Obat dan Makanan.
17.    Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan makanan Nomor HK.00.05.4.1745 Tahun 2003 tentang Kosmetik.
18.    Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor 264A/MENKES/SKB/VII/2003 dan Nomor 02/SKB/MPAN/7/2003 tentang Tugas, Fungsi dan Kewenangan di Bidang Pengawasan Obat dan Makanan.
19.    “Agreement of Asean Harmonized of Cosmetic Regulations” di lingkungan negara-negara Asean.











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa CPKB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. CPKB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan bagi industry Kosmetik  yang dibuat untuk memastikan agar mutu kosmetik yang  dihasilkan sesuai persyaratan yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya.
Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupu internasional.
















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pedoman Penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Anonim, 2006. Petunjuk Operasional Penerapan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Jakarta : Badan Pengawasan Obat dan Makanan.
Azwar, Azrul. Dr. 1998. Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta : Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Prescott, L.M., dan Klein, D.A. 2002. Microbiology fifth edition. : Mc Graw Hill: New York
Suma’mur P.K. 1988. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : CV Haji Masagung.

Baban's Words Part 2

FGVV?ds000,,,,,,,,,,,,,,M9320W-NHJ